Management Strategy

Tom Lembong Incar Pasar Eropa Sebelum Lirik TPP

Oleh Admin
Tom Lembong Incar Pasar Eropa Sebelum Lirik TPP

Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menyatakan bahwa dirinya akan memprioritaskan jalinan kerjasama ekonomi dengan Uni Eropa sebelum membawa Indonesia gabung dengan Trans Pasific Partnership (TPP).

Kerjasama dengan Uni Eropa, menurut Tom, akan berbentuk Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA). “Secara resmi di sidang kabinet, Pak Jokowi dan Pak JK kasih saya waktu 2 tahun untuk merampungkannya,” kata Tom di hadapan para pengusaha di Hotel JS Luwansa, Senin 7 Desember 2015.

Kerja sama perdagangan dengan Uni Eropa dianggap sangat penting menimbang jumlah populasi kawasan yang mencapai 400 juta penduduk serta perekonomian yang mencapai US$19 triliun per tahun. Di samping itu, Uni Eropa merupakan salah satu destinasi ekspor yang penting buat Indonesia. Setiap tahun Indonesia mendapatkan surplus sebesar US$7 miliar – US$10 miliar dari perdagangan dengan Uni Eropa.

mantan-menteri-perdagangan-rachmat-gobel-kiri-berjabat-tangan-dengan-_150812200101-153

Menteri Perdagangan, Tom Lembong (kanan)

Saat ini, menurut Tom, di ASEAN baru Vietnam yang sudah memiliki perjanjian kerjasama dengan Uni Eropa. Selain itu, Filipina telah mengumumkan dimulainya negosiasi.

Setelah merampungkan kerjasama dengan Uni Eropa, Tom menyatakan, kemungkinan baru Indonesia akan fokus bernegosiasi untuk bergabung dengan TPP. Yang pasti, saat ini pemerintah sedang membuat kajian-kajian soal untung rugi bergabung dengan negara-negara Pasifik Rim yang dipimpin Amerika Serikat itu.

Selain antar instansi pemerintah, kajian itu juga dilakukan dengan mengundang lembaga riset seperti INDEF dan CSIS. Hasil kajian itulah yang nanti akan disampaikan Tom pada Presiden Joko Widodo. Perkiraannya, Indonesia masih perlu waktu tiga tahun sebelum bergabung dengan TPP.

Berbagai kerjasama perdagangan yang dijajagi ini, menurut Tom, adalah bentuk upaya untuk membuka pasar yang lebih luas bagi produk ekspor Indonesia.

Ia lalu membandingkan Indonesia dengan Vietnam. Sebagai anggota TPP yang juga memiliki kerjasama dengan Uni Eropa, produk Vietnam bisa masuk ke negara-negara di kawasan itu tanpa bea masuk. Sebaliknya, bagi negara non anggota seperti Indonesia, produknya akan dikenakan bea masuk antara 10-20 persen. Sementara, margin atau keuntungan industri rata-rata hanya 8-13 persen. “Jadi tidak mungkin kita bisa menurunkan harga untuk bisa bersaing,” katanya.

Dampak besarnya pasar yang dijanjikan Vietnam ini pun sudah nampak dengan banyaknya investor Indonesia yang pindah ke sana. “10 tahun lalu produksi tekstil Vietnam hanya seperlima Indonesia, namun kini angka mereka sudah tiga kali lipat dari kita,” tuturnya.

Mantan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjen Wanandi mengakui pentingnya membuka akses pasar bagi produk Indonesia. Meski, di sisi lain kebijakan itu berarti juga membuka negara kita untuk masuknya lebih banyak produk asing. “Yang paling penting, kita harus mempersiapkan diri,” ujarnya di forum yang sama.

Bagi Sofjan yang kini menjadi anggota tim ahli Wakil Presiden JK, pasar bebas adalah keniscayaan. Tahun depan, Masyarakat Ekonomi ASEAN resmi berlaku. Setelah itu, seperti yang dikatakan Tom Lembong, Indonesia akan memasuki pasar bebas dengan Eropa, lalu dengan Amerika, dan negara-negara lain di TPP. “Tidak ada lagi waktu untuk menyalahkan orang lain termasuk pemerintah, mari bersiap diri,” katanya.

Tempo


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved