Management Strategy

Tepatkah Pengadaan Cukai Kemasan Plastik?

Tepatkah Pengadaan Cukai Kemasan Plastik?

Wacana pengadaan cukai terhadap plastik kemasan mengalami penolakan oleh banyak pelaku industri. Hal ini disampaikan oleh 17 asosiasi yang tergabung dalam Forum Lintas Asosiasi Industri Produsen dan Pengguna Plastik (FLAIPP). Bagi mereka, kebijakan mengenai pengenaan cukai terhadap plastik kemasan tidak sesuai dengan prinsip Undang Undang mengenai cukai. Selain itu, kebijakan ini dinilai tidak tepat sararan dan merugikan konsumen maupun pelaku industri karena akan mengakibatkan kelesuan pada iklim industri yang tentu saja berdampak langsung pada kondisi ekonomi Indonesia.

P_20160511_124036-640x360

Disampaikan oleh Titi Sadarini, Perwakilan dari Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), bahwa jika kebijakan ini tetap dilaksanakan, FMCG akan sangat terdampak. Seperti yang diketahui bahwa kebutuhan makanan dan minuman merupakan industri yang banyak diminati oleh masyarakat. Selain produknya banyak dicari, industri FMCG menyerap banyak tenaga kerja di manufakturnya.

“Kontribusi FMCG di pendapatan negara kurang lebih sebesar 31%. Namun di tahun ini kami hanya mengalami pertumbuhan sebesar single digit saja. Ini pertama kalinya terjadi. Jika pemberlakuan cukai plastik tetap dijalankan, industri akan tumbuh kurang dari itu. Tentunya faktor ini harus dipetimbangkan. Apakah pemberlakuan cukai terhadap kemasarn plastik itu merupakan keputusan yang tepat,”ujar Titi.

Hal serupa juga disampaikan oleh Rachmat Hidayat, Perwakilan FLAIPP. Ia menyatakan bahwa pengenaan cukai pada kemasan plastik ini dinilai kontra produktif. Masalahnya, kebijakan ini bertentangan dengan kebijakan deregulasi pemerintahan Jokowi yang bertujuan menggerakkan pertumbuhan ekonomi serta memajukan iklim investasi.

“Kebijakan cukai dikenakan untuk fungsi pengendalian, pemakaian yang diawasi, pemakaiannya menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan, serta pemakaiannya perlu pembianaan demi keadilan dan keseimbangan. Sedangkan kemasan plastik penggunaannya memang sudah dalam pengawasan Kementerian lingkungan hidup. Lagipula, limbah yang asalnya dari plastik memiliki nilai ekonomi tinggi karena sudah bisa memenuhi proses 4R yakni Reduse, Reuse, Recycle dan Recovery. Jika kebijakan ini tetap dijalankan, tidak hanya industri yang terlibat masalah. Konsumen juga akan terlibat dalam hal daya beli produk, dan dampaknya adalah ke situasi ekonomi,” tambah Rachmat.

Wacana mengenai pemberlakuan cukai terhadap kemasan plastik ini merupakan pertama kalinya dalam sejarah, terutama di wilayah ASEAN. Oleh sebab itu, FLAIPP memandang bahwa kebijakan ini bukanlah sebagai unsur pengendalian, melainkan hanya sebagai unsur pendapatan. Misalnya cukai pendapatan dari rokok yang pertumbuhan penerimaannya bertambah seiring dengan jumlah produksi.

“Jika dipakai sebagai instrumen penambahan pendapatan, maka dampaknya besar bagi industri dan perekonomian secara umum. pemerintah harus lebih hati hati dalam mewacanakan pengenaan cukai serta mempertimbangkan seluruh dampak yang akan ditimbulkan bagi seluruh pemangku kepentingan ekomoni,” tutup Rachmat. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved