Next Gen

John Riady, Membangun “Kincir Angin” Perubahan bagi Lippo Group

John Riady, Membangun “Kincir Angin” Perubahan bagi Lippo Group
John Riad, CEO PT Lippo Karawaci Tbk.
John Riady, CEO PT Lippo Karawaci Tbk.

“Ketika angin perubahan mulai bertiup, ada yang membangun tembok, tapi ada pula yang membangun kincir angin.” Pepatah kuno ini diingat betul oleh John Riady, generasi penerus Lippo Group, konglomerasi bisnis nasional yang telah berusia lebih dari 70 tahun. Demi menjaga kesinambungan bisnis keluarga ini, John kini berupaya membangun “kincir angin” untuk membawa perubahan yang lebih baik kepada para stakeholder Lippo.

Saat ini, ada sejumlah peran besar yang diemban John sebagai generasi ketiga Lippo. Selain menjabat sebagai CEO PT Lippo Karawaci Tbk., ia juga menjalankan peran sebgai Presiden Komisaris Siloam Hospitals Group dan Direktur Eksekutif Lippo Group. Ia menganggap itu semua sebagai amanah yang harus dijaga. Prinsip ini, menurutnya, dia ikuti dari kakeknya, sang pendiri Lippo Group, Mochtar Riady.

John berpandangan bahwa dirinya perlu membawa usaha-usaha yang dititipkan tersebut agar semakin tumbuh serta membawa manfaat bagi lingkungan dan masyarakat. “Benang merah Lippo Group dari dulu masih sama, yaitu bagaimana kami terus berusaha menjalankan peran stewardship dan amanah ini dengan lebih baik,” kata John kepada SWA. “Ini sebuah tanggung jawab sekaligus peluang yang besar,” tambahnya.

Filosofi yang ditanamkan oleh Mochtar Riady tersebut dipegang teguh oleh John, meski penerapannya berbeda di era baru ini. Perkembangan teknologi yang begitu cepat telah berdampak pada perubahan pola pikir dan perilaku konsumen. Karena itu, berbagai inovasi bisnis terkait pengembangan teknologi digital telah digulirkan Lippo Group.

Ada empat strategi yang digunakan John dalam pengembangan bisnis Lippo Group di bidang teknologi digital. Pertama, investing in early stages technology. Melalui Venturra Capital yang didirikan pada 2015 Lippo berinvestasi di perusahaan-perusahaan teknologi yang masih dalam tahap awal pengembangan. Karena itu, investasi yang ditanamkan pun relatif belum terlalu besar. Misalnya saja, Lippo ikut berinvestasi di Grab sebesar US$ 50 ribu, di Ruangguru Rp 3 miliar, dan di Sociolla Rp 5 miliar.

John memandang penting tahap early stage itu. Selain modal investasinya belum terlalu besar, berbagai pelajaran bisnis pun bisa diperoleh. Misalnya, apa dan bagaimana perintisan bisnis digital, serta bagaimana proses jatuh-bangun dalam mengelolanya.

Kini, menurut John, portofolio investasi pada sejumlah startup yang didanai Venturra telah memiliki nilai kapitalisasi sangat besar. “Ini menjadi nilai tambah bagi Lippo untuk pengembangan selanjutnya,” ujarnya.

Kedua, menjalin kemitraan dengan perusahaan teknologi raksasa di luar negeri yang ingin ekspansi ke pasar Indonesia. Contohnya, Lippo menggandeng Ping An Insurance asal China. Kedua perusahaan ini menjalin joint venture untuk mendirikan perusahaan fintech di Indonesia.

Ketiga, berinvestasi pada later stagetech company. Dalam hal ini, Lippo berinvestasi di perusahaan-perusahaan rintisan yang telah mapan, seperti Bukalapak dan GoTo (hasil merger Gojek dan Tokopedia).

Keempat, melakukan transformasi perusahaan yang dimiliki Lippo Group, seperti PT Multipolar Tbk. (kode bursa: MLPL). Langkah yang dilakukan Multipolar adalah melakukan rebranding dengan mengganti logo, memperkenalkan identitas baru, hingga mengubah penyebutan Multipolar menjadi MPC. MPC juga mempertajam fokus bisnisnya sebagai perusahaan investasi teknologi di Indonesia dan Asia Tenggara.

“Melalui kesulitan-kesulitan, kami diberi kesempatan untuk sadar dan bangkit.” John Riady, CEO PT Lippo Karawaci Tbk. & Direktur Eksekutif Lippo Group

Menurut John, MPC akan fokus pada empat pilar strategi. Yaitu, pendanaan tahap awal, pendanaan tahap pengembangan dan lanjutan, digitalisasi portofolio, serta peningkatan peran sebagai mitra lokal bagi perusahaan skala global.

Transformasi lain yang dilakukan Lippo Group adalah mengundang investor strategis perusahaan teknologi digital ke dalam perusahaan yang dimiliki Lippo, yakni PT Matahari Putra Prima Tbk. (MPPA). Sebagai contoh, masuknya PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek) sebagai salah satu investor strategis dan pemilik saham MPPA telah mendorong transformasi bisnis MPPA menjadi omnichannel retail player di Indonesia. Hasilnya, online sales MPPA hingga kuartal III/2021 berkembang pesat, yakni mencapai 11% dari total penjualan.

Di tangan generasi ketiga ini, selain properti dan rumah sakit, bidang bisnis berbasis teknologi digital akan menjadi core business Lippo Group. “Teknologi digital akan semakin dominan di Indonesia. Namun, pendekatan kami berbeda, yakni dengan cara bermitra atau menjadi investor,” kata pria bergelar MBA dari Wharton School of Business dan Juris Doctor dari Columbia University Law School itu.

Soal kesulitan atau kegagalan dalam berbisnis, John punya pandangan tersendiri. “Ada kalanya kegagalan itu sama sekali di luar kendali kita. Namun, ada juga kegagalan yang timbul karena keputusan yang kurang tepat,” katanya. “Semua kesulitan ini menjadi wake-up call bagi kami bahwa ada hal-hal yang perlu diperbaiki,” tambahnya.

Dia pun mengakui bahwa Lippo Karawaci pada empat tahun yang lalu mengalami banyak masalah, seperti proyek yang tidak selesai atau hand over yang terlambat. Nah, dalam tiga tahun terakhir ini pihaknya secara aktif mengambil langkah-langkah untuk berbenah. Hasilnya, tahun ini nilai penjualan Lippo Karawaci bisa mencapai sekitar Rp 5 trilun meski di tengah pandemi. “Melalui kesulitan-kesulitan kami diberi kesempatan untuk sadar dan bangkit,” katanya.

Contoh kegagalan lainnya adalah pada saat mengembangkan MatahariMall.com. Enam bulan setelah diluncurkan, manajemen Lippo Group sadar bahwa mereka sudah terlambat bermain di sektor e-commerce. Namun, perusahaan dengan cepat mengalihkan tim yang mengerjakan MatahariMall tersebut untuk mengembangkan OVO. Kini, justru OVO menjadi salah satu keberhasilan Lippo.

“Saya bersyukur di dalam keluarga saya diberi ruang untuk gagal dan belajar dari kegagalan tersebut untuk bisa membangun bisnis-bisnis baru yang akhirnya justru semakin maju,” kata putra James Riady yang sekarang berusia 36 tahun ini. (*)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved