Youngster Inc. StartUp

Odi Alfando Prastya, Bergelut dengan Peran yang Menantang di Grup Astra

Odi Alfando Prastya, Bergelut dengan Peran yang Menantang di Grup Astra
Odi Alfando Prastya,Finance and SCM General Manager PT ACSET Indonesia Tbk.
Odi Alfando Prastya,Finance and SCM General Manager PT ACSET Indonesia Tbk.

Sepuluh tahun sudah Odi Alfando Prastya berkarier di Grup Astra (PT Astra International Tbk). Setelah meraih gelar Sarjana Akuntansi dari Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya tahun 2012, dia memulai kariernya di Grup Astra sebagai Management Trainee (MT). Kini, dia menjabat sebagai Finance and SCM General Manager PT ACSET Indonesia Tbk.

Sebelum di ACSET, Odi menjalani rotasi di anak usaha Astra lainnya. Setahun sebagai MT Astra, ia lalu dipindah ke PT United Tractors Tbk. (UT), anak usaha Grup Astra yang bergerak di bidang alat-alat berat dan pertambangan.

Odi mengaku, di setiap posisi yang dipercayakan kepadanya, dia mendapatkan peran yang menantang. Ketika ditempatkan di bagian budgeting UT, setelah enam bulan di audit internal, ada tiga peran penting yang saat itu sedang difokuskan.

Ketiga peran itu, pertama, memimpin persiapan perencanaan tahunan untuk kantor pusat, divisi, cabang, dan site. Kedua, menjadi pengumpan kepada manajemen terkait analisis internal di Support Internal Controller. Dan ketiga, menjalankan cost reduction program.

Namun, sayangnya, Odi mengungkapkan, saat dia masuk ke bagian budgeting UT (tahun 2015), harga batu bara sedang turun. “Yang kami antisipasi adalah bagaimana agar opex (operating expenditure) dijaga agar tidak semakin naik setiap tahunnya,” ujarnya. Maka, yang jadi pekerjaan-rumah besarnya saat itu adalah bagaimana menurunkan opex agar UT tidak terpaku pada kenaikan inflasi.

Tentu saja, untuk menurunkan opex, tim budgeting UT juga harus bekerjasama dengan tim lain. Namun, kata Odi, timnya menyadari bahwa hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

“Kalau bicara opex, kami menyadari bahwa yang pertama adalah soal mengubah mindset, baru kemudian mengubah prosesnya. Kami sebagai regulator men-setting beberapa hal, sehingga kawan-kawan penyelenggara ataupun yang ikut mengontrol dari bawah, semua ikut terkondisikan untuk berubah,” Odi menerangkan.

Dan, yang terakhir, dia menambahkan, mengubah aktivitasnya. Artinya, account opex harus punya rencana untuk penurunan. “Alhamdulillah, opex UT turun terus. Terakhir saya menjabat di sebagai Budget Operation Section Head UT tahun 2017, angka penurunannya sudah mendekati Rp 1,55 triliun, terdiri dari banyak sekali item opex,” ungkapnya.

Di luar pekerjaan rutin itu, Odi juga mendapat tugas sebagai personal in charge (PIC) group insurance, yang menangani asuransi secara grup (tidak hanya UT, tapi juga anak-anak usahanya). Terakhir, dia terlibat dalam National Point Support Review, yakni memetakan kondisi point support perusahaan secara jelas dan memberikan arahan untuk tindakan yang efektif selanjutnya.

Dalam proses ini, akhirnya manajemen UT mendapat gambaran utuh. Sehingga, dari 177 point support, ada usul 50 titik ditutup, 40 titik dilanjutkan underconditions, dan 87 dilanjutkan.

Setelah di UT, Odi mendapat tantangan baru dengan bergabung di ACSET, yang diakuisisi Grup Astra pada 2015 sebagai lini bisnis baru perusahaan yang didirikan oleh William Soeryadjaya itu. Menurutnya, sejak perusahaan ini diakuisisi Astra, terdapat perubahan view dalam mencari revenue, dari yang tadinya banyak di pembangunan konstruksi dan transportasi ke infrastruktur.

Dan, pergeseran tersebut memang banyak downside-nya: infrastruktur yang sedang bergulir sangat membutuhkan working capital yang tinggi karena memang ACSET banyak masuk ke bisnis jalan tol. Jadi, “Saat saya masuk tahun 2017, saat itu ‘panas-panasnya’ kenaikan working capital ACSET. Tantangannya, bagaimana caranya menurunkan working capital usage,” kata Odi.

Sebenarnya, ia menambahkan, ketika bicara working capital usage, ada tiga hal yang menjadi akar utamanya. Yaitu, awareness, tools atau metode yang digunakan untuk menghitung secara tepat, dan report-nya agar bisa dipikirkan tindakan selanjutnya.

Maka, Odi pun mencoba menyusun serangkaian kegiatan untuk menyelesaikan masalah satu per satu, mulai dari yang dasar hingga tingkatan berikutnya. Langkah pertamanya, membuat kalkulasi financial cost/interest berdasarkan penggunaan working capital actual berdasarkan SAP dan memengaruhi profitabilitas project.

Langkah kedua, membuat pricing template for tender process, template excel untuk menstandardisasi perhitungan working capital dan financial cost yang harus dianggarkan dalam harga proyek. Langkah ketiga, report working capital monitoring, yakni laporan aktual yang mencakup banyak aspek dalam working capital proyek, mulai dari cash in, cash out, potential, nilai financial cost, hingga kategori proyek.

Dan, langkah keempat, membuat punishment terkait over working capital usage. “Jadi, kami membuat panduan hal-hal yang mungkin akan terjadi ketika sebuah proyek berturut-turut melebihi penggunaan working capital yang ditargetkan dan tidak menunjukkan perbaikan,” Odi menjelaskan.

Kini, sebagai Head of Finance, Control & SCM Division ACSET, Odi memegang empat peran utama, yaitu resources allocation, financial reporting, supporting and navigating business, serta managing risk and improve internal control. Terkait dengan empat peran itu, ada beberapa inovasi yang sudah dilakukannya, seperti working capital monitoring in each project, low cost SCF facility, enhancing SAP usage, strengthening document management, digitalize finance and SCM operation, maximize usage of standard cost in COGS and Opex management, serta increase cost saving & cost avoidance.

Melihat rekam jejak dan pencapaian Odi tesebut, Dewan Juri Indonesia Young Business Leaders Award 2022 pun memilihnya sebagai salah satu dari 10 pemimpin muda terbaik di kategori Young Business Function Leaders. (*)

Arie Liliyah dan Kusnan MD

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved