Column

Chat GPT Membuat Kita Berbesar atau Berdebar?

Oleh Editor
Ilustrasi Chat GPT (istimewa).
Ilustrasi Chat GPT (istimewa).

Selalu ada kejutan ketika ada inovasi yang membuat kita terkesima, terperangah, bahkan terpesona sehingga tanpa menunggu waktu langsung mencoba. Kali ini bintang inovasi yang sedang viral adalah Chat GPT (Generative Pre-Trained Transformer), yang merupakan ekstensi yang penuh lompatan dari teknologi artificial intelligence (AI) dari basis awal sebuah chat biasa. Program besutan Ilya Sutskever, Greg Brockman, dan Waren O’Hara ini bukan hanya membuat debut dramatis, tapi juga mencetak rekor download dan penggunaan yang sangat mengesankan.

Ini adalah kelanjutan program dari perusahaan Open AI dengan memperdalam machine learning capability sehingga program ini mampu berinteraksi seperti manusia jenius. Rekor mereka adalah lonjakan satu juta pengguna baru setelah lima hari dirilis pada 30 November tahun lalu.

Karena banyak yang tertarik mencoba, Chat GPT pun semakin populer, apalagi bisa menjawab dengan runtut seperti layaknya teman. Semakin sering terdengar prestasi Chat GPT, termasuk berhasil lulus ujian program MBA (Master of Business Administration) Wharton School University of Pennsylvania, Amerika Serikat. Nilai akademik yang diperoleh B.

Itu baru permulaan. Saya yakin Chat GPT akan semakin canggih dan dapat mengalahkan manusia pintar, asal pertanyaannya tidak membutuhkan wisdom untuk decision, tapi berdasarkan fakta yang sudah terjadi atau yang membutuhkan skenario masa depan yang bisa diukur.

Lalu, apa dampaknya bagi kita saat ini?

Tentu, ada yang berbesar hati membayangkan bahwa aplikasi ini akan semakin memudahkan manusia untuk mendapat alternatif jawaban dari apa yang kita sedang pikirkan. Jangankan jawaban atas problem matematika yang tentu dengan sangat mudah dilalapnya, bahkan juga jawaban atas problem kehidupan nyata, yang bisa menjadi food for thought kita sebelum kita memutuskannya.

Misalnya, kita tidak ahli dalam bidang ekonomi, dan kita ingin tahu jawaban prediksi inflasi di negara tertentu untuk tiga tahun ke depan. Dulu kita bisa mencari dengan Google dan mendapatkan banyak data dari berbagai sumber. Sudah sangat membantu, tapi kita harus melakukan sintesis agar mendapatkan konklusi, setidaknya best summary untuk menjadi dasar pengambilan keputusan. Sekarang, ini sudah akan ditinggalkan karena Chat GPT memiliki kemampuan melakukan summary sekaligus sintesis yang apik seperti hidangan yang siap disantap.

Itu akan membuat banyak manusia benar-benar harus menggunakan otaknya secara cerdas dan kemampuan itu menuntut kita untuk bisa ask the right questions. Semakin kita bisa bertanya dengan tajam, hasilnya akan semakin cermat. Apalagi kalau pertanyaan kita belum mampu dijawabnya karena pustaka mereka belum ada.

Ini juga akan merevolusi dunia pendidikan. Bayangkan kalau ada pekerjaan rumah, Chat GPT akan mudah memandu, bahkan memberikan alternatif yang sangat kompleks, yang bahkan dosen yang tidak siap dengan Chat GPT pun akan tertinggal. Kalau sudah begini, nilai A dan A+ semakin banyak mudah dicapai.

Lalu, apa yang harus dilakukan dosen dan guru?

Yang negatif, akan melarang murid menggunakan Chat GPT, bahkan ketika mengerjakan online examination harus memakai kamera untuk melihat apakah murid tidak menggunakan tools lain selain yang diperbolehkan. Ini suatu kali akan menjadi kesia-siaan karena ada cara lain yang pasti akan berkembang untuk mengatasinya. Layaknya polisi dan koruptor yang akan terus berkejaran dengan cara mitigasi dan cara memanipulasi.

Yang positif justru akan memanfaatkan Chat GPT atau tools lain, serta memberikan pertanyaan atau tantangan agar mereka bisa membuat karya atau pemikiran baru dari apa yang pernah ada di dunia ini sejak zaman dulu. Ini artinya keberanian dalam embrace the tools akan membuat semua pihak berada di situasi win-win.

Sekali lagi, ini baru tahap pertengahan. Perkembangan aplikasi dan tools semacam ini akan meningkat secara asimtotis ketika banyak pengguna semakin mendapat manfaatnya dan berani membayar harganya.

Kalau ini terjadi, apalagi pada Maret mendatang akan diluncurkan fitur baru yang lebih canggih, banyak pekerjaan yang saat ini dikerjakan oleh manusia akan mudah digantikan oleh robot ini. Bukan sekadar pengumpul data, tapi sudah dengan analisis, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks.

Yang senang justru pengusaha dan karyawan yang memang sudah menyiapkan diri dengan otaknya untuk menggunakan semua tools ini, untuk lebih memperkuat statusnya sebagai human being, bukan human doing.

Nah, ini yang tidak akan bisa dikerjakan oleh Chat GPT ataupun program robotik lain karena membutuhkan Gut, Wisdom, Feeling, dan Faith. Keempat hal inilah yang seharusnya sekarang sudah mulai kita asah agar kita tidak tertinggal. Karena, itu adalah esensi “dei creation”, yaitu manusia yang segambar dan serupa dengan penciptanya. Artinya, human being is our future.

Saya pun semakin berminat menggunakannya, bagaimana dengan Anda? (*)

Paulus Bambang WS

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved