Trends

Nasib Toko Buku Setelah Gunung Agung Dikabarkan Tutup

Toko buku Gunung Agung di Margo City. (Dok. TB Gunung Agung)

Baru-baru ini, toko buku Gunung Agung dikabarkan akan menutup seluruh gerainya pada akhir tahun 2023 mendatang. Toko buku legendaris ini menyimpan kenangan sebagian orang dan berperan dalam proses menyebarkan ‘virus’ pengetahuan kepada masyarakat Indonesia melalui buku.

Dilansir dari situs resmi, Toko Gunung Agung didirikan oleh almarhum Tjio Wie Tay (1927 – 1990), yang kemudian dikenal sebagai Haji Masagung. Pada tahun 1953 Haji Masagung membuka kios sederhana yang menjual buku, surat kabar, dan majalah dengan nama kemitraan Thay San Kongsie di Kwitang, Jakarta Pusat. Seiring perkembangan bisnis yang semakin besar dan kompleks di awal tahun pasca kemerdekaan, Haji Masagung mendirikan perusahaan baru yang menerbitkan dan mengimpor buku, bernama Gunung Agung.

Perusahaan terus berkembang dan memperoleh dukungan dari para penyair, penulis, cendekiawan, dan jurnalis. Di tengah segala kesulitan yang dihadapi oleh anak Indonesia, Haji Masagung memelopori upaya membuka mata bangsa melalui buku. Dia menyelenggarakan pameran buku pertama di Indonesia pada tahun 1954 dan mendapat sambutan hangat dari masyarakat Indonesia kala itu.

Haji Masagung terus mengangkat perusahaan dengan baik, menerapkan standar maupun kualitas dalam menjual buku. Ketelatenan Masagung menjadikan Toko Gunung Agung sebagai salah satu toko buku terkemuka di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, Toko Gunung Agung tidak hanya menjual buku, juga menjual alat-alat tulis untuk kebutuhan kantor maupun sekolah.

Toko Gunung Agung memang terus merugi. Dalam rilis resminya, keputusan penutupan tidak hanya karena pandemi Covid-19. Sejak 2013 manajemen mengaku telah melakukan efisiensi dan efektivitas usaha agar bisa tetap bertahan.

Saat berjaya, jumlah Toko Gunung Agung mencapai puluhan toko yang tersebar di 10 kota besar di Pulau Jawa dengan area penjualan gabungan lebih dari 28.000 meter persegi. Dua puluh berlokasi di Jabodetabek. Kini hanya tersisa lima toko yang masih beroperasi.

Konsultan Bisnis dan Pengamat Marketing Yuswohady juga memiliki kenangan manis dengan Toko Buku Gunung Agung. Dia menceritakan pada akhir 1980-an dan awal 1990-an saat masih SMA dan kuliah di Yogyakarta, setiap minggu mampir di toko buku Gunung Agung. Letaknya strategis, persis menghadap monumen Tugu yg merupakan pusat kota Yogyakarta.

“Pulang sekolah berjam-jam saya habiskan membaca di TB Gunung Agung, karena memang tidak cukup duit untuk beli buku, jadinya curi-curi baca sampai hafal sama penjaganya, tapi cuek pura-pura tidak tahu. Buku langganan yang saya baca adalah sastra karya Mangunwijaya, Putu Wijaya, Budi Darma, Ahmad Tohari, Danarto, Kuntowijoyo. Kalau sudah baca novel mereka, langsung lupa segalanya. Sungguh pengalaman dengan TB Gunung Agung tak terlupakan, priceless,” ujarnya kepada SWA Online, Senin (22/05/2023).

Mendengar TB Gunung Agung akan tutup, Yuswo mengaku sedih. Sebagai pembaca buku fanatik dan orang yang intensif mengamati perilaku konsumen termasuk perilaku pembaca generasi milenial atau Gen Z, dirinya tahu persis nasib toko buku ke depan.

“It’s about time (Ini hanya soal waktu), buku jadul yang pengalamannya saya dapatkan 30 tahun lalu, sudah pasti tergusur disrupsi milenial. Kalangan milenial ‘membunuh’ segalanya, termasuk toko buku. Toko buku fisik akan bermetamorfosa ke format yang baru mengikuti perilaku membaca milenial atau Gen Z,” ujar Yuswo.

Bagi Yuswo, toko buku menjadi oasis warga kota di tengah kejenuhan digital. Ke depan buku bukan lagi menjadi sumber pengetahuan utama bagi Gen Z, karena mereka lebih nyaman membaca via YouTube atau siniar.

“Menghadapi perubahan perilaku konsumen ini, toko buku mainstream tak siap dan terlambat. Transformasi mereka minimalis, hanya mengubah toko menjadi toko ritel, sekedar untuk survival. Langkah tanggung ini justru mempercepat kematian toko buku. Saya terus berdoa agar TB Gramedia, Gunung Agung, Periplus tetap lestari,” katanya mengungkapkan.

Apakah Toko Buku akan Punah dari Muka Bumi?

Menjawab pertanyaan tersebut, Yuswo mengaku termasuk yang optimistis bahwa toko buku tetap akan eksis. Walaupun memang akan bermetamorfosis. “Saya kira nantinya akan lebih menyerupai Starbucks ketimbang Gramedia atau Periplus sekarang ini,” ujarnya.

Yuswo memprediksi akan ada format baru toko buku, di antaranya:

1. Buku plus retail store

Metamorfosis terdekat yang dilakukan toko buku adalah seperti yang dilakukan Gramedia saat ini, yaitu menyulap toko buku tak hanya menjual buku tapi juga stationary dan produk ritel yang lain. “Ini adalah solusi sementara, karena tak akan sustainable. Space buku semakin lama kian mengecil, tergerus oleh produk ritel yang lebih fast moving and high value,” katanya.

2. Seperti Starbucks

Toko buku ke depan lebih menyerupai Starbucks ketimbang toko buku konvensional. Konsepnya adalah bookstore, ditambah coffee shop, restoran, workspace, event space, dan pusat gaya hidup. “Barnes & Noble menyebutnya retail-tainment, contoh Starbucks, Pos Bloc, dan M Bloc,” ucapnya.

3. Community Hub

Toko buku tak hanya tempat menjual buku, tapi juga tempat diskusi buku, temu penulis dan book signing, festival buku, kelas atau workshop penulisan, baca puisi. Seperti contoh TIM dan Perpusnas.

4. Niche Bookstore

Toko buku ke depan juga akan going niche menjadi toko buku berspesialisasi dengan topik-topik buku spesifik seperti sastra, musik, anak, kuliner, arsitektur, film, sains, dan lainnya. Dengan inventori terbatas, tempatnya pun mengecil dan konsepnya menjadi ‘toko buku tujuan.’

5. Immersive Bookstore

Ke depan toko buku akan canggih dengan menjadi digital ditambah immersive. Toko buku dengan memasukkan teknologi canggih seperti augmented reality, virtual reality, AI untuk personalized experience, bahkan metaverse.

Dilansir dari Kemendikbud Ristek Teknologi imersif merupakan sebuah teknologi informasi, di mana seluruh dinding dan lantai di sebuah ruangan diproyeksikan gambar bergerak yang dilengkapi dengan tata suara, sehingga pengunjung dapat merasakan pengalaman yang unik dan menarik.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved