Management

Wanita Perkasa di Gelanggang Semikonduktor

Wanita Perkasa di Gelanggang Semikonduktor

Nasib buruk perusahaan legendaris ini sukses dilipatnya. Inilah kisah comeback yang luar biasa, seorang CEO wanita pemberani, dan pertaruhan baru untuk kecerdasan buatan.

Lisa Su, CEO AMD.

Jika seseorang membeli saham Advanced Micro Devices (AMD) lima tahun lalu, kini dia layak tersenyum. Pada 5 Oktober 2018, harga sahamnya sebesar US$ 27,35. Per 29 September 2023, posisinya melompat ke US$ 102,82. AMD secara konsisten telah melebihi kinerja pasar selama lima tahun terakhir, dengan tingkat pertumbuhan tahunan yang mengesankan, 20,83%, menghasilkan rata-rata pengembalian tahunan sebesar 28,92%.

Pendapatannya juga terus melejit selama tiga tahun terakhir. Pada 2022, revenue-nya mencapai US$ 23,6 miliar, naik 43,61% dibandingkan 2021 (US$ 16,4 miliar). Sementara pada 2020, sebesar US$ 9,8 miliar, naik 45,05% dari 2019 (US$ 6,7 miliar). Adapun pada 2018 hanya US$ 6,5 miliar. Apa yang mereka raih melampaui tingkat pertumbuhan pendapatan rata-rata industri semikonduktor yang sebesar 31,4% per tahun.

Situasi ini sungguh terbalik dibandingkan satu dekade sebelumnya. Kurun 2010-2013 merupakan mimpi buruk. Tahun 2013, penjualan sebesar US$ 5,3 miliar, menurun dari US$ 5,4 miliar (2012), US$ 6,6 miliar (2011), dan US$ 6,5 miliar (2010). Tahun 2013, ruginya mencapai US$ 83 juta.

Kinerja AMD bagai langit dan bumi dibandingkan pesaing abadinya: Intel. Di tahun 2013, pendapatan Intel mencapai US$ 52,7 miliar, dengan laba bersih US$ 9,6 miliar.

Adalah Lisa Su yang disebut-sebut berada di balik lompatan kinerja yang luar biasa tersebut. Berkacamata, berambut pendek, murah senyum, Lisa kini menjadi sosok banjir pujian. Siapa dia sebenarnya?

Pada Oktober 2014, ketika Lisa mengambil alih tampuk kepemimpinan AMD dari Rory Read, kondisi perusahaan memang tidak sedang baik-baik saja. Produsen cip tersebut terpuruk sangat dalam. Mereka telah mem-PHK-kan sekitar seperempat stafnya dan harga sahamnya berada di posisi US$ 2 –dan di ujung 2014, nantinya kerugian meningkat ke posisi minus US$ 403 juta.

Keraguan merebak saat perempuan kelahiran Taiwan, 1969, ini duduk di kursi puncak AMD. Maklum, dia baru bergabung pada 2012, memegang posisi Senior VP untuk unit bisnis global, dan kemudian menjadi COO. Dalam sejarah AMD yang terentang sejak 1969 (tahun kelahiran Lisa), inilah pertama kali seorang perempuan duduk di singgasananya. Semikonduktor sering diidentikkan dengan kaum adam.

Sekalipun diragukan, Lisa tak ambil pusing. Dalam wawancara pertamanya setelah menjadi CEO, dia menjelaskan langkah-langkahnya. “Saya telah bekerja di perusahaan ini selama hampir tiga tahun. Saya sangat mengenalnya. Kami selalu mengatakan bahwa ini adalah transformasi multitahap. Dua tahap pertama difokuskan pada mereset dan merestrukturisasi perusahaan. Tahap ketiga, fokusnya adalah pada teknologi serta investasi dalam teknologi,” katanya (venturebeat.com)

Bagi Lisa, dunia semikonduktor bukan hal asing. Dia telah menjelajah di Texas Instrument, IBM, dan Freescale Semiconductor. Selama di IBM, dia bahkan dikenal karena mengembangkan teknologi manufaktur semikonduktor silicon-on-isolator dan cip semikonduktor yang efisien saat menjadi VP Semiconductor Research and Development Center.

Bahkan, dirunut ke belakang, Lisa sangat menyenangi sains dan teknologi sejak usia sangat dini. Lahir di Taiwan, usianya baru dua tahun ketika orang tuanya membawanya ke Amerika Serikar. “Saat saya masa pertumbuhan (masa kanak), ayah sering mengajak saya belajar tabel matematika di meja makan. Jadi, itu cara saya pertama kali tertarik pada matematika,” dia bercerita. Ayahnya seorang matematikawan, dan ibunya akuntan.

Dia juga mengaku suka sekali membongkar barang ketika usia belia. “Saudara laki-laki saya punya mobil mainan remote control, dan tiba-tiba berhenti berfungsi. Saya bertanya-tanya, mengapa berhenti berfungsi? Saya lalu membukanya, mencoba melihat apa yang terjadi. Rupanya ada kawat yang lepas, dan kami bisa memperbaikinya, membuatnya kembali berfungsi,” katanya.

Bersekolah di Bronx High School of Science di New York membuat minat Lisa pada sains makin menjadi-jadi. Di sini dia dikelilingi orang-orang yang menyukai matematika, sains, serta teknologi. Dan, minat itulah yang mengantarnya masuk ke MIT di tahun 1986 yang kemudian membuatnya jatuh cinta pada dunia semikonduktor. “Saya melihat bagaimana cara membuat cip. Itu sangat keren.” Apanya yang keren?

“Saya suka gagasan bahwa Anda benar-benar dapat membuat sesuatu yang berfungsi. Anda tahu, semua transistor ini, semua hal kecil ini, benar-benar dapat Anda susun dalam sebuah cip,” katanya. Tumbuh sebagai saintis, Lisa pun akhirnya menerima gelar Ph.D di bidang teknik elektro dari MIT pada 1994.

Setelah singgah singkat di Texas Instruments, pada 1995 dia dipekerjakan sebagai staf peneliti di IBM. Di sini dia membantu merancang cip yang berjalan 20% lebih cepat dengan menggunakan semikonduktor bersusunan tembaga daripada aluminium tradisional.

Pimpinan IBM segera melihat bakatnya. Pada 1999, setahun setelah peluncuran teknologi tembaga, CEO IBM saat itu, Lou Gerstner, memilih Lisa sebagai asisten teknisnya. Dalam wawancara pertama dengan Forbes setelah 20 tahun lengser dari kursi nomor wahid IBM, Gerstner memberi tahu bahwa awalnya dia khawatir Lisa terlalu junior untuk pekerjaan tersebut. Namun, keragu-raguannya segera sirna. “Dia justru terbukti menjadi salah satu karyawan paling luar biasa yang bekerja di kantorku,” katanya (Forbes, 31 Mei 2023).

Mendampingi Gerstner membuat Lisa mendapat banyak pengalaman berharga. Dia menyaksikan bagaimana IBM berunding dan menandatangani kesepakatan bersama dengan Sony dan Toshiba pada 2001 untuk menggandeng cip mereka ke dalam PlayStation 3 milik Sony.

Awalnya, Lisa kadang-kadang khawatir bahwa dia tidak memiliki kualifikasi untuk duduk di meja yang dipenuhi para pebisnis kaliber berat seperti Gerstner. Namun, dia segera menyadari bahwa penguasaan teknis yang telah dia pelajari memberinya keunggulan tersendiri.

Akhir 2011, Nick Donofrio, saat itu seorang anggota dewan AMD yang pernah bertemu dengan Lisa di IBM, menghubunginya. Saat itu Lisa menjabat Senior VP di Freescale, produsen cip di Austin yang sekarang menjadi bagian dari NXP Semiconductors. Keduanya bertemu makan malam, dan Nick memberikan tawarannya: kesempatan bukan hanya untuk peningkatan gaji, tetapi juga mengubah dan berinovasi.

Beberapa hari kemudian, Lisa menerima peran sebagai Senior VP untuk unit bisnis global AMD. Dan, dua tahun setelah itu, dia pun menjadi CEO wanita pertama di perusahaan semikonduktor legendaris yang sedang merana ini.

Ketika Lisa dipromosikan menduduki jabatan puncak pada 2014, AMD dalam kabut pekat. Analis menyebut perusahaan tersebut “tidak bisa diinvestasikan” (uninvestable) dengan utang sebesar US$ 2,2 miliar. Beberapa aset berharganya juga sudah dijual untuk dipisah-pisahkan. Pabrik produksinya di mana cip dibuat, dipisahkan pada tahun 2009. Bahkan, AMD harus menjual kampus korporatnya, di Austin, Texas, pada tahun 2013.

Yang lebih mengkhawatirkan, AMD tengah berjuang untuk melaksanakan sederet rencana yang waktunya molor. Mereka tidak bisa memenuhi tenggat waktu produk.

Sementara itu, pesaing utamanya, Intel, justru terus menjulang. Intel mendominasi semuanya, kecuali pasar laptop dengan harga murah yang cipnya dipasok pabrikan lain. “Teknologi kami tidak kompetitif pada saat itu,” Lisa mengakui.

Hubungan Intel dan AMD seperti anjing dan kucing. Mereka saling intai. Di antara sederet pertarungan di jagat bisnis, kisah keduanya merupakan persaingan legendaris.

Santa Clara, Silicon Valley, Juli 1968. Inilah awal semuanya. Sekelompok kecil insinyur, dimotori Gordon Moore dan Robert Noyce, mendirikan Intel (INTegrated ELectronics), sebuah startup yang didedikasikan untuk membuat cip, otaknya komputer.

Belakangan, 20 menit ke arah bawah jalan dari kantor Intel, sekitar 10 bulan kemudian, sejumlah insinyur Fairchild Semiconductor, dipimpin Jerry Sanders, mendirikan AMD.

Setelah itu, mereka pun bersaing sengit. Namun, AMD tampak muncul sebagai semacam peniru Intel, atau perusahaan yang membuat alternatif untuk cip Intel, dengan harga yang lebih murah.

Intel terus melaju. Produk-produknya merajai dunia semikonduktor. Mereka sukses menggabungkan pemasaran yang baik dan menciptakan beberapa teknologi terbaik di dunia untuk menjadi kekuatan besar yang sulit ditumbangkan.

Pada 1997, cip Intel menjadi otak 84% komputer di dunia. Intel memiliki nilai penjualan 10 kali lipat AMD serta kapasitas manufaktur enam kali lipat. Dan pada tahun 2014, seperti disinggung di atas, AMD dalam kondisi sakit berat ketika Intel makin kokoh. Siapa tak kenal slogan “Intel Inside”?

Kembali ke Lisa. Di hari kedua sebagai CEO, dia berbicara di telepon dalam pertemuan dengan semua karyawan AMD yang sedang muram: “Saya percaya bahwa kita dapat membangun yang terbaik,” katanya penuh semangat.

Kemudian, dia menetapkan tiga pilar untuk memperbaiki AMD, yaitu menciptakan produk hebat, meningkatkan kepercayaan pelanggan, dan menyederhanakan perusahaan. “Tiga hal itu saja, agar tetap simpel. Karena, jika itu jumlahnya lima atau sepuluh (pilar), itu sulit,” dia mengenang apa yang diutarakannya.

Lisa lalu memfokus ulang para insinyurnya untuk membuat cip yang dapat mengalahkan Intel. “Insinyur (itu) dimotivasi oleh produk, dan saya suka menjaga mereka tetap berada di depan dan tengah,” katanya.

Sebagai Ph.D dan saintis, dia tahu betul sisi psikologi para engineer-nya. Dia ingin menjadikan mereka yang bekerja keras di laboratorium sebagai garda depan kebangkitan perusahaan. “Pada saat itu, perusahaan tidak berjalan baik, tetapi, ya ampun…, mereka sedang mengerjakan desain yang paling menarik dalam industri ini.”

Keputusannya untuk memprioritaskan arsitektur cip baru, yang disebut Zen, akhirnya terbayar manis saat akhirnya diluncurkan tahun 2017. “Produk itu sangat bagus,” katanya bangga. Dia juga menambahkan bahwa Zen dapat menghitung 50% lebih cepat daripada desain sebelumnya. Yang lebih penting, itu memberi sinyal kepada industri bahwa AMD telah melakukan turnaround.

Faktanya, AMD memang membalik nasib buruknya. Perlahan tapi pasti, penjualan terus meningkat. Bahkan, generasi ketiga Zen yang dirilis tahun 2020 menjadi pemimpin pasar dalam hal kecepatan. Arsitektur Zen sekarang menjadi dasar semua prosesor AMD.

Dengan penuh semangat, Lisa pun berkeliling untuk menjualnya kepada klien-klien, terutama pusat-pusat data. Sebagian besar strateginya ialah menandatangani kesepakatan baru dengan raksasa-raksasa teknologi, yang membutuhkan CPU dalam jumlah besar untuk menggerakkan bisnis komputasi awan mereka yang berkembang pesat.

Selama hidupnya, AMD telah merancang cip untuk komputer, pusat data, dan konsol permainan seperti PS5 serta Xbox. Namun, di bawah kepemimpinan Lisa, AMD didorongnya beralih ke sektor-sektor baru. “Kami juga ada di banyak aplikasi industri, penerbangan, dan pertahanan, juga kesehatan,” ujarnya.

Lisa memang membuat AMD menggerakkan banyak hal. Setelah sebelumnya berkutat untuk komputasi, produk AMD kini makin bercabang. Cip-cipnya ada di dalam Tesla, menara sel 5G, superkomputer tercepat di dunia, bahkan Mars Land Rover (kendaraan yang dirancang khusus untuk melakukan eksplorasi di planet Mars). “Saya (memang) ingin berada di perusahaan yang benar-benar akan bekerja di garis terdepan teknologi,” katanya.

Lisa juga sukses menandatangani kesepakatan dengan produsen laptop seperti Lenovo dan raksasa game Sony, serta Google dan Amazon, yang pusat big data mereka menghasilkan nilai penjualan sebesar US$ 6 miliar.

Pasar pun menyambut gembira peningkatan kinerja AMD. Sampai pada Februari 2023, AMD mengambil posisi Intel dalam nilai pasar di bursa. Market cap-nya mencapai US$ 126,5 miliar, sementara Intel US$ 114,2 miliar.

Wow… sejarah pun tercipta! Inilah pertama kalinya kapitalisasi pasar AMD melampaui Intel, pesaing besar yang selama ini berada di depannya. Sang pendiri perusahaan, Sanders (86 tahun) bukan main gembiranya.

“Saya menelepon semua orang yang saya kenal!” katanya. “Saya sangat gembira. Saya hanya menyesal Andy Grove tidak ada di sekitar sehingga saya bisa mengatakan ‘gotcha!’.” Grove, mantan CEO legendaris Intel, meninggal pada 2016. Sanders dan Grove bersaing.

Ketika awal menjadi CEO AMD, Lisa terbang ke Beverly Hills dan secara pribadi meminta Sanders untuk berbicara kepada timnya. Maksudnya, meminta agar sang pendiri bisa memberikan sepatah-dua patah kata untuk menyemangati mereka yang tengah terpuruk.

Sanders mengaku terharu dengan tawaran itu. Namun, dia menolaknya. “Ini bukan lagi tim saya sekarang. Ini adalah tim Anda,” katanya saat bicara dengan Lisa. Meski demikian, dia juga memberikan tawaran balik: dia akan mengunjungi setelah perusahaan mencapai dua tahun profitabilitas. Pada 2019, bertepatan dengan ulang tahun ke-50 AMD, Sanders memenuhi janji tersebut.

Seiring dengan peningkatan penjualan, kinerja keuangan AMD memang terus membaik. Tahun 2019, mereka mencetak laba bersih US$ 341 juta, naik dari posisi US$ 337 juta di tahun 2018. Tiga tahun sebelumnya kerugian masih mendera: minus US$ 33 juta (2017), minus US$ 498 (2016), dan minus US$ 660 (2015).

Laba bersih yang dipetik ini berlanjut di tahun 2020 (US$ 2,4 miliar), 2021 (US$ 3,2 miliar), dan 2022 (US$ 1,3 miliar). Laba bersih AMD memang masih di bawah Intel (US$ 8 miliar pada 2022). Namun, pendapatan Intel terus menurun 12% menjadi US$ 63,1 miliar selama tiga tahun terakhir (2020-2022).

Comeback-nya AMD sekaligus kemampuannya menyalip kapitalisasi pasar Intel tak ayal menjadi kisah yang heroik. Lisa mengantongi banyak penghargaan dalam industri semikonduktor. Dia juga diangkat menjadi anggota Dewan Penasihat Presiden Joe Biden di bidang Sains dan Teknologi.

Kesuksesan membalik nasib AMD juga membuat kantong Lisa makin tebal. Dia adalah salah satu CEO S&P 500 dengan bayaran tertinggi selama beberapa tahun terakhir (total kompensasinya di tahun 2022 sebesar US$ 30,2 juta). Secara keseluruhan, dia telah mengumpulkan kekayaan sekitar US$ 740 juta (sebagian besar dalam saham AMD), yang menempatkannya di posisi 34 dalam Forbes 2023 America’s Richest Businesswomen.

Namun, layaknya persaingan, Lisa belum bisa bernapas lega. Sementara Intel terus berbenah untuk mendongkrak kembali kinerjanya, di medan yang lain, artificial intelligence (AI), Nvidia tampak tengah berada di puncak permainannya. Selain mampu me-render gambar yang mengagumkan dalam game seperti Cyberpunk 2077, GPU (unit pemrosesan grafis) mereka telah menjadi mesin pilihan bagi perusahaan kecerdasan buatan seperti OpenAI, yang chatbot ChatGPT-nya telah menyenangkan sekaligus mengganggu masyarakat dengan kemampuan menjawab pertanyaan serta menjalankan perintah dengan respons yang sangat rinci dan terdengar manusiawi.

GPU untuk AI adalah medan bisnis yang kini diperebutkan jagoan-jagoan semikonduktor. Tak terkecuali AMD. Ditaksir dalam satu dekade mendatang, potensi keuntungan di sektor ini mencapai US$ 400 miliar. Sejauh ini hanya ada satu yang benar-benar dominan: Nvidia.

“AI identik dengan Nvidia,” kata Glenn O’Donnell, seorang analis Forrester. “Itu sudah sangat mapan, dan AMD harus benar-benar meningkatkan permainannya untuk mengatasi hal itu.”

Saat Lisa memperbarui dan menghidupkan kembali AMD, pendiri dan CEO Nvidia Jensen Huang tengah bekerja keras menjadikan perusahaannya sebagai vendor pilihan untuk daya komputasi kecerdasan buatan. Huang, yang uniknya adalah kerabat jauh Lisa (juga sama-sama lahir di Kota T’ai-nan, Taiwan), melihat ladang emas dalam penjualan cip untuk mendukung alat kecerdasan buatan seperti ChatGPT.

Lisa sendiri berharap dapat menghadapi GPU H100 berbasis AI Nvidia untuk meningkatkan posisi AMD. Di bawah kepemimpinannya, pengeluaran R&D AMD telah meningkat hampir empat kali lipat, menjadi US$ 5 miliar. Sebuah superkomputer baru di Oak Ridge National Laboratory di Tennessee merupakan proyek besar Lisa. Mesin revolusioner ini dibangun untuk memiliki kekuatan pemrosesan setidaknya satu kuintiliun perhitungan per detik dan menjadi percontohan untuk cip AI AMD. Dia juga memberikan kejutan: Cip MI300, yang menggabungkan CPU dengan GPU dalam upaya menyaingi supercip Nvidia.

Masih dalam upaya melawan Nvidia, Lisa juga menempuh jalan akuisisi, seperti pengambilalihan Xilinx senilai US$ 48,8 miliar pada tahun 2022. Xilinx adalah perusahaan yang membuat prosesor yang dapat diprogram untuk mempercepat tugas seperti kompresi video. Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, Victor Peng, mantan CEO Xilinx, menjadi Presiden AMD sekaligus pemimpin strategi AI.

Menariknya, Lisa juga berhadapan dengan pelanggannya. Sejumlah pelanggan AMD mulai mengembangkan cip mereka sendiri, sebuah langkah yang dirancang untuk mengurangi ketergantungan pada raksasa semikonduktor seperti AMD. Amazon memiliki prosesor Graviton untuk AWS. Google merancang cip kecerdasan buatan sendiri yang diberi nama Tensor Processing Units untuk membantu membaca nama-nama tanda yang diambil oleh kamera Street View keliling dan memberikan daya penggerak di balik chatbot. Bahkan, John Deere juga akan merilis cip sendiri untuk traktor otonom buatannya.

Ini merupakan tantangan yang tidak kecil. Namun, Lisa jelas saja tak gentar. Dia tak khawatir pelanggan-pelanggannya suatu hari nanti bisa menjadi pesaing.

“(Langkah mereka) Itu wajar,” ujarnya. Setiap perusahaan pastinya ingin membangun komponen mereka sendiri saat mencari efisiensi dalam operasi bisnisnya. Namun, dia berpikir mereka hanya dapat melakukan sejauh ini tanpa keahlian teknis yang telah dibangun AMD selama beberapa dekade. “Saya pikir tidak mungkin salah satu dari pelanggan kami akan mencoba mereplikasi seluruh ekosistem itu,” katanya penuh keyakinan.

Dia sendiri masih tertarik dengan pertaruhan semacam untuk AI. “Anda benar-benar harus melakukan taruhan besar dan melihat masa depan. Apa yang akan terjadi selama tiga hingga lima tahun ke depan? Apa yang akan berubah?” katanya.

Menurutnya, AMD harus mampu menangkap peluang-peluang yang ada dengan menghadirkan teknologi yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain ke pasar. Tak ada cara lain. “Saya pikir ini adalah kesempatan bagi kami untuk menulis bab berikutnya dari cerita pertumbuhan AMD,” kata Lisa kepada Fortune dalam wawancara pertengahan September 2023 dengan penuh optimisme.

Apakah benar nanti Lisa bisa menyalip Nvidia, akan sangat menarik untuk menantikannya. Pastinya, satu dekade ini dia telah menulis epik yang indah dalam gelanggang semikonduktor. (*)

Teguh S. Pambudi

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved