Column

Hidup dalam Era Baru: Artificial Intelligence

Hidup dalam Era Baru: Artificial Intelligence
Ilustrasi Artificial Intelligence (Foto istimewa)

Perkembangan artificial intelligence (AI) yang dimulai dari konsep sederhana tentang mesin yang dapat meniru kecerdasan manusia, tapi dengan perkembangan kemajuan teknologi yang dramatis, telah memungkinkan mesin untuk belajar dan membuat keputusan berdasarkan apa yang sebelumnya telah dipelajari mesin.

Karenanya, AI telah mengubah berbagai aspek kehidupan kita, mulai dari cara kita belajar, bekerja, berinteraksi, bahkan hingga cara kita beribadah. Atau dengan kata lain yang lebih sederhana, AI sudah mengubah cara kita hidup secara mendasar.

AI tidak hanya meredefinisi interaksi manusia dengan teknologi tetapi juga cara kita mentransformasi hubungan satu sama lain. Meski beberapa orang merasa khawatir akan kemungkinan AI menggantikan peran manusia, banyak pula yang menyambut hangat kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan oleh AI.

AI membantu menyediakan pengalaman belajar yang lebih personal dan interaktif. Sistem pendidikan yang didukung AI, misalnya, dapat mengidentifikasi kebutuhan belajar individu dan menyesuaikan materi pembelajaran dengan kecepatan dan gaya belajar setiap siswa. Di tempat kerja, AI mengautomasi tugas-tugas rutin, memungkinkan karyawan untuk fokus pada pekerjaan yang memerlukan kreativitas dan pemikiran kritis.

Namun, integrasi AI yang cepat juga menimbulkan kekhawatiran. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi AI menggantikan pekerjaan manusia, yang dapat menyebabkan masalah ekonomi dan sosial. Selain itu, terdapat pertanyaan etis tentang sejauh mana kita mengandalkan mesin dalam keputusan penting, terutama yang berkaitan dengan kehidupan manusia.

Untuk menyikapi perubahan yang dibawa oleh AI, kita perlu memiliki strategi, yang saya ringkas dengan akronim SIAP: Sensitif, Inovatif, Adaptif, dan Proaktif.

Kesatu, Sensitif. Kita perlu sensitif terhadap perkembangan AI dan dampaknya terhadap berbagai aspek kehidupan. Hal ini meliputi memahami perubahan di tempat yang kita yakini akan terdampak besar dan kritikal bagi kehidupan kita secara personal. Sensitivitas ini juga berarti mengenali kekhawatiran yang muncul akibat integrasi AI dan mencari solusi untuk mengatasinya.

Misalnya, bagi yang bergerak dalam bidang kesehatan, AI telah digunakan untuk mengembangkan platform pemantauan kesehatan mental, yang dapat mendeteksi tanda-tanda peringatan dini dari stres atau depresi melalui analisis pola bicara dan teks. Contohnya, aplikasi seperti Woebot menggunakan AI untuk menyediakan terapi percakapan, memberikan dukungan emosional kepada pengguna yang mungkin mengalami kesulitan kesehatan mental. Ini menunjukkan kepekaan terhadap isu kesejahteraan mental dan memberikan solusi inovatif.

Kedua, Inovatif. Inovasi tidak hanya tugas para pengembang AI, tetapi juga penggunanya. Kita perlu berpikir secara inovatif tentang cara memanfaatkan AI untuk meningkatkan efisiensi kerja, proses belajar, dan bahkan cara kita hidup sehari-hari.

Dalam bidang pendidikan, misalnya, AI telah memungkinkan pengembangan platform edukasi yang dapat disesuaikan, seperti Khan Academy dan Coursera yang menggunakan algoritma untuk menyesuaikan materi pembelajaran dengan kebutuhan dan kemajuan belajar setiap individu. Ini tidak hanya membuat pembelajaran menjadi lebih efektif, tetapi juga meningkatkan keterlibatan siswa dengan menyediakan konten yang relevan dengan kecepatan mereka sendiri.

Ketiga, Adaptif. Adaptasi merupakan kunci dalam era AI. Kita perlu mengadaptasi keterampilan dan pengetahuan kita agar tetap relevan dengan perubahan yang terjadi. Ini mungkin berarti belajar keterampilan baru atau meningkatkan keterampilan yang ada agar dapat bekerja berdampingan dengan AI.

Di sektor manufaktur, misalnya, banyak industri yang telah merangkul robotika dan AI tidak hanya mengautomasi tugas-tugas, tetapi juga membuat sistem yang dapat beradaptasi dengan perubahan dalam permintaan produksi. Perusahaan seperti Tesla dan BYD yang sedang viral, menggunakan robot yang dilengkapi dengan AI untuk meningkatkan fleksibilitas dan efisiensi dalam lini produksi mobil mereka. Ini memungkinkan perusahaan cepat beradaptasi dengan tren baru dan permintaan konsumen yang berubah.

Keempat, Proaktif. Sikap proaktif berarti tidak hanya merespons perubahan, tetapi juga aktif mencari cara untuk memanfaatkan AI secara etis dan bertanggung jawab. Ini termasuk mengadvokasi penggunaan AI yang bertanggung jawab dan berkelanjutan serta memastikan bahwa pengembangan AI memperhatikan keadilan dan inklusivitas.

Di era perubahan iklim, khususnya di lingkungan hidup, AI telah digunakan untuk proyek konservasi lingkungan, seperti menggunakan algoritma untuk memantau perubahan iklim dan kehilangan habitat. Microsoft's AI for Earth memberikan dana dan sumber daya kepada proyek-proyek yang menggunakan AI untuk mengatasi masalah lingkungan. Dengan memanfaatkan data besar dan pembelajaran mesin, inisiatif ini dapat memprediksi dan mencegah dampak negatif terhadap lingkungan, menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan dan perlindungan planet kita.

AI telah dan akan terus mengubah cara kita belajar, bekerja, dan hidup dalam keseharian. Dengan memanfaatkan kecerdasan buatan secara sensitif, inovatif, adaptif, dan proaktif, kita dapat mengarahkan perkembangan teknologi ini untuk kemajuan yang berkelanjutan dan inklusif. (*)

Paulus Bambang WS


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved