Management

Kemelut 23andMe

Kemelut 23andMe
Anne Wojcicki, CEO 23andMe. Courtesy 23andMe.

Kelemahan model bisnis, lambannya penelitian, dan ketakutan pada privasi data telah membuat perusahaan yang sempat menjulang itu kini tengah di ujung tanduk. Sebuah pelajaran yang mahal.

Tahun 2006. Anne Wojcicki bersama Linda Avey dan Paul Cusenza mengarungi samudra pemikiran hingga akhirnya menemukan sebuah pulau gagasan yang belum pernah terjamah: ludah ‒ya, tetes air liur yang sering kita abaikan‒ berpotensi sebagai kunci yang dapat membuka banyak pintu rahasia dalam dunia layanan kesehatan.

Mungkin terdengar seperti lelucon bagi sebagian orang, tapi tidak bagi Wojcicki dan rekan-rekannya. Mereka memberi nama pada inisiatif mereka “23andMe”, sebagai bentuk penghormatan terhadap 23 pasang kromosom yang mengatur tarian kehidupan di dalam setiap sel manusia ‒dari menentukan warna mata, membentuk senyum, hingga memprediksi risiko penyakit yang mungkin mengancam.

Inilah awal mula perjalanan mereka dalam menyediakan layanan tes DNA yang unik: dimulai dengan mengumpulkan sampel air liur dari pelanggan, kemudian mengirimkannya ke laboratorium di mana sains dan teknologi berpadu, untuk selanjutnya dianalisis guna mengungkap informasi genetik yang tersembunyi di balik setiap sampel tersebut.

Dengan hanya sebuah kit pengumpul air liur yang mereka tawarkan, pelanggan pun dihadapkan pada jendela baru yang memperlihatkan pemandangan luas ke dalam diri mereka. Lembaran hasil tes dari air liur itu bukan sekadar kertas, melainkan peta harta karun yang membeberkan asal-usul keturunan, dari akar etnis hingga geografis, menelusuri jalur pembawaan genetik untuk berbagai kondisi kesehatan, respons terhadap jenis-jenis obat, bahkan ciri-ciri fisik yang mendefinisikan uniknya setiap individu.

Saat diluncurkan, dengan semangat yang berkobar seperti api unggun di malam yang dingin, Wojcicki berjanji, tes DNA rumahan dari 23andMe yang mereka pasarkan ‒dengan harga terjangkau dan akses yang mudah‒ akan memungkinkan setiap orang untuk menjelajahi labirin genetiknya, mengambil kendali atas kesehatan pribadi, dan pada suatu hari, merasakan manfaat langsung dari obat-obatan yang lahir dari penelitian genetik yang akan dilakukan 23andMe.

Booom.... siapa sangka, layanan ini laku keras! Ide yang pada awalnya mungkin terdengar seperti petualangan fiksi ilmiah ini, tumbuh menjadi sebuah revolusi, mengubah cara manusia memandang serta mengelola kesehatan diri. 23andMe memberikan peta dan kompas untuk mengarungi lautan genetika yang luas, menemukan daratan baru tentang diri manusia yang tidak pernah diketahui sebelumnya.

Sejatinya, ide Wojcicki tidak berdiri sendirian. Sergey Brin, salah seorang pendiri Google, berada di balik mereka saat Wojcicki menggodok gagasan tersebut. “Sergey mengatakan, 'Ciptakan sesuatu dalam tiga bulan dan luncurkan’,” kata Wojcicki. “Kami pikir itu akan sangat cepat,” tambahnya. Pada kenyataannya, proyek tersebut membutuhkan waktu lebih dari 18 bulan dari konsepsi hingga peluncuran.

Wojcicki memang cukup akrab dengan Brin. Maklum, Brin memulai Google pada tahun 1998 di sebuah garasi milik Susan Wojcicki, saudara perempuan Anne Wojcicki, yang kemudian akan menjadi CEO YouTube. Antara Brin dan Wojcicki bahkan kelak terjalin kisah asmara. Mereka menikah di tahun 2007, tapi akhirnya berpisah di tahun 2015.

Didukung Brin, 23andMe terus menorehkan cerita sukses yang memukau. 23andMe berhasil memangkas harga kit pengujian DNA mereka dari US$ 999 menjadi hanya US$ 99 dalam kurun 2006-2012.

Langkah tersebut, seperti fajar yang menyingsing, membuka jalan bagi banyak orang untuk menjelajahi misteri genetik mereka. Dan, ketika Food and Drug Administration (FDA) memberikan restu bagi 23andMe pada tahun 2015 untuk memberikan informasi kesehatan berdasarkan DNA, layanan mereka pun semakin meroket, layaknya burung Phoenix yang terbang tinggi di langit pengetahuan dan inovasi.

Dengan momentum yang bertiup kencang, valuasi 23andMe meroket hingga mencapai US$ 6 miliar pada tahun 2021, membawa Wojcicki berlayar ke pantai kemakmuran sebagai miliarder mandiri. Dia sendiri adalah sosok sentral di 23andMe setelah Paul Cusenza meninggalkan perusahaan pada 2007, disusul Linda Avey pada 2009. Keduanya pindah ke perusahaan lain.

Pada tahun yang sama (2021), pamor 23andMe makin melejit ketika perusahaan ini mengarungi lautan luas menuju pesisir baru, menjadi perusahaan publik melalui Special Purpose Acquisition Company (SPAC), berkolaborasi dengan Virgin Group yang dimiliki Richard Branson, seorang pebisnis papan atas.

Jika ada yang bertanya, “Mengapa 23andMe sukses?”, jawabannya tak bisa dilepaskan dari keingintahuan mendalam orang Amerika tentang akar dan silsilah mereka, sebuah penjelajahan kembali ke asal-usul yang sering tersimpan rapat dalam gulungan DNA. Dengan peta genetik sebagai panduan, 23andMe mulai merintis pembuatan obat-obatan berbasis hasil tes DNA, sebuah perjalanan panjang yang telah lama dicanangkan oleh Wojcicki.

`Visi tersebut, bak benih yang ditanam dalam tanah yang subur, bertujuan untuk membawa harapan dan solusi bagi banyak penyakit yang sebelumnya dianggap tak terpecahkan. “23andMe memulai revolusi,” ujar Wojcicki.

Namun, tak semua cerita berakhir di puncak kejayaan; sering gelombang tantangan datang mengempas. Begitulah yang terjadi pada perjalanan 23andMe. Gelisah akan privasi data mulai merasuki pikiran para pelanggan, memperlambat roda penjualan yang semula berputar cepat.

Photo Getty Images/Wired.com

Di samping itu, terdapat sebuah kelemahan yang mendasar pada model bisnis 23andMe itu sendiri: sebuah tes DNA yang sifatnya sekali pakai. Ya, konsumen hanya perlu melakukan tes sekali sehingga tidak terjadi pembelian berulang. Tidak terjadi repeat order!

Dihadapkan pada realitas yang tak terelakkan, Wojcicki, dengan kecerdasan yang telah terasah, mengambil langkah strategis. Dia memperkenalkan 23andMe Plus, sebuah inovasi platform berlangganan yang tak hanya menawarkan tes DNA, melainkan juga saran kesehatan bagi pelanggan, yang terus diperbarui berdasarkan hasil tes DNA. Namun, apakah langkah itu cukup?

Tidak sama sekali. Tantangan yang dihadapi Wojcicki ternyata lebih rumit dari sekadar memperlambat laju penjualan. Inti permasalahan terletak pada laju penelitian yang belum bisa berjalan seiring dengan ambisi besar yang diusungnya. Wojcicki, yang alumnus Biologi Universitas Yale, memendam aspirasi luhur untuk mengutilisasi informasi genetik dalam menghadirkan revolusi layanan kesehatan di Amerika Serikat, sekaligus mengukir namanya sebagai salah satu ikon di Silicon Valley.

Faktanya, jalan menuju mimpi itu tidaklah semulus harapan. Kapasitas penelitian yang dimiliki 23andMe belum mampu mengimbangi ambisi besar Wojcicki. Dan, tantangan semakin berat dengan langkah ekspansi yang telah diambil sebelumnya.

Ya, memanfaatkan dana yang ada, Wojcicki telah memimpin 23andMe dalam serangkaian investasi strategis, termasuk akuisisi Lemonade Health senilai Rp 6 triliun dan kemitraan dengan GSK untuk memanfaatkan database genetik besar yang dimiliki 23andMe dalam upaya memajukan penelitian dan pengembangan obat baru.

Langkah ini memang strategis. Akan tetapi, langkah ini juga meningkatkan beban biaya operasional secara signifikan. Akhir tahun fiskal 2023, 23andMe menghadapi kenyataan pahit dengan kerugian mencapai US$ 312 juta, disertai dengan penurunan penjualan dan pendanaan yang semakin menipis. Inilah cerminan dari perjalanan yang penuh dengan dinamika; sebuah perjalanan di mana kecerdasan, inovasi, dan mimpi besar bertemu dengan realitas tantangan yang tak terduga, menguji ketangguhan dan ketahanan dalam mengarungi lautan bisnis yang penuh gejolak.

Di tengah hiruk-pikuk pasar modal yang tak pernah berhenti berbisik, kinerja 23andMe yang semakin terpuruk itu membuat para investor mulai mengambil langkah mundur. Lembar saham perusahaan yang pernah berada di puncak kejayaan dengan harga US$ 16 per lembar pada 5 Februari 2021, terjun bebas. Kini hanya bertengger di angka US$ 0,4 per 20 Maret 2024. Sebuah penurunan yang bukan hanya membuat kantong investor merana, tapi juga memusingkan kepala Wojcicki.

Di pertengahan tahun 2023, dalam sebuah langkah yang penuh dengan keberanian tapi terasa pahit, Wojcicki terpaksa memangkas setengah dari tim pengembangannya. Namun, langkah drastis itu tampaknya masih belum cukup untuk mengatasi badai kerugian yang terus mendera.

Sekarang, Wojcicki berdiri di persimpangan, harus menemukan dana segar untuk bertahan, atau menyerah pada kerasnya gelombang kebangkrutan. Dia juga tengah mempertimbangkan opsi untuk memisahkan lini bisnis konsumen dan pengembangan obatnya, sebuah keputusan yang bisa membawa dampak signifikan pada masa depan perusahaan.

Meskipun terjebak dalam pusaran kemelut, semangat Wojcicki untuk terus berjuang tak pernah padam. Kabar angin yang berembus membawa titik terang: salah satu obat yang sedang dikembangkan oleh 23andMe menunjukkan tanda-tanda efektivitas. Harapan ini, seperti cahaya di ujung terowongan, mungkin saja menjadi kunci untuk membuka pintu penggalangan dana baru, memberikan kesempatan bagi 23andMe untuk meraih kembali momentum yang sempat hilang.

Hal lain, pada 6 Maret 2024, 23andMe meluncurkan tiga laporan genetik baru untuk anggota 23andMe PLus tentang kanker payudara, kanker kolorektal, dan kanker prostat. Berbasis skor risiko poligenik (PRS) yang dikembangkan dari database penelitian mereka, laporan ini memprediksi kemungkinan pengembangan kanker berdasarkan analisis ribuan varian genetik. Penelitian terkini menunjukkan peningkatan signifikan kasus kanker pada individu di bawah 50 tahun, dengan kanker payudara dan kolorektal menjadi yang teratas.

Wakil Presiden Kesehatan Genomik 23andMe, Noura Abul-Husn, menekankan pentingnya laporan ini dalam integrasi genetika ke dalam layanan kesehatan dan pencegahan penyakit. Laporan tersebut, yang dikembangkan oleh tim ilmuwan dan ahli klinis 23andMe, menawarkan wawasan penting untuk perencanaan pencegahan penyakit bersama penyedia layanan kesehatan. Kini, 23andMe menyediakan lebih dari 40 laporan PRS, memanfaatkan pembelajaran mesin untuk menganalisis varian genetik dan memberikan prediksi penyakit yang akurat.

Wojcicki memang pantang menyerah. Namun, konsumen dan investor pastinya punya pandangan sendiri.

Jika harapan kebangkitan itu tak kunjung menjadi kenyataan, penghargaan bergengsi Invention of the Year yang dianugerahkan oleh Majalah TIME pada tahun 2008 kepada 23andMe bisa jadi hanya akan menjadi bagian dari kenangan. Penghargaan itu sendiri adalah pengakuan atas inovasi 23andMe dalam menyediakan layanan tes DNA langsung ke konsumen, sebuah ide yang pada masanya merupakan sebuah terobosan monumental di bidang genetika dan bioteknologi. (*)

Teguh Sri Pambudi


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved