9 Rekomendasi Strategis, Pemerintahan Prabowo–Gibran di Bidang Transisi Energi dari ETP Forum

ETP Forum kembali merilis laporan tahunan berisi capaian, tantangan, dan sembilan rekomendasi kebijakan untuk memperkuat arah transisi energi di tahun kedua pemerintahan Prabowo–Gibran. (Foto:Darandono/SWA)

Setahun sejak dilantiknya Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, arah kebijakan energi Indonesia memasuki babak krusial. Di tengah sorotan global terhadap komitmen iklim, performa Indonesia dalam mempercepat transisi menuju energi bersih masih menunjukkan kontradiksi, ambisi besar di panggung dunia, namun langkah di dalam negeri masih tertatih.

Dari KTT G20 Brasil 2024 hingga COP30 Brasil 2025, berbagai janji pengurangan emisi dan investasi energi hijau telah digaungkan. Namun implementasi di lapangan masih menghadapi tantangan klasik. dari kebijakan subsidi yang belum tepat sasaran, stagnasi investasi energi bersih, hingga lemahnya koordinasi lintas kementerian pasca-restrukturisasi kelembagaan.

Menyikapi hal itu, Energy Transition Policy Development Forum (ETP Forum), kolaborasi lembaga lintas negara yang terdiri dari Climateworks Centre, CPD, IESR, IISD, IRID, dan Purnomo Yusgiantoro Center (PYC), kembali merilis laporan tahunan berisi capaian, tantangan, dan sembilan rekomendasi kebijakan untuk memperkuat arah transisi energi di tahun kedua pemerintahan Prabowo–Gibran.

Menurut Fabby Tumiwa, Chief Executive Officer Institute for Essential Services Reform (IESR), Indonesia perlu memperbarui target dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) agar sejalan dengan visi Presiden Prabowo menuju 100% energi terbarukan pada 2040 atau lebih cepat.

Fabby menekankan pentingnya investasi riset dan pengembangan teknologi bersih, seperti baterai untuk transportasi publik, hidrogen hijau, dan amonia, untuk mempercepat adopsi energi bersih dan mempertahankan daya saing industri nasional.

Zacky Ambadar, Lead Electric Mobility and Indonesia Energy International Institute for Sustainable Development (IISD) menambahkan transisi energi harus berlandaskan pada tata kelola lingkungan, sosial, dan pemerintahan (ESG) yang kuat, agar hilirisasi mineral kritis tidak merusak lingkungan dan tetap memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal.

Diakui Zacky pentingnya mengintegrasikan prinsip Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) serta Just Transition Framework untuk memastikan perlindungan pekerja dan kelompok rentan dalam proses transisi energi nasional.

Data menunjukkan sinyal kemajuan, meski belum signifikan. Hingga semester pertama 2025, bauran energi terbarukan Indonesia naik menjadi 16%, dengan tambahan kapasitas pembangkit energi bersih mencapai 876,5 MW, atau meningkat 15% dari tahun sebelumnya.

Namun angka tersebut masih jauh dari jalur yang dibutuhkan untuk memenuhi target Persetujuan Paris.

Di sisi lain, pemerintah telah mengalokasikan Rp402,4 triliun dari APBN 2026 untuk ketahanan energi, dengan Rp37,5 triliun dialokasikan bagi pengembangan energi terbarukan. Sayangnya, proporsi ini masih kalah besar dibandingkan porsi untuk subsidi energi berbasis komoditas.

Menurut Kuki Soejachmoen, Direktur Eksekutif Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID),

komitmen ambisius yang telah disampaikan di berbagai forum internasional belum sepenuhnya tercermin dalam arah kebijakan nasional sepanjang tahun pertama pemerintahan saat ini.

ETP Forum merangkum arah perbaikan dalam empat klaster kebijakan utama:

1. Reformasi Subsidi dan Akses Energi di Daerah 3T

  • Alihkan subsidi komoditas ke subsidi langsung berbasis penerima manfaat dengan memanfaatkan Data Tunggal Subsidi Energi Nasional (DTSEN).
  • Gunakan penghematan subsidi untuk investasi jaringan listrik mikro dan off-grid berbasis komunitas di wilayah Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal (3T).

2. Tata Kelola dan Regulasi

  • Pisahkan peran regulator dan operator bisnis energi untuk menciptakan transparansi dan menarik kepercayaan investor.
  • Bentuk Satuan Tugas Transisi Energi di bawah Presiden, dengan dasar hukum yang kuat agar koordinasi lintas lembaga tidak tumpang tindih.
  • Perluas penerapan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) ke sektor industri dan transportasi, diselaraskan dengan RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBET).

3. Komitmen Jangka Panjang dan Investasi Teknologi

  • Perkuat komitmen dalam KEN, RUKN, dan RUPTL agar sejalan dengan visi 100% energi terbarukan pada 2040 atau lebih cepat.
  • Dorong investasi besar dalam riset dan pengembangan teknologi bersih — mulai dari baterai kendaraan listrik, hidrogen hijau, hingga amonia sebagai bahan bakar alternatif.

4. Standar Lingkungan dan Keadilan Sosial

  • Terapkan standar ESG ketat dalam strategi hilirisasi mineral kritis agar manfaat ekonomi tidak mengorbankan kelestarian lingkungan.
  • Integrasikan prinsip Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) serta Just Transition Frameworkuntuk memastikan transisi energi berjalan adil dan inklusif, tanpa meninggalkan pekerja dan kelompok rentan. (*)

# Tag