Sajian Utama

Mereka di Puncak Perusahaan Global

Mereka di Puncak Perusahaan Global

Berpindah karier, mengasah kemampuan, menunjukkan prestasi. Itulah jurus anak-anak dari dunia ketiga menduduki perusahaan Eropa dan Amerika Serikat.

Naina Lal Kidwai sungguh beruntung. Dia ditahbiskan menjadi Direktur The Hongkong and Shanghai Banking Corp. (HSBC). Dia bergabung dengan HSBC sejak tahun 2002, dan menjadi country head di India. “Penunjukan Naina adalah refleksi dari betapa pentingnya India dalam strategi HSBC menggarap pasar yang sedang berkembang,” ujar Michael Geoghegan, Chairman HSBC. HSBC memang aktif berinvestasi di India dua-tiga tahun terakhir karena melihat peluang yang demikian besar, baik dari sisi asuransi maupun perdagangan.

Siapa Naina? Dia dikenal sebagai pemimpin bisnis yang cukup disegani di India, juga diakui kalangan. Sebelum sampai ke posisi yang tinggi di HSBC, dia berpindah-pindah merintis karier di Morgan Stanley dan ANZ Grindlays.

Di dunia bisnis, harus diakui orang-orang India – sering disebut person of Indian origin – memang banyak yang cemerlang hingga bisa menduduki posisi puncak perusahaan multinasional. Di AS, Francisco D’Souza, di usia 40 tahun telah menjadi CEO salah satu perusahaan raksasa peranti lunak, Cognizant Technology Solutions. D’Souza adalah anak India termuda yang mengoperasikan perusahaan publik AS dengan aset lebih dari US$ 500 juta. Forbes menahbiskannya sebagai 21 Youngest CEO at USA’s Biggest Companies.

D’Souza telah 12 tahun di Cognizant, dan menjadi chief operating officer (COO) pada 2003, ketika usianya baru menginjak 33 tahun. Posisi CEO direngkuhnya tahun 2007. Kursi tertinggi itu diraih setelah menggantikan Lakshmi Narayanan, orang India lainnya yang menjadi vice chairman perusahaan yang berbasis di New Jersey, AS itu.

Jalan D’Souza cukup berliku untuk sampai di posisi tinggi Cognizant. Lahir di Nairobi, Kenya, lelaki ini pernah menetap di 11 negara, mengikuti ayahnya yang diplomat. Sebelum bergabung di Cognizant, MBA dari Carnegie-Mellon University ini menjabat Manajer Produk Pilot Sofware, lalu Management Associate The Dun & Bradstreet Corp. (Jerman).

Sebagai anak muda, D’Souza dikenal sangat cerdas, cekatan dan visioner. Dalam sebuah wawancara sebelum diangkat menjadi CEO Cognizant, dia membagi pandangannya tentang bagaimana menjalankan bisnis agar tetap dan terus menguntungkan. “Cognizant memilih model customer-centric, relationship-driven. Model bisnis ini membuat kami bisa memberikan nilai tinggi bagi pelanggan,” kata pria yang menjadi finalis Ernst & Young Entrepreneur of the Year 2004, dan menyabet Entrepreneur Award in 2005 versi Economic Times. Di Cognizant, D’Souza banyak mengurusi operasional dan pengembangan bisnis.

Ekspansi sejumlah raksasa global ke negara berkembang adalah faktor yang memungkinkan anak-anak dari negara tersebut duduk di kursi puncak perusahaan multinasional. Selain di India, Cina juga menjadi tempat suburnya eksekutif lokal ke posisi puncak. Contohnya, Simon Leung, yang didapuk jadi Chairman dan CEO Microsoft Greater China Region, tahun 2008.

Simon adalah contoh bagaimana tenaga lokal yang sukses meniti karier hingga ke puncak. Dan sebagaimana eksekutif sukses lainnya, dia pun menapak jalan berliku. Sebelum di Microsoft, dia malang melintang di sejumlah perusahaan, di antaranya, menjadi Presiden Motorola Asia Pasifik. Di perusahaan ini, dia bertugas menggenjot pertumbuhan Motorola, terutama di Daratan Cina.

Pihak Microsoft sendiri mengaku senang ketika merekrut Simon. “Kami gembira Simon memimpin tim di Cina. Pemahaman dan pengalamannya di industri yang sangat panjang akan membawa Microsoft sukses,” kata Jean-Philippe Courtois, Presiden Microsoft International, dengan penuh keyakinan.

Simon sendiri terbilang berhasil membawa Microsoft berekspansi di Cina sekalipun tetap menghadapi problem pembajakan. Ketika menerima tugas dari Courtois, pesannya adalah membangun strategi yang terintegrasi antardivisi. Tanggung jawabnya terentang mulai dari penjualan, pemasaran, riset, keuangan hingga operasional.

Tipikal Microsoft di sejumlah negara tampaknya memang memberi kesempatan eksekutif lokal duduk di kursi tertinggi. Di Jepang, Yasuyuki Higuchi didapuk menjadi CEO Microsoft Japan tahun 2008. Berdiri pada 1986, Microsoft Japan tergolong besar bagi perusahaan Microsoft di luar AS, mempekerjakan sekitar 2 ribu karyawan. Seiring Jepang yang kian berkembang, maka Microsoft Japan pun berperan penting dalam menopang kinerja Microsoft global.

Higuchi bergabung di Microsoft pada Maret 2007 sebagai COO. Dia merintis karier di Matsushita Electric Industrial Co. Ltd. sebagai teknisi, sebelum pindah ke The Boston Consulting Group. Kariernya terus berkembang. Tahun 1994, MBA dari Harvard Business School ini berlabuh di Apple Japan Inc., mengurusi bisnis konsumer, sebelum akhirnya bergabung dengan Compaq Computer. Ketika Compaq merger dengan Hewlett-Packard tahun 2002, dia menjadi VP dan GM Industry Standard Servers Hewlett-Packard Japan Ltd. Toh tak bertahan lama, tahun 2005, dia menjadi Presiden Daiei Inc. – perusahaan ritel besar di Jepang – dan sukses merestrukturisasi, sebelum akhirnya bergabung ke Microsoft.

Lantas, apa yang bisa dipelajari dari mereka? Jalan yang ditempuh eksekutif lokal sebelum akhirnya sampai di kursi puncak multinasional ini umumnya seragam: mereka berpindah-pindah, mengasah kemampuan, menunjukkan prestasi, sampai akhirnya dipercaya masuk ke jantung korporasi multinasional. Artinya, sebelum keberuntungan datang menyapa, mereka lebih dulu bekerja keras menunjukkan prestasinya.

Dalam konteks ini, tentu saja Indra Krishnamurty Nooyi akan menjadi panutan para eksekutif yang ingin sukses menapak puncak perusahaan multinasional. Nooyi diangkat menjadi CEO Pepsi Co. menggantikan Steven Reinemund di 2006. Anak Tamil Nadu ini dipilih setelah menunjukkan kinerja yang cemerlang.

Sejak bergabung dengan Pepsi tahun 1994, wanita kelahiran 28 Oktober 1955 di Chennai, India ini konsisten menunjukkan prestasi yang mengagumkan. Contohnya, strategi akuisisi yang menguntungkan Tropicana pada 1998, strategi merger atas Quaker Oats Co., dan pembelian Gatorade. Sebelumnya, di tahun 1997, dia sukses merestrukturisasi restoran milik Pepsi ke Tricon (sekarang dikenal sebagai Yum! Brands). Menurut BusinessWeek, sejak diangkat menjadi CFO Pepsi di 2000, Nooyi mendongkrak pendapatan perusahaannya naik 72%, melipatgandakan laba bersih hingga mencapai US$ 5,6 miliar di tahun 2006 saat dia resmi menjadi CEO yang ke-44 dalam sejarah Pepsi.

Seperti eksekutif lain yang sukses ke posisi puncak perusahaan multinasional, pola yang ditempuh Nooyi pun mengasah kompetensi di beragam perusahaan. Sebelum memimpin Pepsi, dia merintis karier di tanah kelahirannya sebagai Manajer Produk Johnson & Johnson dan perusahaan tekstil Mettur Beardsell. Pindah ke AS untuk bersekolah di Yale, dia menjadi konsultan di Boston Consulting, sebelum ke Motorola dan Asea Brown Boveri.

Selain Nooyi, kaliber yang juga layak jadi panutan adalah Carlos Ghosn. Kelahiran 9 Maret 1954 ini adalah keturunan Lebanon yang lahir di Brasil, sejak kini menjadi CEO dan Presiden Renault dan Nissan. Kiprahnya sudah sangat diakui dunia karena mampu menyelamatkan Nissan dari kebangkrutan.

Seperti eksekutif kelas dunia lainnya, karier Ghosn dibangun tangga demi tangga. Dia sempat memimpin Michelin. Seperti D’Souza, selain kepemimpinannya dalam urusan strategis, yang menonjol dari Ghosn adalah pengalamannya hidup di berbagai negara. Lahir di Porto Valhe, Brasil, di usia 6 tahun pindah ke Beirut, kemudian sekolah di Paris.

Kemampuan bahasa. Inilah yang kompetensi lain yang dimiliki Ghosn. Sedikitnya 6 bahasa dia kuasai (Arab, Portugis, Spanyol, Prancis, Inggris dan Jepang). Kemampuan ini mungkin dianggap remeh. Namun bagi para eksekutif yang ingin menapak puncak, kemampuan ini akan turut mendongkrak prestasi karena penguasaan bahasa akan memudahkan dalam berkomunikasi dengan shareholder, stakeholder, terutama karyawan yang datang dari beragam kultur. Dengan kemampuan bahasa yang baik, maka akan mendukung upaya mencetak prestasi cemerlang. Contoh sederhana, lihat saja di Jepang atau Cina. Perusahaan multinasional di sana, cenderung memilih eksekutif lokal yang memiliki pengalaman dan penguasaan bahasa asing di atas rata-rata.

Inilah salah satu kunci menapak ke kursi puncak multinasional. Tertarik mengikuti jejak mereka, benahi yang satu ini. Maklum, mengingat ekspansi perusahaan global di kawasan Asia Pasifik bukan mustahil Anda kini dalam incaran mereka.

Riset: Rachmanto Aris D.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved