Sajian Utama

Strategi Memanfaatkan Peluang Bisnis 2011

Strategi Memanfaatkan Peluang Bisnis 2011

Tahun 2011 merupakan momentum yang menawarkan sejumlah kesempatan dan peluang sukses bagi para pelaku bisnis nasional. Sebesar apa peluang yang tersedia? Apa hal-hal yang mesti dijalankan pemerintah dan pelaku usaha agar bisnis makin kinclong?

Ibarat permainan sepak bola, para pelaku bisnis nasional saat ini sedang berada di atas angin. “Bola” berkali-kali dikuasai, umpan-umpan manis sering diperoleh, dan kesempatan mencetak “gol” kesuksesan terbuka lebar.

Ya, sebagai hasil dari pencapaian kinerja ekonomi 2010, tahun 2011 menawarkan momentum yang baik bagi para pelaku bisnis. Lebih kondusif dibandingkan apa yang mereka hadapi ketika memasuki tahun 2010. “Tahun 2010 merupakan tahun terbaik bagi perekonomian Indonesia,” ujar Chairul Tanjung, Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) ketika bersama pengurus KEN lainnya memaparkan Prospek Ekonomi Indonesia 2011 di Gedung Bank Mega, Jakarta, pada 20 Desember 2010.

Beberapa indikator makroekonomi memang menunjukkan hal tersebut. Terutama,

dalam hal pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), perbaikan terus berlanjut — setelah mampu tumbuh 4,5% pada 2009 ketika banyak negara di dunia mengalami kontraksi. Dengan daya beli masyarakat yang kuat, suku bunga yang bertahan di level relatif rendah, dan perekonomian global yang masih akan terus membaik, ekonomi Indonesia hingga akhir 2010 diperkirakan tumbuh dengan laju 6,0%.

Secara lebih praktis, Sandiaga S. Uno, Presdir PT Saratoga Investama, yang juga anggota KEN, mengungkapkan membaiknya dinamika bisnis Indonesia pada 2011 bisa dilihat dari barometer minat para investor, baik domestik maupun asing. “Tahun ini (2010) saya tak perlu ke luar negeri untuk menarik investasi asing karena sekarang mereka yang ke sini dan mereka lebih proaktif. Padahal, dulu sering dikaitkan dengan political risk,” katanya. “Kita juga bisa melihat Bursa Efek Indonesia ada di level yang sangat tinggi,” ia menambahkan..

Dengan prospek perekonomian global yang baik, KEN memperkirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh lebih cepat pada 2011. Apalagi, ekonomi Indonesia masih dalam fase ekspansi — yang diperkirakan masih berlanjut hingga 2016. “Konsumsi, investasi dan ekspor akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia secara bersama-sama,” papar Chairul. Pada 2011, konsumsi rumah tangga — yang pada 2010 menyumbang 55%-60% terhadap perekonomian Indonesia — diperkirakan KEN tumbuh dengan laju 5%, belanja pemerintah tumbuh 15,5%, investasi naik dengan laju 13,4%, dan ekspor meningkat 13,0%. Dengan kenaikan indikator-indikator penting seperti itu, perekonomian Indonesia pada 2011 diprediksi KEN bakal tumbuh dengan laju 6,4%, sehingga akan menghasilkan total output perekonomian sebesar Rp 7.726 triliun, atau sekitar US$ 858,4 miliar (dengan kurs Rp 9.000/dolar).

Selain indikator makroekonomi yang lebih baik, juga ada beberapa faktor yang membuat para pelaku bisnis boleh lebih optimistis. Menurut pandangan Chairul, beberapa sektor bisa menjadi key driver yang mendukung optimisme pada 2011. Pertama, tingkat konsumsi yang pasti masih tinggi. Kedua, kekayaan hasil tambang — seperti batu bara, nikel dan perak — yang masih sangat signifikan. Ketiga, potensi sektor perkebunan, seperti sawit, karet dan kakao, yang masih bagus.

Ppemasar senior dari MarkPlus Hermawan Kartajaya menunjuk tercapainya income per kapita US$ 3.000 sebagai indikasi akan tumbuhnya bisnis di tahun 2011 sekaligus sebagai pemicu lahirnya peluang bisnis baru. “Pencapaian PDB per kapita 3.000 merupakan turning point di mana masyarakat akan lebih kreatif dan menuntut lebih banyak terhadap produk yang berciri lifestyle oriented,” kata pakar yang belum lama ini memperoleh gelar doktor honoris causa di bidang pemasaran dari Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya ini.

Hal senada juga diungkapkan Yuswohady yang memaparkan pemikiran mengenai Marketing 3000. Merujuk pengalaman beberapa negara seperti Cina dan Brasil, pengamat pemasaran jebolan MarkPlus ini mengungkapkan bahwa setelah batasan income per kapita US$ 3.000 tercapai, biasanya grafik pertumbuhannya melesat.

Selain pencapaian income per kapita US$ 3.000, Hermawan juga menilai situasi masyarakat Indonesia saat ini juga cukup kondusif, sehingga melahirkan optimisme. Ia merumuskan cirinya dengan sebutan 3C – connected, credible and creative. “Di lingkungan ASEAN, tingkat connectiveness Indonesia paling besar walaupun infrastrukturnya belum terlalu bagus,” katanya. Sandiaga membenarkan, bahwa saat ini saja Indonesia merupakan pengguna Facebook — media sosial paling top saat ini — terbesar kedua di dunia setelah AS. Lalu, pertumbuhan jumlah pengguna Twitter di negara ini juga paling tinggi. “Konsep-konsep industri kreatif itu biasanya masuknya dari situ,” kata salah seorang Ketua Kadin ini.

Perkembangan seperti ini memang melahirkan kesempatan-kesempatan baru. Yuswohady mencontohkan ada fenomena Nexian yang berhasil mendompleng sukses BlackBerry — dan diperkirakannya juga akan ada fenomena keberhasilan produk “i-Pad-like”. Perpaduan antara income per kapita di atas US$ 3.000, masyarakat yang makin berpengetahuan (knowledgeable), dan perkembangan teknologi diprediksinya akan memperbesar jumlah kelas menengah Indonesia. “Pasar menengah kita sekarang memang sudah sangat besar, mencapai 90 juta orang,” Hermawan menimpali.

Dalam pengembangan industri kreatif, Hermawan menyebutkan besarnya peranan kalangan “youth, women, and netizen”. Adapun credibility terwujud berkat makin kuatnya rasa persatuan masyarakat Indonesia.

Tentu saja, meski indikator-indikator makro ekonomi menunjukkan sinyal positif dan memunculkan peluang-peluang baru, bukan berarti tak ada kendala. Hermawan, misalnya, menyebutkan masalah infrastruktur (termasuk listrik), kelembagaan dan inefisiensi birokrasi, sebagai kendala yang masih dijumpai. Sandiaga menyebutkan masalah kepastian hukum dan stabilitas politik sebagai syarat untuk bisa melompat menuju ekonomi yang lebih efisien. “Sekarang kebijakan pusat dan daerah masih sering tumpang-tindih, dan sinkronisasi-harmonisasi antardepartemen belum tampak. Juga, urusan anggaran, berbulan-bulan baru bisa disetujui,” ungkap Co-founder Recapital ini.

Buat Johanes Mardjuki, CEO Summarecon Agung, kepastian hukum dalam hal legalitas surat-surat tanah menjadi poin krusial dalam pengembangan bisnisnya. Ia juga menganggap penting masalah kesiapan infrastruktur jalan maupun ketersediaan suplai listrik (terutama untuk kebutuhan mal).

Selain kendala seperti di atas, para pemimpin bisnis juga menghadapi sejumlah tantangan yang tak kalah berat. Buat industri yang banyak menggarap konsumen ritel, kompetisi merupakan tantangan yang dilihat paling serius. Di industri telekomunikasi, misalnya, sudah beroperasi lebih dari 10 operator. “Cina saja yang penduduknya 1 miliar jiwa, jumlah operatornya tidak sebanyak di Indonesia,” ujar Sarwoto Atmosutarno, Dirut Telkomsel. Dampaknya, menurutnya, akan menekan revenue dan profitabilitas. Di industri perbankan, tantangan kompetisinya adalah pasar yang sangat terbuka. “Bank asing sekarang diperbolehkan memiliki saham sampai 99%, sehingga kompetisi makin ketat, karena mereka dengan mudahnya dapat membuka cabang dan memiliki anak perusahaan di sini,” ungkap Zulkifli Zaini, Dirut Bank Mandiri.

Tantangan lainnya adalah lanskap industri yang berubah. Dan, ini terjadi di banyak jenis/sektor industri. Misalnya seperti terjadi di industri telekomunikasi dan TI sebagaimana telah disinggung di muka. Atau, di industri perbankan yang kini trennya mengarah ke cashless society, dengan dukungan infrastruktur e-payment.

Menghadapi itu semua, sekali lagi, sebenarnya pelaku usaha memang butuh dukungan pemerintah. Yang menggembirakan, sektor swasta di Indonesia selama ini justru sudah lumayan mandiri, meskipun banyak pejerjaan rumah yang belum diselesaikan pemerintah. Pakar ekonomi pembangunan Iwan Jaya Aziz — sebagaimana dikutip Chairul Tanjung — menilai kemajuan yang dicapai perekonomian Indonesia sebenarnya berjalan dengan “auto-pilot”. Dan, pasti tetap bisa jadi negara maju, karena didukung sumber daya alam dan komoditas berlimpah, serta pasar yang besar.

Guru besar ekonomi pembangunan di sebuah universitas di AS ini tampaknya memang tak asal menilai. Seperti diungkapkan Chairul, sekarang praktis sekitar 90% (skala) ekonomi Indonesia dijalankan oleh pihak non-government, baik swasta lokal maupun asing.

Nah, yang dibutuhkan para pelaku bisnis saat ini adalah tindakan (terutama dari pemerintah) yang bisa mengakselerasi pertumbuhan bisnis/ekonomi. “Saya sepakat dengan dia (Iwan). Saya bilang, kalau pemerintahnya tidak neko-neko, target pertumbuhan 6% bisa kigta capai, sepahit-pahitnya 5%. Kalau (pemerintah) pintar sedikit, bisa 7%, dan kalau pintar sekali, bisa 8%-9%,” kata Chairul.

Tentu, apa yang menjadi kendala bagi para pelaku bisnis sedapat mungkin bisa dibenahi pemerintah, terutama sekali menyangkut infrastruktur, kepastian hukum, dan layanan birokrasi yang memudahkan. (lihat boks “PR Pemerintah”).

Pemerintah, beserta badan-badan usaha yang menjadi tulang-punggungnya, memang mesti sama-sama bergerak. Beruntung, sebagian BUMN vital itu sudah menyadari kewajibannya. Contohnya, PLN. Masalah kelangkaan pasokan listrik selama ini sebagian terjadi karena adanya bottleneck di sektor transmit dan distribusi listrik. Nah, guna mengatasinya, PLN baru-baru ini membeli trafo-trafo besar untuk lima lokasi di sekitar Jakarta (Gandul, Bekasi, Cilegon, Cibatu dan Kembangan). “Dengan trafo-trafo tersebut, listrik sebanyak 2000 MW bisa disalurkan lebih banyak, serta menambah keandalan sistem kelistrikan di Jakarta dan sekitarnya,” kata Dahlan Iskan, Dirut PLN. Pada 2010, total trafo distribusi yang dibeli PLN hampir mencapai 10.000 buah. “Belum pernah sebelumnya PLN membeli trafo distribusi sebanyak itu dalam 10 tahun terakhir,” ujarnya lagi.

Dahlan menyebutkan PLN akan berupaya keras memenuhi permintaan listrik kalangan pengusaha. Contohnya, ia menyebutkan puluhan gardu induk di Jawa baru dibangun. Tahun 2011, ia menegaskan giliran infrastruktur listrik luar Jawa yang akan dibangun besar-besaran, yang diperkirakan selesai pada 2012. “”Silakan di tahun 2011 ini mulai berinvestasi. Saya jamin listriknya akan tersedia di tahun 2012,” kata lelaki yang sebelumnya dikenal sebagai pentolan Grup Jawa Pos ini.

Pengalaman dari negara lain tentu bisa jadi referensi. Chairul Tanjung, yang baru bertemu dengan otoritas ekonomi dan perdagangan Pemerintah Cina serta kalangan pebisnisnya, mengaku sangat terkesan dengan proses reformasi ekonomi negara tersebut. “Menurut saya, memang luar biasa,” katanya dengan nada kagum.

Terutama sekali menyangkut perubahan pola pikir segenap komponen bangsanya. “Sekarang orang Cina menganggap miskin itu bukan bagian dari sosialisme, dan menjadi kaya juga hak orang sosialis,” ungkap Chairul. Kemudian juga ada proses regenerasi. Orang-orang tua (senior) dinaikkan sebagai semacam advisor, sedangkan urusan menjalankan negara diberikan kepada orang-orang muda.

Pemberian insentif kepada pebisnisnya juga sistematis. Perusahaan tidak dikenakan pajak selama tiga tahun setelah mencatat keuntungan. Memasuki tahun ke-4 setelah untung dikenakan pajak 5%, dan di tahun ke-10 sampai ke-20 dikenakan pajak 10%. Sukses di suatu daerah kemudian dikopi ke daerah lain. Hal-hal seperti ini, diceritakan Chairul, berhasil menggerakkan perekonomian negara, bukan hanya di kawasan-kawasan ekonomi, tetapi juga hingga ke kota-kota kecil yang sebelumnya tak dilirik investor (lihat boks “Kiat Sukses Pemerintah Cina)”. Menurut Chairul, jurus sukses tersebut bisa saja diimplementasikan di Indonesia (sebagai best practices), walaupun caranya mungkin berbeda.

Lantas, apa strategi yang harus dijalankan para pelaku bisnis melihat kesempatan yang tersedia? “Sekarang sebenarnya sudah tergantung pada kalangan dunia usaha. Kita sudah (saatnya) tak bergantung kepada pemerintah lagi,” kata Chairul. Karena itu, ia menyarankan, agenda utama saat ini adalah menyatukan langkah para pebisnis untuk berinvestasi secara signifikan guna menggerakkan perekonomian.

Sejumlah CEO perusahaan yang ditemui SWA juga telah menyatakan rencana perusahaannya untuk mengambil langkah ekspansi di 2001. Bank Mandiri, misalnya, berencana menambah cabangnya yang kini sudah mencapai 1.300 kantor dan juga gerai ATM-nya yang sekarang berjumlah 5.500 mesin ATM.

Adapun Summarecon Agung mengaku pada 2011 akan berekspansi, bukan hanya di tiga lokasi utamanya (Kelapa Gading, Serpong dan Bekasi), tetapi juga ke wilayah selatan Jakarta dan Bandung Timur. Salah satu caranya adalah dengan mengakuisisi perusahaan properti lainnya. Ya, selain dengan cara organik, jika momentumnya pas — seperti saat ini — perusahaan memang bisa mengambil cara non-organik untuk tumbuh lebih cepat, yakni dengan cara merger ataupun akuisisi.

Langkah ekspansi usaha dengan cara akuisisi juga dinyatakan Garudafood. Menurut Sudhamek AWS, CEO Garudafood, pada 2011 perusahaannya akan mengakuisisi beberapa perusahaan di bidang makanan dan minuman, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. “Tetapi yang akan kami akuisisi adalah perusahaan yang berkinerja bagus. Kalau tidak, akan repot,” kata Sudhamek memberi catatan.

Bila lanskap bisnis berubah dan kompetisi sudah mengarah ke kondisi red ocean, ekspansi ini bisa berupa pengembangan bisnis baru, seperti dilakukan Telkomsel, yang kini mengarahkan bidikannya ke bisnis data dan Internet. “Ini bisa mengompensasi tekanan revenue, pangsa pasar dan profitabilitas,” kata Sarwoto Atmosutarno, Dirut/CEO Telkomsel.

Lanskap bisnis/industri yang berubah juga idealnya diikuti dengan kesiapan skill SDM perusahaan. Caranya bisa dengan memasukkan mereka kembali ke kelas-kelas pelatihan. Yang dilatih mulai dari aspek pola pikir hingga skill teknis yang dibutuhkan. Sarwoto menyebutkan, karena Telkomsel serius menggarap bisnis broadband (sebagai bagian dari bisnis data dan Internet), yang harus disiapkan bukan cuma jaringan telekomunikasi di berbagai wilayah, tetapi juga awak Telkomsel pun harus broadband-ready. Hal serupa juga dilakukan Bank Mandiri karena melihat kompetisi yang makin ketat setelah pihak asing diberi keleluasaan lebih besar dalam bisnis perbankan. “Tantangan kami secara internal adalah bagaimana kami bisa terus melakukan transformasi budaya di Mandiri,” kata Zulkifli Zaini.

Menghadapi lanskap bisnis yang berubah dan dinamis, seperti di dunia telekomunikasi dan perbankan (serta jenis industri lain yang amat butuh dukungan TI), para pelaku bisnis juga bisa menjalankan strategi membangun platform layanan yang terpadu dan multiguna. Ini untuk merespons kebutuhan masyarakat/konsumen akan connectiveness dengan cara online. Telkomsel, misalnya, sudah menyiapkan diri dengan membangun fasilitas billing system, CRM, dan data warehouse berkapasitas raksasa. Aneka platform teknologi pun dibangunnya mulai dari Application Platform, Music Platform, Mobile Commerce Platform, hingga Mobile Advertising Platform. Hampir senada, Bank Mandiri pun berencana terus memperkuat platform layanan perbankannya, mulai dari call center, SMS banking, Internet banking, commercial banking center, hingga business banking center.

Tentu saja, aneka inisiatif baru ini akan membutuhkan biaya investasi tidak sedikit. Nah, berkat pencapaian kinerja ekonomi makro yang cukup baik, saat ini memang momentum yang cukup baik bagi para pelaku usaha untuk mencari pendanaan alternatif (di luar dana bank dan dana sendiri). Maklumlah, pasar saham dan pasar obligasi sedang hangat-hangatnya. Bursa saham Indonesia kini sudah termasuk di antara bursa di dunia yang dilirik investor asing. Lalu, lantaran adanya aliran dana asing yang masuk ke pasar obligasi, harga obligasi perusahaan-perusahaan Indonesia meningkat signifikan, dan pada gilirannya membuat imbal hasil (yield) dari surat utang tersebut menurun tajam. Ini artinya, pasar obligasi menawarkan dana alternatif yang relatif murah.

Beberapa perusahaan sudah menyatakan rencananya mencari pendanaan alternatif bagi agenda ekspansinya di tahun 2011. Summarecon, contohnya, untuk mendanai total capital expenditure (capex)-nya yang sebesar Rp 1,5 triliun, akan melakukan right issue dan penerbitan obligasi (bonds), di luar pinjaman bank dan dana internal yang sebesar 30%.

Di tengah kompetisi yang demikian ketat, kemitraan semestinya juga bisa ditempuh oleh para pelaku bisnis. Industri telekomunikasi, misalnya, sudah menunjukkan contohnya dengan menjalankan pola tower sharing untuk penempatan base transceiver station. Begitu juga dengan industri perbankan yang telah menjalankan pola ATM sharing misalnya jaringan ATM Bersama. Ke depan, baik industri telekomunikasi maupun perbankan bisa mengembangkan lagi pola-pola kemitraan positif seperti itu. Dan, model seperti itu idealnya juga bisa diimplementasikan oleh industri lainnya.

Kompetisi yang makin ketat dan perubahan gaya hidup masyarakat yang makin dipengaruhi teknologi telah membuat kalangan pelaku bisnis telekomunikasi mengembangkan value-added services, sebagai alternatif layanan konvensional voice dan SMS. Kalangan perbankan kini juga telah mengembangkan layanan inovatif semacam premium banking. Pelaku bisnis properti pun sudah mengembangkan produk-produk properti premium/high end. Jenis-jenis produk/layanan seperti ini, selain mengurangi dampak kompetisi yang bersifat red ocean (seperti adanya perang harga), juga memberikan margin lebih besar bagi para pelaku bisnis.

Sayangnya, produk bernilai tambah seperti ini belum dijumpai pada industri berbasis sumber daya alam, seperti tambang dan perkebunan. “Kita memang kurang mengedepankan proses nilai tambah,” kata Chairul Tanjung. Ia mencontohkan, pengusaha tambang batu bara kita masih lebih banyak mengekspor batu bara mentah, bukan dalam bentuk output jadi, seperti listriknya. Begitu pula alumunium diekspor dalam bentuk konsentrat, bukan dalam wujud plat, apalagi sampai produk hilir. “Padahal, kalau bisa dibuat dalam bentuk produk jadi atau hilir, nilainya bisa ribuan kali lipat,” ungkapnya. Mestinya, para pengusaha berbasis sumber daya alam yang selama ini ingin gampangnya saja mau mencontoh rekan-rekan mereka di industri berbasis layanan dan produk konsumer, yang mengharuskan mereka terus berinovasi menciptakan nilai tambah.

KEN sendiri, menurut Chairul, akan merekomendasikan kepada presiden agar bisa memberikan insentif bagi para pengusaha yang mampu menghasilkan produk bernilai tambah.

Jadi, dengan situasi yang makin kondusif bagi dunia bisnis memasuki tahun 2011, makin besar dan banyak pula kesempatan yang tercipta untuk mencetak keberhasilan. Selain jurus-jurus yang sudah dicontohkan, mungkin masih ada strategi lain yang bisa diterapkan sesuai dengan kondisi dan jenis industri masing-masing. Tinggal bagaimana tiap CEO perusahaan berperan sebagai playmaker yang mampu mengoptimalkan kerja sama tim dan mendayagunakan sumber daya yang tersedia untuk memanfaatkan tiap peluang yang tercipta. (*)

Reportase: Siti Ruslina, Yurivito Kris Nugroho, Sigit A. Nugroho, Herning Banirestu, Kristiana Annisa, Darandono

Riset: Dian Solihati

Boks 1 :

——————————————————————————————————————-

Kiat Sukses Pemerintah Cina

Mengubah pola pikir segenap komponen bangsa

Memanfaatkan media untuk mengomunikasikan proses transformasi

Menempatkan orang-orang muda untuk menjalankan pemerintahan

Memberikan insentif (misalnya, pajak) yang sistematis bagi pengusaha

Membentuk kawasan-kawasan special economic zone

Meniru keberhasilan suatu daerah di daerah lain

Sumber: Pemaparan Ketua KEN Chairul Tanjung

Boks 2:

Pekerjaan Rumah Pemerintah Indonesia

Menjalankan proses transformasi pola pikir

Menjaga stabilitas politik dan kepastian hukum

Membenahi dan mengefisienkan kelembagaan dan birokrasi

Menyiapkan infrastruktur yang dibutuhkan dunia usaha

Menjaga citra baik Indonesia di mata negara lain

Memberikan insentif bagi pengusaha berprestasi dan pencipta produk bernilai tambah

Mengembangkan etos kewirausahaan masyarakat

Boks 3 :

Strategi yang Bisa Dijalankan Pebisnis pada 2011

Menjalankan proses transformasi bisnis bila lanskap bisnis berubah signifikan

Melakukan ekspansi bisnis jika memungkinkan

Mengembangkan bisnis baik secara organik maupun non-organik.

Membangun kolaborasi dan kemitraan dengan pelaku bisnis lainnya

Meningkatkan kompetensi perusahaan dan SDM-nya dengan pelatihan

Mengembangkan platform layanan yang fungsional dan serbaguna

Mencari sumber pendanaan alternatif yang semurah mungkin

Mengembangkan produk/layanan bernilai tambah (value-added products)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved