Capital Market & Investment

Imbal Hasil Saham Tertinggi di 2016

Imbal Hasil Saham Tertinggi di 2016

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir tahun 2016 naik menjadi 5.296 poin, meningkat 15,32% dibandingkan posisi akhir tahun 2015. Pencapaian IHSG pada 2016 merupakan pertumbuhan pasar saham tertinggi kelima diantara bursa-bursa utama dunia serta tertinggi kedua di kawasan Asia Pasifik. Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio mengatakan bursa pada 2016 mampu mencatatkan beberapa rekor baru sepanjang sejarah. Salah satunya saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pernah mencapai rekor tertinggi 433 ribu kali dalam sehari, yang menandakan bahwa saham yang terdaftar di bursa cukup likuid. BEI juga mencapai level kapitalisasi pasar tertinggi hingga Rp 5.890 triliun. “Kami juga mencapai titik tertinggi per tahun untuk jumlah investor hingga 180 ribu,” ungkap Tito.

Laju IHSG itu beriringan dengan peningkatan return saham. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), sebanyak 50 emiten dari 540 perusahaan meningkat lebih dari 90% selama 30 Desember 2015-30 Desember 2016. Potensi keuntungan terbesar dari kenaikan harga saham jika investor mengakumulasi saham sejak akhir tahun 2015 hingga 30 Desember 2016.

Harga saham Pelat Timah tercatat sebagai saham yang memberikan imbal hasil tertinggi kepada investor. Harga saham Pelat Timah pada 30 Desember 2016 naik menjadi Rp 2.250 atau melejit 4.400% dari Rp 50 di akhir tahun 2015. Posisi kedua diduduki saham PT Indofarma Tbk dengan kenaikan mencapai 2.525%. Ada pula PT Barito Pacific Tbk yang harga sahamnya naik 2.686%, PT Barito PAcific Tbk sebesar 1.027%, saham PT Semen Baturaja Tbk sebesar 859%, dan saham PT Delta Dunia Makmur Tbk meningkat 844%.

Disusul oleh saham PT PP Properti Tbk yang naik sebesar 664%, PT Sunson Textile Manufacture Tbk sebesar 592%, PT Capitol Nusantara Indonesia (559%), PT Indika Energy Tbk sebesar 541%, dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk 499%. Menanggapi peningkatan harga saham tersebut, Satrio Utomo, Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia, mengemukakan, mayoritas saham itu tergolong saham lapis kedua. “Menurut saya, saham-saham yang return-nya tinggi itu saham-saham lapis kedua, termasuk saham second liner BUMN,” kata Satrio. Investor memborong saham itu disebabkan berbagai faktor. Reza Priyambada, Analis Senior PT Binaartha Sekuritas, menyebutkan, investor mengapresiasi saham itu karena pengumuman right issue, proyeksi bisnis perusahaan, keterbukaan informasi perubahaan direksi, rumor pasar, dan tren peningkatan harga komoditas global. “Sehingga, hal itu memicu persepsi dan ekpektasi investor yang cukup tinggi kepada saham perusahaan tertentu,” Reza menerangkan.

PP Properti (PPRO), misalnya, berencana menggelar right issue dengan target dana Rp1,6 triliun di kuartal I tahun 2017. Menyinggung PP Properti, Reza menyebutkan investor dipengaruhi persepi positif investor yang melihat PP Properti sebagai perusahaan BUMN dan anak usaha dari PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. “Meski ada unsur spekulatif, pertumbuhan harga PPRO dibarengi anggapan mengenai perusahaan BUMN yang baik karena bisnisnya dinilai baik dan proyek pembangunan apartemen berjalan lancar sehingga memberikan persepsi positif bagi investor,” tuturnya.

Selanjutnya, Reza menegaskan, unsur spekulatif bukanlah hal yang tabu. Hanya saja, ia mengimbau investor untuk meminimalisasi aksi spekulasi agar bisa meminimalisasi risiko berinvestasi ketika mentransaksikan saham lapis kedua. Karena itu, para pemodal sebaiknya memilih perusahaan yang fundamentalnya cerah di masa mendantang. “Pengumuman rencana investasi, right issue, pembagian dividen, kinerja keuangan yang cukup baik, dan konsisten menyampaikan keterbukaan informasi harus dipertimbangkan investor,” kata Reza. Lain halnya dengan gejala peningkatan harga saham Pelat Timah. Reza dan Satrio sama-sama tidak bisa mengurai lebih lanjut faktor yang mendongkrak harga saham perusahaan berkode NIKL ini. “Peningkatan harga NIKL agak spekulatif,” ujar Satrio.

Perdagangan saham produsen timah itu, menurut Reza, agak tidak wajar. BEI pada 15 Desember tahun ini menghentikan sementara perdagangan saham NIKL di pasar reguler dan tunai. Anak usaha PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. ini memperoleh untung US$ 1,76 juta pada kuartal III/2016 dari rugi US$ 6,5 juta pada periode yang sama tahun 2015. Namun, Reza menggarisbawahi harga timah di London Metal Exchange menunjukkan peningkatan. Dia berpendapat, persepsi positif investor terhadap NIKL dipengaruhi proyeksi bisnis perusahaan serta harga saham NKIL yang cukup murah.

Kendati demikian, Satrio mengingatkan investor selektif memilih saham yang bagus fundamentalnya. ”Contohnya, Indofarma, PP Properti, Krakatau Steel, PT Kimia Farma Tbk., dan PT Aneka Tambang Tbk,” ungkapnya. Secara umum, sebagian besar saham yang imbal hasilnya tinggi ini berasal dari sektor barang konsumsi, pertambangan, dan industri dasar. “Itu menu tahun ini, kalau tahun depan menunya adalah saham pertambangan, perdagangan dan infrastruktur. Setiap tahun, saham sektoral yang mendominasi saham yang return-nya tinggi itu berubah-ubah,” kata Reza. Sebagai contoh, saham perikanan, infrastruktur dan logistik pernah mendominasi daftar saham yang imbal hasilnya tinggi pada 2014. Ketika itu, Joko Widodo yang baru terpilih sebagai presiden mengumumkan rencana pembangunan infrastruktur dan maritim. Hal itu memberi sentimen positif bagi investor untuk memborong saham yang disebutkan itu.

Mengelola Risiko

Investor disarankan Eko Endarto, perencana keuangan dari Finansia Consulting, untuk memisahkan rekening efek antara investasi jangka pendek dan jangka panjang. Pemisahan rekening efek itu bertujuan untuk mengelola risiko dan menyesuaikan target investasi si investor. Dia mengimbau investor untuk disiplin saat mencapai target return atau cut loss saat mentranskasikan sahamnya dalam jangka pendek. “Return dari berinvestasi saham itu memang menarik, tetapi risikonya juga tinggi, khususnya saham-saham lapis kedua yang pergerakan sahamnya cukup fluktuatif,” ucap Eko.

Agar terhindar dari risiko kerugian, Eko menyarankan investor untuk membagi komposisi modal antara investasi jangka panjang dan trading jangka pendek. “Untuk investasi jangka panjang, dana investor dibelikan saham blue chip. Komposisi dananya sekitar 70% dari jumlah modal. Lalu, sisanya yang 30% digunakan untuk trading yang horison investasinya jangka pendek,” dia menjelaskan tip berinvestasi saham yang ideal. Komposisi dana itu, Eko melanjutkan, bisa berubah menjadi 50:50 ketika pasar saham sedang menguat agar investor bisa merealisasi keuntungan yang cukup tinggi.

Dari segi perencana keuangan, penyabet gelar Registered Financial Associate ini mengharapkan pemodal mampu disiplin dalam mengelola portofolio saham. Selain itu, si investor disarankan mendiversifikasi aset di instrumen investasi yang berisiko konservatif dan moderat, seperti emas dan obligasi. Hingga akhir 2016, Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki 540 emiten dari tahun sebelumnya 524 atau hanya mencatatkan kenaikan jumlah emiten sebanyak 16 emiten. Jumlah tersebut terendah dalam tujuh tahun terakhir. Berdasarkan data BEI, total dana yang diraup dari hasil penawaran saham perdana ke publik atau initial public offering (IPO) dari 16 emiten sekitar Rp 12,10 triliun.

Sedangkan, nilai total kapitalisasi pasar tembus Rp 5.500 triliun lebih. “Oleh karena itu kita harus refleksi karena kapitalisasi pasar naik tajam, namum perusahaan yang masuk sedikit itu bukan indikator yang sehat dan membanggakan,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pembukaan perdagangan BEI pada awal Januari ini. Dia menghimbau seluruh pelaku pasar baik OJK, SRO, dan emiten melakukan upaya yang dapat meningkatkan rasa memiliki terhadap bursa efek. Pemerintah akan mendukung calon emiten untuk melantai di bursa melalui kebijakan-kebijakan yang ramah dengan harapan bisa berkontribusi ke pembangunan.”Kita akan keluarkan policy yang mendorong agar mudah masuk bursa dan bukan ekslusif tapi sifatnya inklusif yang bisa dilakukan perusahaan tak hanya besar tapi juga menengah kecil dan tak hanya perusahaan yang ada di Jakarta tapi juga di daerah,” tutur Sri Mulyani. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad menambahkan kepercayaan investor ke pasar modal Indonesia kini mulai meningkat dan menjadi alternatif pembiayaan jangka panjang.(*)

Riset : Sarah Ratna Herni

Reportase : Sri Niken Handayani


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved