Capital Market & Investment

Pasar Saham di 2016, Akankah Lebih Menjanjikan?

Pasar Saham di 2016, Akankah Lebih Menjanjikan?

Reza Priyambada, Kepala Riset PT NH Korindo Securities, menjelaskan pasar keuangan bersifat dinamis dan sebaiknya investor menyesuaikan portofolionya dengan tren pasar. Menurutnya, meski kondisi pasar modal sepanjang tahun 2015 tidak terlalu kondusif, nyatanya masih ada saham-saham yang membukukan kenaikan harga dan memberikan return positif. Bahkan harganya bisa terapresiasi lebih dari 100%. ”Untuk tahun 2016, investor sebaiknya lebih realistis dan tidak terlalu overestimate dalam menyikapi berbagai sentimen dan semoga tahun 2016 dapat lebih baik dan memberikan perbaikan pada portofolio,” ucap Reza.

Sebelumnya, Wakil Presiden, Muhammad Jusuf Kalla mengapresiasi pelaku pasar dan otoritas pasar modal Indonesia dalam memajukan perekonomian nasional dan pasar modal Indonesia di 2015. Selanjutnya, Jusuf Kalla meminta kepada seluruh pelaku ekonomi dan kalangan dunia usaha untuk lebih mempersiapkan diri menyambut tantangan di tahun 2016. Dalam sambutannya setelah menutup perdagangan di BEI pada Rabu pekan lalu, Jusuf Kalla meminta seluruh stakeholders mempersiapkan diri menyambut 2016, khususnya karena mulai tahun depan akan diberlakukan Masyarakat Ekonomi di kawasan Asia Tenggara (MEA). Pemberlakuan MEA di 2016 menunjukkan bahwa pasar akan terbuka dengan lebih luas yang disertai dengan persaingan yang lebih ketat.

Wapres meyakini MEA sebagai peluang di bidang perdagangan dan investasi karena pangsa pasar MEA lebih besar yaitu sekitar 600 juta penduduk di kawasan Asia Tenggara. “Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki pasar dan basis produksi yang efisien,” tutur Jusuf Kalla. Sehingga kedua hal tersebut akan menjadi modal yang baik bagi masuknya investasi dana asing yang berjangka panjang yang akan memajukan perekonomian Indonesia.

Wakil Presiden, Jusuf Kalla (ketiga dari kiri) menutup bel penutupan perdagangan Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (30/12/2015). (Foto : Dok BEI)

Wakil Presiden, Jusuf Kalla (ketiga dari kiri) menutup bel penutupan perdagangan Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (30/12/2015). (Foto : Dok BEI)

Terkait dengan pasar modal, pertumbuhan kapitalisasi pasar modal Indonesia yang baru sekitar 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atau jauh tertinggal dibandingkan Bursa Singapura yang kapitalisasi pasarnya sudah mencapai 120% dari PDB-nya serta kapitalisasi Bursa Malaysia yang telah mencapai 110% dari PDB-nya dinilai Jusuf Kalla dikarenakan masih tingginya tingkat suku bunga perbankan di Indonesia dibandingkan di kedua negara tersebut. “Selama bunga deposito masih tinggi tentu investor akan memilih (menempatkan dananya) di deposito dibandingkan (investasi yang memiliki risiko ketidakpastian lebih tinggi) di pasar modal,” papar Jusuf Kalla. Namun, tambahnya, jika suku bunga perbankan dikurangi maka investasi di BEI tentu akan menjadi pilihan dari masyarakat yang menginginkan imbal hasil yang paling maksimal.

Pengembangan Bursa

Adapun Bursa Efek Indonesia, berinisiatif mengembangkan pasar modal. Salah satu inisiatifnya memberlakukan peraturan I-A-Kep-00001/BEI/01-2014 yang terkait dengan peningkatan free float emiten minimum sebesar 7,5% atau minimal 75 juta lembar saham yang akan secara efektif berlaku di Januari 2016. Meski baru akan efektif di awal tahun ini, beberapa emiten seperti PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. (HMSP) dan PT Surya Toto Indonesia Tbk. (TOTO) sudah mulai meningkatkan jumlah free float-nya dengan melakukan aksi korporasi penambahan saham baru (rights issue) di tahun 2015. Kedua emiten tersebut tercatat membukukan penggalangan dana dengan total nilai mencapai Rp 20,91 triliun. Sementara secara keseluruhan, terdapat 20 emiten yang melakukan 21 rights issue di 2015 dengan total dana yang dihimpun mencapai Rp 45,57 triliun, meningkat dibanding 22 emiten yang melakukan 22 rights issue di tahun lalu dengan nilai dana yang dihimpun sebesar Rp39,21 triliun.

Selama periode tahun lalu, terdapat 16 Perusahaan Tercatat baru di BEI, yakni PT Bank Yudha Bakti Tbk. (BBYB), PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk. (MIKA), PT PP Properti Tbk. (PPRO), PT Puradelta Lestari Tbk. (DMAS), PT Mega Manunggal Property Tbk. (MMLP), PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA), PT Garuda Metalindo Tbk. (BOLT), PT Anabatic Technologies Tbk. (ATIC), PT Binakarya Jaya Abadi Tbk. (BIKA), PT Bank Harda International Tbk. (BBHI), PT Victoria Insurance Tbk. (VINS), PT Mitra Komunikasi Nusantara Tbk. (MKNT), PT Dua Putra Makmur Tbk. (DPUM), PT Ateliers Mecaniques D’Indonesie Tbk. (AMIN), PT Indonesia Pondasi Raya Tbk. (IDPR), dan PT Kino Indonesia Tbk. (KINO). Sepanjang 2015 terdapat 2 perusahaan yang melakukan relisting, yaitu PT Mitra Energi Persada Tbk. (KOPI) dan PT Bukaka Teknik Utama Tbk. (BUKK). Selain itu, pada 2015 tercatat 1 Reksa Dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (Exchange Traded Funds/ETF) yaitu Reksa Dana Premier ETF Indonesia State-Owned Companies (XISC).

Jumlah perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana saham (IPO) di tahun lalu itu sedikit berkurang jika dibandingkan dengan di 2014 yang mencatatkan 23 Perusahaan Tercatat melakukan IPO dan 1 perusahaan melakukan relisting. Total dana yang berhasil dihimpun pada periode Januari hingga Desember 2015 sebesar Rp 57,70 triliun, yang terdiri dari IPO sebesar Rp 11,31 triliun, rights issue sebesar Rp 45,57 triliun dan waran sebesar Rp824 miliar.

Sepanjang Januari hingga Desember 2015, IHSG mengalami tren konsolidasi. Kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) membuat investor asing mengalihkan sebagian dananya keluar dari instrumen portofolio di Indonesia yang ditandai dengan nilai jual bersih (net selling) dana investor asing di pasar modal domestik sebesar Rp 22,55 triliun. Hal itu menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) per 30 Desember 2015 ditutup di level 4.593 poin atau mengalami penurunan sebesar 12,13%, dibandingkan penutupan akhir Desember 2014 yang berada di level 5.226 poin. Nilai kapitalisasi pasar saham pun ikut berubah menyusut nilainya 7,54% dari Rp 5.228 triliun pada akhir Desember 2014 menjadi Rp 4.834 triliun per 28 Desember 2015.

Rata-rata nilai transaksi harian saham periode Januari hingga Desember 2015 adalah sebesar Rp 5,77 triliun, atau mengalami pelemahan sebesar 3,98% dibandingkan dengan periode yang sama di 2014, yaitu sebesar Rp 6,01 triliun. Meski demikian, rata-rata frekuensi transaksi harian saham mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan periode yang sama di 2014, yaitu naik sebesar 4,38% menjadi 221.942 kali transaksi dari 212.635 kali transaksi. Rata-rata volume transaksi harian saham periode Januari hingga Desember 2015 juga meningkat 7,63% menjadi 5,90 miliar saham dibandingkan dengan periode yang sama di 2014 sebesar 5,48 miliar saham.

Tren konsolidasi IHSG sejalan dengan bursa-bursa lain seperti Indeks Dow Jones Industrial Average Amerika Serikat (-1,65%), Tercatat di tingkatan regional, hanya ada tiga Indeks yang berhasil tumbuh di sepanjang 2015, yakni Indeks Shanghai Composite Cina yang tumbuh 9,25%, Indeks Nikkei 225 Jepang yang berhasil tumbuh 8,15%, dan Indeks KOSPI Korea Selatan yang mampu meningkat 2,53%. Meski demikian, pertumbuhan IHSG dalam enam tahun terakhir masih positif dengan membukukan pertumbuhan return akumulatif sebesar 79,82% atau tercatat berada di urutan kedua setelah Bursa Filipina. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved