CEO Interview Editor's Choice

Achirul Djamal Lompati Zona Nyaman IBM Demi AutoCad

Oleh Admin
Achirul Djamal Lompati Zona Nyaman IBM Demi AutoCad

Autodesk Inc., perusahaan software desain teknis yang tenar lewat AutoCad menunjuk country manager baru untuk Indonesia. Adalah Achirul Djamal, mantan Country Manager General Business PT IBM Indonesia yang ditunjuk menduduki jabatan tersebut sejak satu setengah bulan lalu.

Achirul Djamal, Country Director Autodesk Indonesia

Achirul Manager, Country Director Autodesk Indonesia

“Bisnis kami ini unik dan perlu detil apalagi Autodesk sudah menjadi market leader baik untuk industri manufaktur, migas, otomotif, infrastruktur, dan sebagainya. Kami perlu seseorang yang memiliki kemampuan memahami hal tersebut sekaligus jeli dengan peluang bisnis,” papar VR Srivatsan, Managing Director Autodesk ASEAN pada Autodesk Solution Day, Selasa (2/10).

“Achirul mengerti kondisi Indonesia, dan kami percaya di tangannya bisnis kami bisa berkembang secara geografis di berbagai daerah seperti Surabaya, Medan, Bandung, terutama untuk konstruksi dan manufaktur. Dia punya banyak pengalaman di berbagai tempat. Ini bagus juga untuk menggaet partner baru di ekosistem kami,” lanjutnya.

Sebelum menerima pinangan Autodesk, alumni Teknik Mesin Universitas Trisakti Jakarta ini bergabung dengan IBM selama 18 tahun. Di perusahaan yang dikenal sebagai the IT of Harvard ini Achirul sempat menerima penghargaan IBM Hundred Percent Club karena prestasi dan kemampuannya menembus kuota penjualan. Sebelum diakuisisi IBM, turut merintis PT Lotus Development Indonesia dan menjabat sebagai country manager.

Berikut penggalan wawancara wartawan SWA, Tika Widyaningtyas, dengan pria kelahiran 12 September 1962 jebolan Computer Science di American University.

Bagaimana potensi bisnis solusi software seperti Autodesk di Indonesia?

IT di Indonesia tumbuh 11% sampai 15% yearly. Kalau software business 25% sampai 30% per tahun. Jadi potensi software business cukup besar. Autodesk punya komitmen cukup besar di Indonesia. Sekarang ini banyak yang looking for Indonesia. Negara ini adalah tempat investasi yang bagus sekali, yang orang-orang bisa put the money. Potensinya juga luar biasa. Bahkan teman di Filipina ngiri sama saya, “Saya minta tambah orang susah, kamu kok mudah sekali.” Kalau Anda lihat juga foreign direct investment meningkat terus.

Karier saya berawal dari software. Dulu di Lotus kemudian diakuisisi IBM, dan saya ke IBM. Saya melihat, di mana saja kita bekerja itu sama saja. Namun peluangnya untuk berkontribusi di Autodesk lebih besar. Saya masih ingat tahun 1986 atau 1987 mau buat tugas akhir. Waktu itu saya buat desain mesin dan diminta dosen pakai komputer. Jaman itu komputer masih langka sekali. Kebetulan di depan rumah ada training center AutoCad, masih versi yang pertama sekali. Saya belajar dari situ. Sertifikat itu kemudian terpakai di mana-mana. Jadi AutoCad dan Autodesk memang sudah menjadi sejarah saya juga.

Apa yang Anda cari di Autodesk?

Saya hanya ingin pengalaman baru setelah 18 tahun di IBM. Saya mau lompat dari comfort zone di IBM. Sebelumnya kan saya juga mengembangkan Lotus dari cari kantor, law firm, kemudian jadi PT Lotus Development Indonesia sampai akhirnya dibeli IBM. Saya suka sesuatu dari bawah. Banyak kerjaan-kerjaan yang diberikan di IBM saya kerjakan di sini termasuk geographic expansion. Jadi secara responsibility hampir sama.

Apa saja pelajaran dari IBM yang akan Anda gunakan juga di Autodesk?

Banyak ya, hampir semua. IBM seperti sekolah paling berguna terutama untuk perusahaan besar. Kalau orang bilang Citi itu the Bank of Harvard, IBM adalah IT of Harvard. Saya tidak hanya belajar leadership, tapi juga bagaimana market, bisnis, industri. Di IBM saya tidak belajar IT saja, tapi juga industri yang bermacam-macam.

Apa tugas yang diberikan Autodesk untuk Anda?

Begini, saya lihat potensi bisnis software cukup besar. Kami juga berani menargetkan tumbuh lebih cepat dari pasar, 25% sampai 30% yearly karena kami punya base customer yang cukup besar. Dari mereka sendiri kalau kami kembangkan lagi untuk beli software baru, akan banyak sekali yang bisa kami targetkan. Dari pengguna AutoCad sekarang akan kami leverage jadi target customer yang bisa kami tuju. Jadi pertumbuhan 25% sampai 30% seharusnya tidak masalah. Tugas saya tumbuh lebih dari itu.

Apa yang akan jadi tantangan Anda di Autodesk?

Tantangannya bagaimana meyakinkan business partner mau kerjasama dengan kita terutama untuk horizontal product. Di Indonesia, pengguna AutoCad besar sekali, 80 juta termasuk yang bajakan. Jadi tantangan paling besarnya adalah mengedukasi customer to buy legal software, meningkatkan kesadaran untuk beli legal software. Indonesia punya pengguna terbesar ketiga untuk free software AutoCad yang untuk pelajar setelah India dan China.

Bagaimana dengan produk vertikal?

Saat ini kontribusi AutoCad di Indonesia 60%, sedangkan sisanya produk vertikal. Seharusnya produk vertikal lebih tinggi. Di negara lain sudah 50:50 karena sudah mulai moving dari 2D ke 3D. Potensi vertikal ini bagus. Bukan berarti kemudian kita meninggalkan 2D. Contohnya adalah kolam renang di Marina Bay, Singapura. Sebelum dibangun, didesain dulu sekuat apa kalau pakai bahan bangunan ini, dengan beban sekian, diuji gempa juga. Kan tidak mungkin kita bangun jembatan dulu baru diuji sampai kapan dia ambrol. Sejauh ini AutoCad memang lebih populer karena kami dari dulu mulai dari AutoCad. Produk vertikal paling banyak dipakai untuk architecture, engineering, dan construction. Media dan entertainment belum tumbuh. Nah, challenge kami adalah banyak orang yang belum memahami penggunaan software ini, jadi masih pakai software tradisional. Selain itu tenaga ahli juga masih kurang, orang-orang masih perlu ditraining. Itu tugas kami juga, mengedukasi dan mengembangkan melalui education center.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved