CEO Interview

Euro Management Siapkan SDM Indonesia Berwawasan Global

Euro Management Siapkan SDM Indonesia Berwawasan Global

Pendidikan menjadi satu hal penting dalam membangun bangsa. Apalagi di era globalisasi dan MEA mewajibkan SDM Indonesia harus berkualitas agar bisa bersaing dengan negara lain. Sayangnya, masih belum banyak yang menaruh perhatian terhadap pentingnya mengenyam pendidikan di luar negeri.

Kebanyakan masyarakat Indonesia hanya puas dengan mengenyam pendidikan di universitas dalam negeri saja. Padahal, kesempatan melanjutkan pendidikan di luar negeri memberikan banyak efek positif. Tidak hanya dari ilmu pengetahuan, tetapi juga dari pola pikir.

Berangkat dari hal itu, Bimo Sasongko, CEO dan Founder dari Euro Management sekaligus Ketua Umum IABIE (Ikatan Alumni Beasiswa Habibie) mencetuskan program beasiswa bahasa gratis untuk masyarakat Indonesia. Tahun ini, ada tiga kelompok yang berhak untuk menerima beasiswa, antara lain siswa SMA, mahasiswa, dan jurnalis dengan kuota masing masing 1.000 orang.

Euro Management

Adapun yang ditawarkan adalah beasiswa untuk belajar bahasa Inggris, Jerman, Perancis, Belanda, dan Jepang. Tujuannya sederhana, menjadikan mimpi bahwa Indonesia bisa menjadi negara yang besar dan maju pada tahun 2030 tidak hanya sekedar isapan jempol.

Berikut petikan wawancara Bimo Sasongko dengan SWA Online:

Apa latar belakang Anda mencetuskan program beasiswa ini?

Euro Management sudah didirikan sejak 12 tahun lalu. Sebanyak 2.000 orang sudah kami kirim untuk sekolah ke luar negeri seperti ke Jerman, Perancis, Inggris, Belanda, Amerika, Jepang, dan Australia. Kami merasa saat ini sulit untuk meyakinkan masyarakat agar mau bersekolah ke luar negeri. Mulai dari SMA hingga yang sudah dewasa sekalipun.

Kebanyakan dari mereka merasa puas hanya dengan mengenyam pendidikan di sekolah dalam negeri. Anggapan mereka, sekolah di luar negeri prosesnya sulit. Mulai dari biaya hingga bahasanya, jadi mereka takut. Padahal, kesempatan saat ini terbuka jauh lebih luas di zaman saya dahulu. Kami ingin seekali menginspirasi mereka untuk mau sekolah di luar negeri. Apalagi saat ini sudah memasuki era globalisasi, sifatnya borderless. Tapi, orang zaman dahulu lebih antusias untuk bisa sekolah di luar negeri.

Saat ini, meski terbuka luas, kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri tidak dipergunakan secara baik. Begitu pula dengan pemerintah, mereka kurang agresif dalam hal ini. Padahal, negara tetangga terdekat kita, Malaysia, Vietnam, Kamboja sampai China sejak zaman dahulu tidak berhenti untuk mengirimkan putra putri mereka untuk mengenyam pendidikan ke luar negeri, terutama di negara maju.

Untuk itulah kami mencanangkan program beasiswa dengan tema Sejuta Indonesia di Jantung Dunia 2030, yang menyasar anak SMA, mahasiswa, serta jurnalis agar terbuka pikirannya serta terinspirasi agar mereka bisa kuliah ke luar negeri. Di sini juga kami akan memberi petunjuk bahwa proses aplikasi untuk sekolah di luar negeri itu tidaklah sulit. Bahasa dan budaya juga juga akan kami beritahu. Jadi tidak sulit untuk adaptasi.

Kapan program ini mulai berjalan?

sebenarnya sudah berjalan sejak Januari lalu dan berlangsung selama 2 semester, yang masing masing semesternya adalah selama 4 bulan. Program yang dijalankan bermacam macam, untuk bahasa Inggris lebih ke pendalaman materi, TOEFL, IELTS, bahkan komunikasi yang dibutuhkan. Kalau Jerman dan Perancis, kami berikan hingga sertifikasi B1. Demikian pula dengan Jepang dan Belanda. Pengajarnya juga profesional dan native speaker. Kalau peserta ini rajin dan bersemangat, tentu saja beasiswa ini akan dilanjutkan. Karena ada record kehadiran dan kedisiplinan. Lokasinya masih di Jabodetabek.

Mengapa hanya memfasilitasi lima bahasa tersebut?

Lima bahasa itu dipilih karena saat ini, lima negara yang menggunakan bahasa tersebut bisa dikatakan sebagai pusat peradaban dunia. Informasi banyak bisa diakses dari literatur dengan bahasa tersebut.

Apa ada kerja sama dalam menjalankan program ini?

Yang menjalankan hanya Euro Management. Tidak ada siapa siapa di belakang kami. Kamilah yang punya komitmen untuk menggaungkan program ini secepatnya untuk belajar bahasa. Karena keterbatasan kami, tahun ini kami hanya menampung 1000 orang untuk SMA, 1.000 orang untuk mahasiswa dan 1.000 orang jurnalis. Ini record dalam sejarah, yakni satu satunya institusi swasta yang memberikan beasiswa dengan sama sekali tidak berbayar. Sampai saat ini kami belum mendapat dukungan finansial dari pihak manapun. Berapa nilai beasiswa yang digelontorkan?

Jumlah yang digelontorkan untuk nilai beasiswa ini adalah kisaran Rp 10 juta per orang untuk satu semester. Jadi kalau dihitung hitung dana yang digelontorkan bisa mencapai Rp 20 miliar. Tapi ini memang komitmen kami untuk mewujudkan bahwa di 2030 Indonesia bisa menjadi bangsa yang besar dan maju, nomor 6 di dunia.

Jika ada yang mau berpartisipasi, baik dari pihak swasta, pemerintah, maupun institusi lain, kami sangat terbuka. Karena tujuan kami tidak hanya sampai di sini saja. Kami bermimpi bisa hadir ke daerah daerah lain di Indonesia, tidak hanya di Jabodetabek saja. Tantangan dalam menjalankannya apa?

Tantangannya adalah bagaimana untuk mencari bantuan tambahan serta mitra agar beasiswa ini bisa terus digelontorkan dan mencakup ke seluruh Indonesia. Hingga saat ini belum ada mitra yang bisa digandeng. Kami terus menerus melakukan kunjungan ke instansi maupun ke yayasan untuk menarik mitra, terutama untuk bantuan operasional. Kami mengajak mereka yang tertarik dalam mencerdaskan dan memajukan Indonesia, ini adalah kesempatan untuk berkontribusi terhadap perkembangan bangsa dengan wawasan internasional dalam rangka membangun bangsa.

Kita lihat di Malaysia, pemerintahnya sangat mendukung adanya pendidikan ke luar negara. Tempat untuk menuntut ilmu, beasiswa kebahasaan banyak. Demikian pula dukungan dari sektor perbankan, yang menyediakan agunan untuk sekolah ke luar negeri. Sayangnya di Indonesia belum ada yang tergerak untuk ini.

Apa penyebab Indonesia tidak concern terhadap pendidikan? Malaysia penduduknya 30 juta orang, Indonesia 240 juta. Namun mahasiswa Malaysia ada 60 ribu orang. Demikian pula dengan mahasiswa Indonesia. Harusnya, kalau dilihat dari demografi, Indonesia bisa delapan kali lipat. Korea Selatan lebih ekstrim lagi. Jumlah penduduk hanya 120 ribu, tapi yang bersekolah di luar mencapai 70 ribu. Mungkin penyebabnya karena masyarakat Indonesia tidak concern terhadap pendidikan. Padahal, untuk membuat satu negara maju yang dilakukan adalah menyerap ilmu dari negara maju.

Zaman keemasan Eropa dahulu menyerap ilmu dari negara negara Islam. Jepang sebelum jadi negara besar juga mengirimkan SDM-nya untuk belajar ke Eropa. Korea Selatan juga begitu, mereka bisa maju karena mereka concern ke pendidikan luar negeri secara cepat. Indonesia belum punya ide seperti itu.

Dari karakter, Indonesia cepat puas diri, takut merantau dan sebagainya. Maka dari itu, mereka harusnya berani untuk keluar., dan keluarga juga mendukung mereka. Bayangkan saja paling tidak satu kabupaten mengirim 5 pemuda daerahnya setiap tahun. Kabupaten di Indonesia ada sekitar 500. Setahun sudah ada berapa yang bisa ditarik untuk membangun bangsa. Pak Habibie saja sudah mencetuskan, untuk membuat bangsa maju, harus ada percepatan. Caranya mempelajari ke negara maju, lalu menyerap, mengadopsi, dan menerapkan. Jika tidak kita akan berhenti di sini terus. Dengan menampuh pendidikan, kita tidak hanya mengadopsi cara ilmunya, tetapi juga cara berpikir agar bisa menuju peradaban yang lebih tinggi. Bukankah saat ini pemerintah mulai menggelontorkan beasiswa untuk belajar ke luar negeri?

Pemerintah memang memberikan program beasiswa, tapi sifatnya sangat terbatas hanya untuk S2 dan S3. Padahal, S1 menjadi penting, karena anaknya muda, kemampuan bahasa bagus, dan lebih fleksibel. Target saya bisa mengirimkan 1 juta orang Indonesia untuk sekolah ke luar negeri. Yang melakukan hal ini baru Pak Habibie pada tahun 1980 dan berhenti dari tahun 1998 karena masalah politik. Bagaimana hasil yang terlihat dari program beasiswa sejuta Indonesia di jantung dunia hingga saat ini?

Hingga saat ini kami buka terus, lalu kami panggil untuk penempatan. Targetnya tahun ini ada 1.000 yang mendaftar dari masing masing kelompok. Saat ini memang masih di Jabodetabek. Namun yang saya lihat antusiasmenya sangat tinggi. Ini juga menjadi kepuasan bagi saya. Meluangkan waktu untuk belajar lebih baik daripada untuk melakukan kegiatan yang sifatnya konsumtif.

Apa target Anda ke depannya ?

Dalam 5 tahun ini jika ada dukungan, kami akan langsung masuk ke beberapa daerah penting, tidak hanya di Jabodetabek saja. Tapi memang harus sabar dahulu, untuk membangun gerakan ini tidak bisa hanya sehari. Apa tips untuk masyarakat Indonesia untuk bisa melanjutkan pendidikannya ke luar negeri?

Harus termotivasi bahwa sekolah di luar negeri, terutama di era globalisasi ini menjadi suatu yang penting agar bisa menjadi SDM yang bertaraf Internasional. Kedua, mencari konsultan pendidikan yang bisa mengarahkan. Ketiga, tentu saja finansial dan informasi., bisa pribadi maupun beasiswa. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved