CSR Corner

Jurus Ahli Waris Samudera Indonesia Membantu Kaum Papa

Jurus Ahli Waris Samudera Indonesia Membantu Kaum Papa

Kesibukan mengelola berbagai perusahaan di bawah naungan perusahaan induk PT Ngrumat Bondo Utomo, yang salah satunya menaungi PT Samudera Indonesia, tidak membuat Bani M. Mulia melupakan sesama. Direktur Pengelola PT Samudera Indonesia ini bahkan sangat aktif merencanakan berbagai kegiatan sosial di bawah Yayasan Soedarpo yang didirikan keluarganya. “Kakek dan nenek saya yang mendirikan Yayasan Soedarpo. Saya ketularan mereka. Kegiatan nenek saya itu dilakukan hingga usia 80-an, dari Senin ketemu Senin lagi,” ujar Bani.

Bani M. Mulia

Bani M. Mulia, Direktur Pengelola PT Samudera Indonesia Tbk.

Terlebih kakek Bani, Soedarpo, yang notabene pendiri perusahaan pelayaran PT Samudera Indonesia, telah mengajarinya filosofi berbagi, yakni semakin banyak yang diberikan kepada orang lain, maka Allah akan semakin banyak memberikan ganjaran yang baik.

Bani pun aktif mengamati dan menganalisis berbagai gerakan sosial yang dilakukan pihak lain. Karena itu, ia bisa membandingkan dan berupaya memperbaiki model aktivitas sosial Yayasan Soedarpo. Ia berupaya agar setiap kegiatan sosial yang dilakukan yayasan keluarganya memberikan dampak yang lebih besar, jadi bukan sekadar menyumbang dana saja. “Saya baru kumpul di Singapura, membahas penanggulangan penyakit yang kerap terjadi di suatu daerah. Dulu sasarannya penyakit polio, sekarang tidak lagi. Kini HIV yang jadi perhatian. Saya belajar, ketika bantuan pengentasan itu tidak tepat sasaran, jadi wasted,” tuturnya.

Karena itu, pria 36 tahun ini memutuskan gerakan sosial yang digawanginya harus berdasarkan prinsip membantu yang terdekat dan kemudian menyebar ke lingkungan yang lebih luas. Itu sebabnya, kegiatan utama yang dilakukan yayasannya terkait pendidikan dan kesehatan. Antara lain, memberikan beasiswa kepada karyawan dan masyarakat sekitar.

Di bidang kesehatan, melalui perusahaannya, Bani membantu distribusi obat-obatan, peralatan dan perlengkapan kesehatan untuk Rumah Sakit Apung (RSA) dr. Lie Dharmawan di Balikpapan, yang kini sudah memasuki kapal ketiga. “Kami memiliki keahlian di bidang logistik dan pergudangan. Karena itu, kami membantu pendistribusian peralatan dan obat untuk RSA dr. Lie Dharmawan di Balikpapan. Kami bantu salurkan seperti membawa obat dan alat-alat kesehatan itu ke Balikpapan, di sana ada galangan kapal untuk didistribusikan,” katanya menjelaskan.

Bani mengatakan, kerja sama itu kini berjalan bersama dengan para dokter muda yang mengelola kapal pertama hingga ketiga dari RSA dr. Lie Dharmawan. “Kami punya galangan kapal, kapalnya untuk mendistribusikan logistik mereka, kami dukung di sana, meski belum menyumbangkan kapal untuk dijadikan Rumah Sakit Apung. Benar memang layanan kesehatan ke pelosok itu, terutama ke pulau-pulau terluar, masih sangat kurang. Kita tidak mungkin protes terus ke pemerintah. Nah kami melihat anak-anak muda full time job mengurusi orang yang sulit mendapat akses kesehatan, pasti kami support,” paparnya.

Meski banyak terlibat dalam manajemen yayasan sosial keluarganya, Bani membuka tangan ketika teman-temannya mengajaknya melakukan aktivitas sosial. Seperti yang dilakukannya bersama Arif Patrick Rachmat, putra T.P. Rachmat, pendiri Grup Triputra. “Saya bersama grup Young President Organization, bersama Arif, membantu menyediakan fasilitas untuk teman kami yang mengurus anak-anak berkebutuhan khusus. Saya memang selalu mendukung setiap ajakan apa pun untuk kegiatan sosial yang konkret dan impact-nya jelas,” katanya menegaskan.

Dalam setiap kegiatan filantropi, yang menjadi fokus Bani terutama pada transparansi dan profesionalitas manajemennya. Tujuannya, setiap bantuan yang diberikan menghasilkan dampak yang berimbang dan memiliki kejelasan aliran dana masuk dan keluar. Ia pun pernah menemukan penyimpangan penerima beasiswa pascasarjana ke Eropa dari keluarganya: telah lulus, tetapi masih menerima dana. “Saya fokus membenahi administrasi yayasan keluarga. Satu saat saya pernah menemukan ada yang mendapat beasiswa dari yayasan kami, beasiswa S–2 atau S–3 di Eropa. Ternyata dia sudah selesai sekolah, tetapi minta dikirimi terus. Ini jadi seperti kecolongan. Harusnya dia sudah tidak dapat lagi beasiswa itu dan dana untuk dia bisa diberikan untuk yang lain yang lebih membutuhkan,” paparnya.

Belajar dari kasus tersebut, Bani menegaskan, pihak pemberi bantuan tidak boleh menutup mata, percaya saja kepada pengelola ataupun pihak yang dibantu. Tetapi, harus mengontrol juga, supaya bantuannya tepat sasaran dan bisa dialokasikan untuk yang lebih membutuhkan. (Riset: Yulia Pangastuti)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved