Listed Articles

78% Pekerja di Jakarta Berkendaraan Pribadi ke Tempat Kerja

Oleh Admin
78% Pekerja di Jakarta Berkendaraan Pribadi ke Tempat Kerja

Penambahan jumlah pekerja didominasi oleh kaum perempuan sebesar 379 ribu orang, sementara peningkatan pekerja laki-laki sebesar 133 ribu orang. Tingginya peningkatan pekerja perempuan ini diduga karena dorongan ekonomi, yaitu tuntutan keluarga untuk menambah penghasilan, selain semakin terbukanya kesempatan kerja bagi mereka.

Bagaimana mereka menuju tempat kerjanya? Dari 4,06 juta pekerja tersebut ternyata sebagian besar mereka menggunakan kendaraan pribadi sebagai sarana transportasi menuju tempat kerjanya ketimbang menggunakan angkutan umum. Hasil riset MARS Indonesia dalam “Indonesian Consumer Profile 2008” menunjukkan bahwa 78,4% pekerja di ibukota Jakarta lebih suka menggunakan kendaraan pribadi (mobil dan motor pribadi), sementara yang memilih angkutan umum hanya 18,1% pekerja.

Fakta ini menarik, karena ternyata angkutan umum (transportasi publik) di ibukota belum menjadi pilihan utama para pekerja, padahal pemerintah provinsi DKI Jakarta telah berusaha dengan berbagai cara agar angkutan umum jadi sarana publik favorit warga. Terakhir, mencoba mengintroduksi bus jalur khusus atau yang sekarang dikenal dengan sebutan “Busway”.

Namun sayang, selama tiga tahun beroperasi, angkutan massal ini masih jauh dari harapan. Jadwal kedatangan bus sering telat karena keterbatasan armada dan jalur khusus belum steril dari penyerobotan kendaraan lain. Akibatnya, bus jalur khusus ini pun tidak luput dari macet. Penumpang berdesak-desakan di halte maupun di dalam bus. Fasilitas bus pun kerap rusak. Sehingga kalangan menengah ke atas tidak mau lagi menaiki busway dan kembali mengendarai kendaraan pribadi. Alhasil, daya tampung busway secara total hanya mencapai 210.000 penumpang per hari, jauh dari target awal sebesar 500.000 penumpang per hari.

Sementara itu, pekerja yang memanfaatkan fasilitas kendaraan dinas dari kantor masih sangat minim, jumlahnya hanya 1,9% pekerja. Apalagi yang menggunakan bus karyawan lebih rendah lagi, yaitu 0,6% pekerja. Ini masih kalah tinggi oleh mereka yang memilih berjalan kaki menuju tempat kerja/kantor yang mencapai 0,9%. Mereka ini kebetulan tempat tinggalnya berdekatan dengan tempat kerjanya, atau yang sengaja kost/kontrak rumah dekat tempat kerja biar lebih efisien waktu.

Tak pelak karena mayoritas warga yang bekerja di Jakarta lebih suka memilih berkendaraan pribadi, maka kemacetan yang jadi problem akut Jakarta tak mudah untuk diurai. Kondisi lalu lintas Jakarta diperparah lagi oleh pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak terkendali. Berdasarkan data Dishub DKI Jakarta, jumlah kendaraan di Jakarta pada 2007 mencapai 5,7 juta unit. Padahal, dua tahun sebelumnya hanya 4,9 juta unit. Artinya, kenaikan jumlah kendaraan mencapai 8% per tahun.

Dari total 5,7 juta jumlah kendaraan di Jakarta itu, 98,5% adalah kendaraan pribadi dan hanya 1,5% kendaraan umum. Padahal kendaraan pribadi hanya mengangkut 44% sementara kendaraan umum mengangkut 53% perjalanan.

Data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya lebih fantastis lagi. Jumlah kendaraan di Jakarta, Depok, Bekasi, dan Tangerang mencapai 9,5 juta unit pada 2008. Dua juta unit di antaranya adalah mobil pribadi. Jumlah tersebut meningkat hampir 2 juta unit dibanding jumlah kendaraan pada 2006 yang mencapai 7,9 juta unit. Persentase kenaikannya lebih dari 10% per tahun.

Nah, untuk mengurai problematika kemacetan di Jakarta, tampaknya tidak ada jalan lain selain menggulirkan kebijakan radikal dengan meminimalisir pertumbuhan kendaraan pribadi, dan menata kembali sistem transportasi publik sehingga benar-benar menjadi alternatif warga, dibarengi pula dengan mengakselerasi penambahan infrastruktur jalan secara simultan dan berkesinambungan.

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved