Petronas dalam pembicaraan dengan beberapa perusahaan minyak dunia, termasuk Shell dan Exxon Mobil, untuk mengembangkan pabrik petrokimia senilai US$ 20 miliar di kawasan Malaysia selatan. Tak hanya itu, perusahaan minyak nasional asal Malaysia ini sempat melirik Itochu Corp, Mitsubishi Corp dan Dow Chemical Co.

Pernyataan tersebut diungkapkan pihak yang tidak disebutkan namanya oleh Reuters. Petronas tampaknya ingin mencari cara dalam menekan gelombang permintaan bahan bakar di Asia sekaligus melakukan diversifikasi pendapatan. Petronas diharapkan membuat keputusan dalam kesepakatan ini pada pertengahan 2012. “Petronas tampanya memiliki ketertarikan yang tinggi untuk sebuah usaha patungan,” kata sumber yang menolak disebutkan namanya kepada Reuters.

“Mereka (Petronas) telah berpindah ke basic engineering dan design stage. Karena itu, setelah proses tender, mereka akan mulai membangun kompleks kilang itu,” kata sumber itu lagi. Pejabat resmi Petronas, Shell dan Mitsubishi menolak berikan komentar. Begitu pula dengan Itochu, Dow Chemical dan Exxon Mobil.

Petronas pertama kali memperkenalkan proyek Refinery and Petrochemicals Integrated Development (RAPID) pada Mei lalu dan mengatakan kompleks tersebut akan selesai pada akhir 2016. kompleks senilai US$ 20 miliar tersebut akan dibangun di kawasan Johor selatan, dekat perbatasan Singapura.

Proyek ini menjadi kunci rencana Petronas dalam meraup pangsa pasar yang lebih besar di pasar bahan kimia khusus, bahan baku bernilai tinggi yang digunakan dalam produk-produk khusus seperti popok dan LCD televisi, yang bernilai US$ 395 miliar secara global. “Dalam lingkup pasar untuk petrokimia yang berasal dari RAPID, Petronas berniat menyangsa pasar Myanmar, bangladesh dan beberapa kawasan di Asia.”

Proyek RAPID akan termasuk dengan kilang 300 ribu per barel, yang menghasilkan nafta, bensin, bahan bakar jet, diesel dan bahan bakar minyak. Sumber Reuters menyebutkan bahwa bahan baku mentah akan banyak berasal dari proyek-proyek equitas Petronas di Sudan, Chad dan Venezuela. Pasalnya, produksi minyak mentah domestik yang berkualitas lebih tinggi tengah melambat.