Listed Articles

Raja Gula Indonesia Timur Keluhkan Defisit Gula Nasional

 Raja Gula Indonesia Timur Keluhkan Defisit Gula Nasional

“Defisit supply.” Itulah kalimat pertama yang terlontar dari Direktur PT Makasar Tene, Andre Vincent Wenas dalam diskusi panjang tentang kondisi gula nasional. Andre menggambarkan mengenai dua kondisi ekonomi yang terkait dengan demand dan supply gula. Secara nasional, di tahun 2012, total kebutuhan konsumsi gula mencapai 5,2 juta ton/tahun. Angka ini terdiri dari demand gula untuk industri sebesar 2,5 juta ton/tahun dan demand untuk konsumsi rumah tangga langsung sebesar 2,7 juta ton/tahun. Sementara itu, supply gula untuk industri hanya dapat dipenuhi sekitar 2,1 ton/tahun. Angka ini merupakan hasil pemotongan kuota sebesar 400 ribu ton dari tahun sebelumnya.

Direktur PT Makasar Tene, Andre Vincent Wenas

Sementara itu, pasokan gula kristal putih untuk industri rumah tangga langsung hanya dapat dipenuhi sekitar 2,1 juta ton per tahun. Padahal produksi sudah ditopang oleh 62 pabrik gula seluruh Indonesia, yakni 51 pabrik milik BUMN, dan 11 pabrik milik swasta. ”Dari hitungan itu saja belum terpenuhi. Apalagi setelah kuotanya dipotong, dari 2,5 juta ton dipotong 400.000 ton. Jadi kuotanya tinggal 2,1 juta ton, ditambah produksi gula kristal putih 2,1 juta ton. Artinya gula nasional saat ini mengalami defisit sebesar 600.000 ton,”katanya.

Kebutuhan gula khusus untuk industri ini dihasilkan oleh 8 perusahaan gula rafinasi yang tergabung dalam Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI). Ke-8 anggota AGRI tersebut terdiri dari PT. Angels Product, PT. Jawa Manis, PT. Usahatama Jaya, Permata Dunia Sukses Utama, Dharmapala Usaha Sukses, PT. Sugar Labinta, PT. Duta Sugar Internasional, serta PT Makasar Tene.

PT Makasar Tene sendiri merupakan satu-satunya produsen tunggal gula rafinasi di Kawasan Indonesia Timur (KTI). Pabriknya didirikan pada 7 Desember 2003 dengan luas lahan 15 hektar. Pabrik ini memiliki nilai investasi sebesar Rp 1 triliun

Andre menyebutkan bahwa terjadi gap atau disparitas yang semakin memperlebar jurang permasalahan. Dari situ kemudian muncul 2 pertanyaan besar : pertama, mengapa terjadi kekurangan pasokan yang sangat besar, dan kedua darimana kekurangan pasokan itu bisa diatasi. Ada satu jawaban yang cukup menggelitik dari isu produktivitas yang begitu rendah. Andre mengatakan bahwa hal tersebut terjadi karena yield yang rendah. Fasilitas produksi yang sudah uzur dari tahun 1990-an masih saja dipakai, sehingga pada akhirnya yield yang dihasilkan rendah. Belum lagi lahan yang hanya 450 ha, dituntut untuk memproduksi 2,1-2,7 juta ton/ha. Tentu hal tersebut sangat mustahil terjadi.

Awal 2012 dibuka dengan 1 fenomena menarik yaitu demo besar-besaran para petani tebu untuk menolak adanya impor. Demo ini membuahkan hasil : pengurangan kuota impor untuk industri gula rafinasi. Industri gula rafinasi merupakan industri yang bahan baku utamanya berasal dari raw sugar impor. Raw sugar sendiri berupa produk setengah jadi dari proses gula tebu. Raw sugar disinyalir sebagai bentuk gula yang paling stabil untuk disimpan, sehingga raw sugar dijadikan komoditas yang diperdagangkan secara global. Jumlah yang diperdagangkan bisa mencapai 50 juta ton/tahun. Industri ini, awalnya dibentuk pemerintah pada tahun 2000-an sebagai langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri yang terus meningkat. Padahal kondisi tersebut selalu beriringan dengan menurunnya produktivitas domestik sementara ekspektasi harga gula dunia merembet naik. PT Makasar Tene terkena imbas paling besar dalam situasi ini.

Andre mengakui, kondisi in, akan berdampak pada kenaikan harga gula sehingga akan mengganggu kebutuhan rumah tangga dan industri kecil. PT Makassar Tene yang tadinya mengimpor raw sugar dari Thailand sebanyak 12.000 ton dan Australia 27.000 ton, kini hanya bisa memproduksi sebanyak 1.000-1.500 ton per hari.

”Karena pembatasan, produksi kami yang dalam sehari bisa mencapai 1.800 ton, kini hanya mampu kami kerjakan sekitar 60% dari kapasitas itu,” kata Asisten General Manager Technical dan Development PT Makassar Tene, Kuswandono.

Dijelaskan Andre, kebijakan pemerintah hanya condong ke satu pihak. Dalam hal ini, kebijakan seolah-olah ingin melindungi petani tebu Jawa yang disinyalir berjumlah 2 juta orang, namun harus mengorbankan ratusan penduduk kawasan Indonesia timur yang sangat kekurangan stok gula. Di lapang, kebutuhan konsumsi gula masyarakat Indonesia Timur memang sangat tinggi, dibandingkan dengan daerah lain. Sementara, produsen satu-satunya yang berlokasi di KTI hanya Makassar Tene.

Andre mencontohkan di Kalimantan Selatan. Ketika kebutuhan di daerah lain hanya sekitar 0,7 kg/bulan, konsumsi perkapita Kalsel sudah mencapai angka 1,3 kg/bulan. Memang ada budaya makan sangat berpengaruh di sini. Ada ungkapan bahwa orang di Kalsel sudah tidak minum gula lagi, tapi makan gula. Artinya konsumsi gula sangat tinggi di sini. Ibu-ibu rumah tangga ketika memasak pasti tidak lupa membubuhkan gula. Produsen-produsen mie ayam juga memanfaatkan gula sebagai pengganti dari pengawet (MSG). Dengan campuran gula plus garam, ketahanan mie ayam akan awet sampai 18 jam. “Ini sudah dibuktikan oleh anggota-anggota paguyuban mie ayam di Kalsel”,ujar H. Aftahudin, Ketua Paguyuban Mie Ayam Kalsel.

Ada lagi kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang mencitrakan budaya makan manis dalam level tinggi. Misalnya, makan nasi dengan disiram teh manis atau kolak. Masyarakat Kalsel juga selalu menyuguhkan teh manis jika kedatangan tamu dari luar, karena hal ini dianggap sebagai penghormatan kepada tamu. Selain itu, aneka jajanan pasar dan panganan tradisional hampir 90% berisi gula. “Begitu tahu suka manis, pemenuhan gula yang tadinya sebesar 3000-4000 kg, tahun ini ditambah 1600 kg lagi. Kita juga sudah mengajukan permohonan kepada Makasar Tene untuk membantu pemasokan gula demi kebutuhan warga kami yang terus meningkat. Menjelang bulan Ramadhan, konsumsi bisa meningkat 20-25% dari biasanya. Apalagi bulan Ramadhan selalu diramaikan oleh arisan gula yang sangat khas di kalangan masyarakat Kalimantan Selatan,” ujar Dra. Hj. Farida Wariansi, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan.

Gula adalah penyebab inflasi terbesar nomor 2 setelah beras. Hal ini disampaikan oleh Farida, saat memberikan informasi mengenai data inflasi gula menjelang Ramadhan untuk tahun 2011 yang mencapai 3,98%. “Sekarang mungkin sudah bisa lebih dari 4%, karena harga lelang sudah sebesar Rp. 11.850, mungkin di tingkat distributor sudah mencapai Rp. 12.000. sekarang ditambah pengurangan kuota sebesar 150 ribu ton, sehingga sangat tidak mencukupi kebutuhan industri pengguna langsung,”ungkapnya.

Kebijakan pemerintah dinilai Andre cukup memberatkan rakyat di Kawasan Indonesia Timur. Selain itu ada porsi yang setengah mengkambinghitamkan industri gula rafinasi. “Keberpihakan pada rakyat tidak ada. Satu hal yang menarik untuk dicatat adalah sebetulnya harga gula rafinasi ditengarai semakin naik bersamaan dengan naiknya gula kristal putih. Mengapa harga musti terdongkrak untuk terus naik. Lebih baik harga berada pada posisi ekuilibrium yang normal, sehingga kita bisa mencapai kelanggengan dalam jangka panjang”,ujarnya.

Gap ini terjadi bertahun-tahun ke belakang. Andre menyatakan bahwa selama ini KTI selalu menjaga sustainability dari pasokan gula baik itu dari gubernur/bupati. Makassar Tene mengklaim bahwa segala prosedur selalu ditaati. Gula mereka pasok kepada distributor. Distributor meneruskan rantai pasokan ke subdistributor yang kemudian disalurkan ke retailer-retailer bersifat UKM. Para pedagang kecil yang bersifat UKM ini biasanya hanya beli 10-20 karung, bahkan 5 karung saja cukup, misalnya untuk pedagang-pedagang martabak di pinggir jalan. Dan kebanyakan ketika sudah membeli, kebetulah tidak habis, apa yang mereka lakukan? Mungkin yang setengah karung tersebut akan mereka jual juga untuk membeli kebutuhan yang lain. Inilah yang ditengarai sebagai penyebab jatuhnya gula rafinasi ke tangan konsumen rumah tangga. Fakta-fakta seperti itu, secara logis bisa saja terjadi.

“Dari Makasar Tene sendiri sudah beberapa kali menetapkan jumlah pasokan yang didistribusi sesuai dengan prosedur yang ada ke distributor. Karena apa? Gula rafinasi sangat high regulated industry di hulunya. KPPU sempat menanyakan kenapa di hulu diatur sedemikian ketat, tetapi di pasar, harga gula dilepas dengan sangat liberal sehingga terjadi fluktuasi yang sangat frontal sejak RAT. Ini yang menjadi PR bagi semua bahwa situasi gula nasional defisit sejak bertahun-tahun.Ketika perekonomian mulai tumbuh, Pemerintah yang mengundang kami untuk investasi di industri gula rafinasi. Jadi gula rafinasi adalah industri yang though, industri yang halal, dan tidak ada kepentingannya untuk menghantam industri petani,” tegasnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved