Entrepreneur

Diversifikasi Bisnis Memacu Laju Bisnis Anomali Coffee

Diversifikasi Bisnis Memacu Laju Bisnis Anomali Coffee

Muhammad Abgari dan Irvan Helmi, duo pendiri PT Anomali Coffee, mendiversifikasi bisnis dan menambah cabang demi melipatgandakan pertumbuhan bisnis perusahaannya. Mereka menambah cabang dan mewaralabakan kedai kopi Anomali Coffee, juga menambah unit bisnis baru, yaitu menjual biji kopi, memasok mesin kopi, menyediakan jasa konsultasi bisnis kopi, dan memberikan pelatihan juru racik biji kopi (barista). Bisnis mereka pun melejit dengan melakukan diversifikasi bisnis, kendati perekonomian nasional melambat dalam beberapa tahun terakhir. “Dampak dari perlambatan ekonomi tidak terlalu terasa bagi kami karena kami bergerak di bidang bisnis yang tergolong leisure. Kebutuhan masyarakat perkotaan terhadap kopi juga tidak teralu dipengaruhi kondisi ekonomi nasional,” tutur Agam, sapaan akrab Abgari.

Muhammad Abgari (Agam), PT Anomali Coffee

Muhammad Abgari (Agam), PT Anomali Coffee

Menurut Agam, omset dari kedai kopi berkontribusi 70% terhadap jumlah total pendapatan Anomali Coffee. “Kontribusi unit bisnis lainnya, yaitu penjualan biji kopi 20% dan penjualan mesin serta jasa pelatihan barista sekitar 10%,” ungkapnya. Sekadar kilas balik, kedua sahabat itu pada 2007 mendirikan Anomali Coffee. Ini adalah kedai kopi yang pertama kali dibuka di di kawasan Senopati, Jakarta. Kawasan ini dikelilingi kawasan hunian premium dan pusat bisnis Ibukota. Agam menjelaskan, setiap lini bisnis dikembangkan dengan cara tertentu, misalnya unit kedai kopi dikembangkan dengan cara membuka cabang, bisnis biji kopi ditingkatkan untuk memasok biji kopi ke perusahaan lain (business to business/B2B), bisnis konsultan menyediakan pelatihan peracik kopi, atau mendistribusikan mesin pengolah (brewing) kopi otomatis dan manual.

Konsep Anomali Coffee adalah kedai kopi yang menyuguhkan specialty coffee micro roaster. Maksudnya, biji kopi jenis specialty disangrai dalam skala produksi terbatas untuk memasok kebutuhan internal. “Itu kami lakukan karena kami tidak menemukan supplier kopi yang sesuai dengan standar kami. Selain itu, kami juga melihat peluang sebagai specialty coffee maker roaster,” Agam menerangkan.

Lama-kelamaan biji kopi yang disangrai Anomali Coffee itu diminati konsumen. Agam dan Irvan sejak 2008 menjual biji kopi ke konsumen ritel dan korporat, antara lain ke pemilik kafe, restoran, hotel dan bioskop. “Mereka tidak hanya mau biji kopinya, tetapi klien kami meinginginkan baristanya dilatih oleh Anomali, sehingga kami membuka pelatihan barista serta menyuplai mesin pembuat kopi seiring dengan kebutuhan klien,” Agam menambahkan. Akademi Kopi Indonesia (AKI), demikian nama fasilitas pelatihan juru racik kopi, diresmikan pada 2015 untuk memberikan pelatihan barista kepada pegawai suatu perusahaan agar menjadi tenaga terampil yang piawai meracik biji kopi. Cikal bakal AKI dimulai pada 2009 dengan memberikan pelatihan kepada calon barista atau masyarakat yang hobi mengolah kopi. “Biaya mengikuti coffee class di AKI berkisar Rp 1,5 juta-3 juta,” ujarnya. Jumlah peserta pelatihan barista di AKI sejak 2009 hingga awal tahun ini lebih dari 100-an orang. Menurut Agam, tantangan menjalankan bisnis kopi adalah kompetensi SDM. Agam dan Irvan di awal menjalankan bisnis Anomali harus bersusah payah memberikan pelatihan kepada karyawannya agar menjadi juru racik kopi yang kompeten.

Irvan Helmi

Irvan Helmi, Pendiri Coffee Anomali,

Kemudian, penambahan gerai, lanjut Agam, dilakukannya dengan menggaet mitra bisnis yang visinya selaras dalam mewaralabakan Anomali Coffee. Prinsip ini ditanamkan karena Agam melihat gejala ekspansi kedai kopi yang kerapkali berdampak negatif terhadap laju bisnis suatu waralaba kedai kopi. ”Inilah yang tidak kami inginkan, misalnya membuka cabang franchise yang jumlahnya 1.000 tetapi di tengah perjalanan setengahnya sudah tutup. Kami lebih baik menjalankan bisnis yang tumbuh perlahan-lahan tetapi metodenya tepat,” kata Agam.

Visi Agam dkk. adalah menjadikan pengusaha kedai kopi nasional sebagai tuan rumah di negeri sendiri, serta memainkan perannya sebagai pelaku utama industri kopi global. “Indonesia adalah produsen kopi terbesar di dunia. Kami ingin eksitensi brand Indonesia dikenal di kancah global,” ia menandaskan. Jika merujuk data Kementerian Perindustrian, Indonesia adalah negara penghasil biji kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Vietnam dan Kolombia. Produksi rata-rata biji kopi nasional sebanyak 739 ribu ton/tahun, atau sekitar 9% dari produksi kopi dunia. Produksi kopi robusta sebanyak 76,7% dari jumlah total produksi nasional tersebut. Sisanya bersumber dari kopi arabika 23,3%.

Salah satu strategi mengembangkan industri kopi adalah dengan mengembangkan industri pengolahannya. Berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-35, industri pengolahan kopi termasuk salah satu sektor prioritas yang akan dikembangkan pemerintah. Kementerian Perindustrian berkomitmen menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi industri pengolahan kopi melalui berbagai kebijakan serta penerapan standar, antara lain, pelaku industri kopi meningkatkan mutu agar dapat menjadi eksportir utama kopi sangrai; meningkatkan nilai tambah biji kopi dan mutu kopi olahan, terutama roasted bean, melalui penguasaan teknologi roasting; serta meningkatkan kapasitas SDM, seperti barista, roaster dan penguji citarasa (cupper).

Pengembangan industri kopi nasional perlu ditingkatkan karena saat ini industri kopi di dalam negeri menyerap sekitar 40% produksi kopi dan sisanya yang 60% untuk diekspor. Agam melihat peluang untuk berkespansi ke luar negeri. “Walau tidak mudah berbisnis di luar negeri, kami sudah membidik beberapa negara untuk tujuan ekspansi. Agar sustain, kami harus banyak mempelajari kearifan lokal dan bermitra dengan local partner untuk bisa menjangkau negara lain,” dia menjabarkan rencana ekspansi ke luar negeri. “Semoga kami bisa membuka outlet di luar negeri,” Agam menambahkan. Impian itu bukan mimpi di siang bolong. Tengok saja konsumsi kopi global yang cenderung meningkat, seiring dengan semakin merebaknya gaya hidup minum kopi yang berkembang di sejumlah negara, seperti China, Korea Selatan dan Jepang. Kemenperin mencatat konsumsi kopi masyarakat di negara-negara pengimpor kopi. Di Amerika Serikat, misalnya, sebesar 4,3 kg/kapita/tahun atau Jepang. 3,4 kg/kapita/tahun. Angka itu lebih tinggi dibandingkan Indonesia yang hanya 1,2 kg/kapita/tahun.

Di Indonesia, bisnis kedai kopi sangat prospektif. Pertumbuhan kelas menengah dan perubahan gaya hidup turut mendorong konsumsi produk kopi olahan yang meningkat rata-rata lebih dari 7% setiap tahun. Apalagi, Indonesia memiliki 11 kopi bercitara rasa unik, seperti kopi Arabika Gayo, Java Arabika Sindoro-Sumbing, dan Arabika Toraja.

Jika berkaca dari hal itu, Agam dan Irvan ingin menggenjot laju bisnis waralaba Anomali Coffee agar mencetak omset sebanyak-banyaknya. Langkah nyata mereka lakukan dengna membuka gerai Anomali Coffee yang baru di Makassar, Sulawesi Selatan. “Kami sedang dalam tahap finalisasi perjanjian untuk membuka outlet franchise di Makassar. Ini menjadi franchise pertama Anomali Coffee di Indonesia bagian timur,” katanya. Nantinya, gerai itu untuk menggenapi tujuh gerai yang sudah beroperasi di Jakarta (lima) dan Bali (dua).

Menurut Agam, gerai Anomali Coffee di Makassar itu berdekatan dengan Toraja, daerah penghasil kopi berkualitas, yaitu Arabika Toraja. Itu memberikan keuntungan strategis karena Anomali Coffee di Makassar berpeluang menambah varian rasa dan memikat konsumen di daerah tersebut. Menyinggung citarasa, kata Agam, pihaknya senantiasa berinovasi untuk memanjakan serta memenuhi keinginan konsumen yang menuntut citarasa yang variatif. “Variasi itu yang akan kami ke depankan di Anomali Coffee,” ia menjelaskan.

Penambahan varian rasa serta jumlah gerai kopi dioptimalkan untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis dengan memasok merek mesin pengolah (brewing) sejak 2010. Saat ini, mereka merupakan distributor tiga mesin kopi, yaitu mesin kopi bermerek Synesso asal Amerika Serikat serta Jerman dan Prancis. “Mesin yang kami jual itu harganya mencapai Rp 200 juta per unit. Sekarang penjualan kami mencapai 3-5 unit per bulan dari sebelumnya satu unit tiap bulan,” ungkap Agam. Rencananya, mereka akan menyediakan 10 merek mesin kopi.

Diversifikasi bisnis ini menyita waktu dan energi para pendirinya. Setiap dua tahun sekali, Agam dan Irvan bertukar posisi sebagai komisaris dan direksi di Anomali Coffee. Pergantian posisi itu merupakan siasat kedua sahabat ini untuk mengoperasikan bisnis dan menata skala prioritas. “Selain bisnis Anomali Coffee, kami masing-masing sibuk dengan perusahaan lain. Jadi, kami saling membagi waktu untuk memegang bisnis Anomali Coffee,” tutur Agam. (*)

Tonggak-tonggak Bisnis Anomali Coffee

2015, meresmikan Akademi Kopi Indonesia sebagai pusat pelatihan barista


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved