Entrepreneur

Hendro Kakalim, Hadirkan Boneprice untuk Perbandingan Harga Online

Hendro Kakalim, Hadirkan Boneprice untuk Perbandingan Harga Online

Bagi Anda yang hobi belanja online, tentu akan senang berburu harga murah. Biasanya Anda akan buka satu persatu situs e-commerce untuk mencari produk yang akan Anda beli. Nah, cara konvensional itu pasti akan merepotkan dan buang-buang waktu saja. Kini, Anda tidak perlu bingung untuk mencari produk-produk pilihan dengan harga murah. Bagaimana caranya? Anda cukup buka situs www.boneprice.com. Sekali klik, maka semua harga (mulai yang paling murah hingga mahal) produk yang dicari akan muncul dari puluhan e-commerce terkemuka di Indonesia.

Apa itu Boneprice? Ini adalah sebuah perusahaan teknologi yang memberikan layanan perbandingan harga. Ya, Boneprice adalah search engine yang mempersatukan seluruh online store terbaik di Indonesia dan menyajikannya dalam daftar produk dan harga di satu situs layanan. Dengan demikian, layanan ini memudahkan konsumen untuk menemukan para penjual online sekaligus melihat dan membandingkan penawaran-penawaran terbaik.

Hendro Kakalim, CEO Boneprice (Kanan ) bersama Chris Min, CTO Boneprice

Hendro Kakalim, CEO Boneprice (Kanan )bersama Chris Min, CTO Boneprice

“Alasan diluncurkannya situs Boneprice adalah membantu konsumen yang belanja di e-commerce untuk mendapatkan harga terbaik. Sebab, membandingkan harga sebelum melakukan pembelian merupakan sifat dasar manusia karena mereka ingin mengetahui apakah harga yang ditawarkan adalah harga yang adil dan wajar. Tiap orang khawatir jika barang yang dibeli harganya kemahalan,” jelas Hendro Kakalim, Founder sekaligus CEO Boneprice, yang didirikan dengan bendera PT Boneprice Metatech Indonesia.

Hendro membangun Boneprice dari nol. Dengan pengalaman bekerja di perusahaan security printing Stacopa Raya selama 13 tahun sebagai pimpinan proyek integrasi sistem teknologi informasi di perusahaan itu, dia pun akhirnya terinspirasi untuk berwirausaha. Lalu, pilihannya jatuh ke dunia startup teknologi. “Padahal background pendidikan formal saja bidang ekonomi,” kenang lulusan S1 Ekonomi dari Umass di Boston, Amerika Serikat.

Modal awal pendirian Boneprice diakuinya cukup besar. Selain merogoh kocek sendiri, Hendro menggaet temannya sebagai mitra bisnis. “Modal usaha awalnya berjumlah signifikan. Dulu karyawan kami hanya 6 orang, kini bertambah menjadi 120 orang,” kata eksekutif muda kelahiran Jakarta, 9 Oktober 1978, itu.

Mengapa baru belakangan ini Boneprice dirilis ke pasar online? Ada alasan kuat yang mendasarinya. Menurut Hendro, situs perbandingan harga bisa hadir dengan dukungan infrastruktur yang kuat. Dengan kata lain, harus banyak pemain e-commerce seperti saat ini dan komunitas atau konsumennya sudah terbentuk dengan baik. Jika sudah siap, maka situs perbandingan harga bisa diluncurkan.

Selain itu, Boneprice hadir karena kebutuhan pasar. Lihat saja faktanya, BMI Research mencatat bahwa rata-rata pengeluaran belanja online orang Indonesia dalam setahun mencapai Rp825 ribu/orang. Hal ini diperkuat dengan riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), mengungkapkan bahwa 46,7% konsumen online di Indonesia melakukan penelitian terlebih dulu sebelum membeli produk di toko online. BMI Research mencatat, tahun 2014 total nilai transaksi belanja online orang Indonesia mencapai Rp21 triliun dan tahun 2015 sekitar Rp50 triliun.

Sejatinya, Boneprice sudah diluncurkan Hendro sejak Oktober 2014, tapi grand launching pada Februari 2015. Persiapan set up perusahaan dilakukan setahun sebelumnya, yakni tahun 2013.

Dipilihnya nama Boneprice atau diartikan harga tulang, kata Hendro, lantaran di situs inilah konsumen akan menemukan harga hingga tidak ada dagingnya sama sekai alias murah. Lagi-lagi tujuannya adalah agar konsumen mendapatkan harga terbaik.

Benefit yang didapat konsumen jika menggunakan referensi harga dari Boneprice sebagaimana diklaim Hendro antara lain: dapat harga terbaik atau termurah, hemat biaya, hemat waktu, menyajikan daftar harga dari 44 e-commerce/marketplace terkemuka, serta hemat data.

Sebelum Boneprice hadir, sudah ada situs pembanding harga Pricebook,yang telah menjalin kerja sama dengan berbagai dealer maupun retailer gadget dan perangkat elektronik lainnya di seluruh Indonesia. Lalu, ada trivago.com untuk perbandingan harga hotel dan skyscanner.com untuk perbandingan harga tiket pesawat.

Boneprice juga menawarkan konsep yang serupa, dan melalui situs ini, pengguna dapat mencari dan membandingkan harga produk yang diinginkan. “Namun, situs Boneprice memiliki beberapa keunggulan yang beda dengan kompetitor. Apalagi Boneprice itu untuk perbandingan harga berbagai produk. Tidak fokus semacam misalnya hotel saja, gadget saja atau tiket penerbangan saja. Boneprice hadir dengan beragam produk yang dijual oleh marketplace atau e-commerce seperti Lazada, Blibli, Mataharimall, OLX, Bukalapak, Zalora atau Tokopedia. Jadi ada produk elektronik, gadget, fashion, perlengkapan rumah dan sebagainya,” tukas Hendro.

Hendro menyebut, varian produk yang ada di Boneprice ada 55 kategori produk dan 17 juta SKU. Seluruhnya tergabung dalam induk kategori HP/Tablet, Komputer, Kamera, Multimedia, Elektronik, Bayi/Anak, Pakaian, Beauty, Buku/Hobi, dan Home/Food. Hingga saat ini Boneprice sudah berhasil menpersatukan sekitar 44 e-commerce & marketplace terbesar di Indonesia dengan database yang diupdate 2 sampai 4 kali sehari.

“Saat ini di Boneprice juga dapat membandingkan harga food and beverage di minimarket seperti Alfamart dan Indomaret. Nantinya akan ditambah lagi informasi harga dari supermarket maupun hypermarket lain sehingga konsumen banyak referensi harga belanja harian atau bulanan,” ujar Hendro.

Layanan Boneprice dapat diakses melalui internet browser (Desktop/Mobile/Tablet) dan APP (iOS dan Android) yang dapat diunduh di Google Playstore dan Apple AppStore. “Hingga kini aplikasi Boneprice sudah diunduh 5 ribu di Android. Untuk pageview di bulan Desember 2015 sebanyak 6 juta, Januari 2016 diunduh 6,5 juta. Bulan-bulan mendatang kami harapkan lebih banyak lagi,” dia menegaskan.

Sumber pendapatan Boneprice dari mana? Kepada SWA Online, Hendro mengaku revenue dipacu dari iklan dan affiliate partner. Untuk affiliate partner dari orang yang berbelanja melalui situs Boneprice, sehingga Boneprice mendapat bagian margin dari pihak perusahaan marketplace atau e-commerce. “Tidak menutup kemungkinan nanti Boneprice menjadi mitra bagi bisnis market intelligence perusahaan-perusahaan riset,” jelasnya.

Melihat kinerja Boneprice yang terus menanjak itu tak pelak membuat investor jatuh hati. “Ada investor asing yang masuk, tapi nama dan jumlahnya tidak dapat kami sebutkan,” ujar Hendro.

Hendro Kakalim

Hendro Kakalim

Strategi hadapi sengitnya persaingan

Bagi Hendro, kualitas layanan adalah hal yang tidak bisa ditawar dalam menjalankan roda bisnis Boneprice. Itulah sebabnya, dia mengklaim, Boneprice memiliki dua kekuatan yang tidak ada di kompetitor. Pertama, data volume. Sebab, Boneprice mengumpulkan informasi dan data sebanyak-banyaknya untuk produk-produk yang disurvei harganya. Kedua, data akurasi. Frekuensi update data cukup sering, yakni 2-4 kali sehari untuk tiap produk. Jadi, bisa Anda bayangkan bagaimana sibuknya tim Boneprice melakukan update data harga terbaru.

“Volume data dan update frequency adalah dua kunci fundamental untuk memberikan kualitas terbaik dalam layanan perbandingan harga. Mengapa? Sebab, volume data memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada pengguna. Sementara Update Frequency menjamin data yang disajikan seperti harga dan inventory memiliki akurasi yang tinggi, sehingga tingkat kepuasan pengguna terjaga,” jelas pria berkulit putih ini.

Beberapa faktor lain yang tidak kalah penting dalam menyajikan Excellence Quality of Service di antaranya: Loading Speed, Intuitive Search Engine, Effective UX, Fraud Detection.

Strategi tidak hanya kualitas dan akurasi data. Dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2016 banyak memberikan perasaan tidak menentu kepada para pelaku usaha karena merasa belum siap dan percaya diri dalam menghadapi persaingan terbuka. Namun keterbukaan kompetisi sebenarnya adalah salah satu kunci utama pemicu kemajuan. Menghadapi MEA, Boneprice merupakan salah satu startup Indonesia yang bergerak lebih cepat dan maju beberapa langkah di depan dengan melakukan ekspansi layanan ke mancanegara sebelum MEA di mulai. Sejak Juli 2015, layanan perbandingan harga Boneprice sudah aktif di Singapura dan Malaysia.

Tahun 2016, Boneprice merencanakan untuk membuka layanan baru di tiga negara di Asia Tenggara dengan total 6 negara termasuk Indonesia. Namun, Indonesia akan tetap menjadi fokus utama boneprice karena selain memiliki pasar dan potensi terbesar, Indonesia juga memiliki tingkat akselerasi dan adaptasi teknologi yang sangat tinggi.

Yang jelas, dalam waktu dekat, Boneprice juga akan buka kantor pemasaran di Singapura dan Malaysia. “Kami juga akan membangun community platform seperti Kaskus,” dia menambahkan.

Sebagai karya bangsa, Indonesia adalah negara Boneprice dilahirkan dan akan menjadi Global Headquarter karena Boneprice ingin menginspirasi dan membangkitan semangat kepada para digital entrepreneurs di Tanah Air bahwa Indonesia bisa menghasilkan layanan berkelas dunia dan bersaing pada tingkat internasional. Selain itu, Boneprice ingin Indonesia dipandang sebagai Ibukota Asia Tenggara yang sesungguhnya dan menjadi pusat usaha, seni dan budaya.

Ke depan, prospek bisnis Boneprice terkait erat dengan industri e-commerce. Namun, jika menyimak prediksi para ahli, e-commerce masih akan berjaya beberapa tahun mendatang. “Dengan adanya shopping apps kecenderungan belanja masyarakat Indonesia bergeser pada hari kerja. Aplikasi memberi solusi tidak hanya sekadar belanja, tetapi juga eksplorasi. Banyak orang yang membandingkan produk dan harga melalui aplikasi mobile belanja online,” kata Magnus Ekbom, CEO Lazada Indonesia.

Pengamat e-commerce dari ITB Bandung, Kun Arief Cahyantoro, memperkirakan bahwa tahun 2016 ini akan menjadi tahun emas bagi pertumbuhan aplikasi mobile. “Pertumbuhan aplikasi mobile diperkirakan dapat mencapai 45% di mana hal tersebut akan memberikan manfaat yang besar terhadap peningkatan performa industri e-commerce di Indonesia,” ucap Kun.

Melalui aplikasi mobile, lanjut Kun, nantinya perusahaan penyedia barang dan jasa akan memiliki kemampuan untuk mendeteksi segmentasi pasar yang lebih fokus yang diharapkan dapat meningkatkan jumlah transaksi jual-beli. Untuk mendukung kelancaran transaksi, perusahaan perlu mengimplementasi sistem keamanan yang lebih terjamin di perangkat ponsel pintar dibanding platform peralatan mobile lainnya seperti komputer maupun laptop. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved