Entrepreneur

UNTAR Dorong Lulusan Menjadi Entrepreneur

UNTAR Dorong Lulusan Menjadi Entrepreneur

Sangat beralasan apabila menyebut Universitas Tarumanegara (UNTAR) sebagai basisnya pengusaha – pengusaha masa depan Indonesia. Faktanya adalah, 90 persen dari lulusan UNTAR tiap tahunnya berhasil menjadi entrepreneur, meskipun sebelumnya sempat mengenyam pengalaman bekerja untuk sebuah perusahaan. Hal itu, tidak lain adalah karena adanya inisiasi dari UNTAR untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif Indonesia, yang tentu saja implikasi terdekatnya adalah agar dapat mengambil peran dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan mulai berlaku Desember 2015.

roesdiman soegiarso

Prof. Dr. Ir. Roesdiman Soegiarso, Rektor Universitas Tarumanegara, menitik beratkan program edukasinya pada work force, sehingga mahasiswa bisa mentas dengan kompetensi kerja yang mumpuni, apabila suatu ketika dihadapkan oleh persaingan global.

Berkorelasi dengan itu, ditambahkan Roesdiman, perlu adanya support dari setidaknya empat faktor, yaitu tenaga pengajar yang kompeten, infrastruktur yang memadai seperti gedung, IT, dan sarana belajar lainnya, pengembangan kualitas penelitan, serta jaringan alumni yang berperan sebagai penyokong mahasiswa mengembangkan networking. Berikut adalah penuturan Roesdiman kepada wartawan SWA Online, Fardil Khalidi :

Seperti apa pemetaan lulusan UNTAR setiap tahunnya?

Jadi secara umum, UNTAR itu cenderung menghasilkan lulusan yang pada akhirnya lari ke industri seperti kreatif, telko, otomotif, mining, technology, dan sebagainya, juga ada pula yang lari ke government. Tapi jika dipetakan, lebih dominan yang menyasar pada sektor Industri, ketimbang pemerintahan. Dan sektor industri itu dibagi lagi menjadi dua, yaitu mereka bekerja untuk sebuah perusahaan, dengan mereka menciptakan lapangan kerja baru. Jika dibuat komparasi, lebih dominan yang menciptakan lapangan kerja baru (entrepreneur).

Berapa persen komparasinya?

Untuk yang memilih ke pemerintahan, atau perusahaan pemerintah (BUMN) itu sangat kecil, gak sampai 10%. Antara lain ada yang menjabat sebagai wakil ketua DPRD Belitung, bekerja di dinas PU, maupun Pertamina. Selebihnya mereka lari ke industri atau bisnis. Dan antara bekerja untuk perusahaan dengan membuka usaha sendiri itu presentasenya sekitar 30 : 70, lebih banyak yang membuka usaha sendiri. Bahkan walaupun mereka sebelumnya bekerja untuk perusahaan, 5 tahun setelah itu mereka akan meninggalkan perusahaan untuk berwirausaha sendiri.

Kenapa bisa demikian, lulusan UNTAR lebih cenderung memilih menjadi entrepreneur?

untar1Alasan utamanya karena secara nature, mahasiswa UNTAR berasal dari kalangan entrepreneur, atau orang tuanya merupakan entrepreneur.

Kedua, untuk sisi pemerintahan sudah ada porsinya, dan UNTAR secara tidak langsung memang mengarahkan untuk mengisi post di entrepreneur itu.

Karena begini antara pemerintahan dan entrepreneur ada sebuah sinergi yang saling melengkapi satu sama lain. Pemerintah tidak bisa merealisasikan pertumbuhan ekonomi, seperti yang dicanangkan Presiden RI. Ir. Joko Widodo, yakni sebesar 7% apabila entrepreneurnya tidak digalakkan. Sebaliknya, para entrepreneur jika tidak diwadahi oleh regulasi yang dibuat pemerintah, yang ada berantem mereka ketika harus melewati persaingan bisnis.

Peran UNTAR dalam keduanya di mana? Serta bagaimana UNTAR mempersiapkan lulusannya menjadi entrepreneur tangguh?

Kalau dilihat dari sirkulasinya itu begini, pembangunan ekonomi membutuhkan tenaga kerja maupun entrepreuner yang kompeten. Dan itu semua bermuara dari institusi pendidikannya. Jadi tidak bisa dipungkiri bahwa institusi pendidikan memiliki peran penting dalam keikutsertaannya memajukan pembangunan ekonomi suatu negara.

Yang dilakukan oleh UNTAR adalah mempersiapkan lulusan yang kompeten dan berdaya saing dalam menghadapi ketatnya persaingan di era global ini. Caranya, selain dengan mempersiapkan kurikulum, UNTAR juga mewadahi para mahasiswa untuk mengembangkan potensinya melalui internship, penelitian, serta UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa).

Selain itu upaya UNTAR mencetak lulusan berkualitas tidak terlepas dari dukungan empat hal ini, yakni ; kualitas dosen, ketersediaan sarana penunjang seperti infrastruktur, IT, dan teknologi, pengembangan kualitas penelitian yang berdaya guna, serta keterlibatan alumni.

Dosen – dosen kami kualitasnya selalu diperhatikan. Tak jarang kami mengirimkan mereka baik itu melalui pengembangan, maupun beasiswa studi, yang tujuannya agar mereka bisa membagikan ilmunya kepada anak didiknya. Begitu juga dengan alumni, tiap tahunnya UNTAR meluluskan sebanyak 3000 mahasiswa, yang mana setelah 5 sampai 10 tahun mereka telah banyak berkiprah di bidangnya masing – masing, baik itu menempati jajaran top management, maupun sebagai wirausaha. Dan UNTAR mencoba selalu mengkoneksikan antara mahasiswa dengan alumni agar mereka memiliki networking yang luas, sehingga sangat berguna nantinya.

Kebanyakan mereka berkecimpung di bidang apa?

Hampir semua bidang ada alumni UNTAR-nya, termasuk itu di pemerintahan. Untuk bidangnya sendiri mereka tersebar di telekomunikasi, manufaktur, petroleum ada tapi sedikit, kedokteran, kreatif, teknologi, dan finance.

Sebentar lagi Indonesia akan menghadapi MEA, sejauh mana kesiapan UNTAR menghadapi iklim tersebut? Pandangan Anda?

Kalau dilihat dari culture mereka yang cenderung ingin bergerak di bidang entrepreneur, saya sedikitpun tidak merasa khawatir. Pasalnya dari segi work force, itu sudah ditanamkan sejak mereka kuliah, agar bekerja secara efisien, kreatif, juga gigih. Namun, perlu dicatat, sifat inferiority itu bisa menjadi bumerang bagi generasi muda kita. Sifat inferiority itu asalnya adalah dari keberanian mereka berkomunikasi, menyampaikan pendapat, memandang lulusan asing lebih superior dari kita. Itu yang perlu dihilangkan.

Dan apabila keberanian dalam hal komunikasi itu berawal dari kurangnya intensitas mereka menggunakan bahasa Inggris, maka UNTAR sudah mulai menggalakkan bahwa dalam setiap aktivitas belajar – mengajar, sudah harus terbiasa dengan bahasa Inggris, termasuk dalam membuat paper. Kemudian kalau dari persaingan di lokal, seharusnya kita tidak perlu khawatir. Kenapa? karena yang mengetahui kultur negara ini ya masyarakat Indonesia sendiri.

Saat ini dalam dunia karier, kelangkaan tenaga kerja (talent scarcity) menjadi suatu masalah yang serius. Menurut anda, solusi apa yang bisa dilakukan perusahaan, terutama dalam tetap mendapatkan talent yang berkualitas untuk mengisi pos – pos tersebut?

Ini juga menjadi wacana yang menarik kita saya menghadiri sebuah diskusi ke-pendidikan di Malaysia, yakni terkait dengan talent scarcity. Tidak dipungkiri, berdasarkan survei majalah Forbes tahun belakangan ini, 74% yang mengisi jajaran top management adalah mereka yang berada pada usia 50 tahun ke atas.

Artinya 5 atau 10 tahun lagi, mereka akan pensiun dan sudah beralih ke generasi ke dua. Jika tidak ada kompetensi dari penerusnya, maka ini akan menjadi hal yang mengkhawatirkan. Oleh karena itu, UNTAR selalu menekankan bahwa kompetensi merupakan hal yang sangat penting. Sehingga ketika ini terjadi, talent yang memiliki kompetensi itu minimal bisa langsung match dengan kebutuhan perusahaan.

Anda tadi juga sempat menyinggung soal networking, sejauh mana ini berperan terhadap perkembangan karier seorang talent?

Memang benar, kompetensi tidak boleh dipisahkan dengan networking. Terlebih ketika menghadapi kultur kerja ala Indonesia. Sehebat apapun seorang talent, sepintar apapun dia, ada kalanya mereka tidak bisa menembus invisible boundaries untuk mencapai peningkatan level, baik itu dalam halnya promosi, maupun pindah ke perusahaan yang lebih besar. Oleh karena itu, caranya adalah dengan membangun network.

Apakah itu juga yang ditanamkan pada lulusan UNTAR?

Ini juga yang banyak diimplementasikan oleh para entrepreuner lulusan UNTAR dimana dengan mereka membangun network, itu berarti mereka bisa saling terkoneksi untuk saling mengisi kebutuhan mereka. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved