Business Research

Data Mikro Ekonomi Indonesia Harus 'Secantik' Data Makro

Data Mikro Ekonomi Indonesia Harus 'Secantik' Data Makro

Ketidakpastian pasar keuangan dan ekonomi dunia mau tidak mau turut membayangi ekonomi Indonesia selama tahun 2012. Hal ini diprediksikan akan semakin berlanjut seiring dengan lesunya ekonomi Eropa yang akan memengaruhi ekonomi dunia.

Namun demikian, ada catatan menarik tentang Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 di atas angka pertumbuhan ekonomi dunia, ekonomi negara-negara emerging serta ekonomi negara-negara sedang berkembang. Hal ini didukung oleh data-data makro yang solid di antaranya inflasi yang cederung stabil pada level kisaran sasaran 4,5% ± 1%, konsumsi domestik yang tinggi, aliran investasi asing yang meningkat, kinerja perdagangan yang membaik, kurs yang bergerak pada level fundamentalnya, menurunnya angka pengangguran, dan stabilnya sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan. Komponen-komponen inilah yang mampu membangun kinerja dan daya tahan ekonomi Indonesia terus kuat di tengah tingginya ketidakpastian ekonomi global.

Apakah data makro memang secantik dengan data aslinya di lapangan. Berikut reportase SWA dengan Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc, ekonom sekaligus Head of Researcher Macroeconomics Dashboard Universitas Gadjah Mada.

Seperti apa kondisi ekonomi Indonesia saat ini?

Kalau kita cermati, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini sudah terkena dampak hingga 6,17% secara year on year. Padahal kuartal II tumbuh dengan 6,37%. Mungkin kalau kita lihat di ekonomi domestik, banyak yang memuji bahwa kita sudah tumbuh berkembang. Tapi ternyata angka tersebut banyak bersumber dari konsumsi rumah tangga, dimana mayoritas masyarakat hidupnya masih pas-pasan. Dari situlah kebutuhan untuk konsumsi masih tinggi pertumbuhannya, meskipun dikatakan 1 juta lebih kelas menengah tumbuh, tapi dengan 2 dollar (plus sedikit) per harinya, sehingga sebenarnya mayoritas masih hidup pas-pasan. Nah jadi konsumsi itulah yang menyelamatkan ekonomi kita. Tentu saja investasi juga ambil bagian terutama dari industri mikro, informal, dan sumberdaya alam.

Adakah yang menarik dari kondisi ini?

Jika kita cermati pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung melemah seiring lesunya ekonomi dunia. Yang menarik bahwa investasi atau pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto tumbuhnya masih 10-a persen. Hanya saja akhir-akhir ini mulai melemah. Saya kira kita harus waspada karena kalau sampai pertumbuhannya di bawah 10%, tentu saja dampak multiplier terhadap pertumbuhan ekonomi akan bisa dilanjut. Hal ini harus diwaspadai oleh otoritas ekonomi, baik bank sentral maupun kementerian keuangan.

Apakah isu krisis Eropa berdampak ke Indonesia?

Akhir-akhir ini mengenai isu fiskal pun di Amerika nampaknya belum bisa segera diselesaikan. Sehingga kalau sampai akhir tahun tidak bisa diselesaikan, tentu saja hal itu akan membuat ketidakpastian ekonomi dunia.

Nampaknya memang konsumsi pemerintah di kuartal III ini negatif, tapi kuartal IV saya yakin akan positif pertumbuhannya. Sementara ekspor barang dan jasa memang mengalami formasi, demikian juga impor, sehingga potret ekonomi kita masih tumbuh, tapi tidak bisa tumbuh seperti potensinya. Dan kita masih bisa bertahan di tengah-tengah krisis ekonomi Eropa.

Sementara dari sisi produksi, yang tumbuh tinggi terutama didorong oleh sektor pengangkutan dan komunikasi, konstruksi, sektor keuangan, real estate, dan perusahaan. Tapi perlu dicermati, sektor pengangkutan dan komunikasi yang biasanya tumbuh tinggi, sekarang semakin menurun. Kemarin, kuartal III masih tumbuh di atas 10%. Demikian juga kontruksi 7,18%, real estate, keuangan, dan jasa perusahaan juga masih tumbuh tinggi.

Secara umum, dari sektoral dapat kita lihat bahwa itulah potret umum ekonomi Indonesia, meskipun mungkin perindustrian menyatakan dari sisi manufaktur, kuartal III tumbuh lebih tinggi dari ekonomi nasional, tapi juga perlu dipahami bahwa banyak sekali komponen impornya. Ketidakepastian ekonomi dunia yang meningkat dan pertumbuhan ekonomi dunia yang masih tertekan membuat serbuan barang luar negeri semakin meningkat. Kalau kita cermati, yang membuat sektor industri kita tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional, lebih banyak didukung oleh basis sumber daya alam. Investasi nampaknya sulit untuk terus dipertahankan, mengingat masalah-masalah investasi.

Bagaimana dari segi penurunan tingkat pengangguran?

Sementara tingkat pengangguran menurun dari tahun ke tahun. Tentu saja perlu kita catat bahwa tingkat pengangguran terbuka masih tinggi, masih 7 jutaan di Indonesia. Dan yang lebih penting adalah bahwa kualitas lapangan kerja yang tercipta itu masih rendah, dimana, sekitar 60% masih sektor informal, sehingga orang yang bekerjapun belum berharap bisa hidup layak. Itulah tantangan yang masih akan kita hadapi. Meskipun angkanya cantik, tapi kenyataannya seperti itu. Ingat, 1-2 bulan yang lalu, ada sales dari TKW/TKI di Malaysia masih terjadi. Nah itulah sebenarnya potret lapangan kerja di Indonesia yang sebenarnya suram sekali. Meskipun data makronya kelihatan cantik, tapi dalam mikronya sebenarnya banyak permasalahan.

Bagaimana dengan perkembangan moneternya?

Jumlah uang beredar terus meningkat. Kecenderungan M1-M2 meningkat di bawah 20%. Namun yang penting adalah inflasi. Tingkat inflasi mulai menggeliat, apalagi tahun depan TDL akan naik. Kenaikan BBM penuh ketidakpastian tetapi, Jakarta nampaknya, untuk mobil, nomor ganjil genap akan meningkatkan biaya produksi, karena mau tidak mau baik perusahaan maupun kita semua, yang Jakarta, ini mobilnya harus dobel. Ini tentu saja akan membuat biaya produksi juga akan meningkat. Karena, nampaknya ini akan serius kebijakan Pak Jokowi. Yang mungkin perlu diwaspadai adalah laju inflasi inti pada Bulan November yang lebih tinggi dibandingkan inflasi umum. Ini perlu diwaspadai karena biasanya inflasi inti itu lebih besar dari inflasi umum.

Komponen inflasi apa saja yang membuat inflasi mulai meningkat di atas 4% ?

Inflasi di Indonesia dari 4% menjadi 4,3% ini karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh beberapa kelompok, terutama kelompok transportasi, komunikasi, jasa keuangan, perumahan, gas dan air minum, dst. Dan komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi di Bulan November adalah bawang merah, beras, daging sapi, wortel,dll.

Sementara BI Rate masih dipertahankan 5,75%. Saya kira BI tidak akan menurunkan/menaikkan BI Rate kecuali kalau tekanan inflasi sudah 6%. Tapi kalau untuk turun, rasanya tahun depan akan sulit sekali, mengingat bahwa tekanan inflasi akan meningkat, karena administer goal, administer price dari barang yang harganya ditentukan oleh pemerintah diperkirakan tahun depan dinaikkan. Apalagi kalau BBM naik, jelas tekanan pada inflasi tinggi.

Hal-hal apa saja yang masih harus diwaspadai atau tantangan yang akan dijumpai perekonomian Indonesia ke depan?

Cadangan devisa, akhir bulan kemarin naik US$ 111 miliar, hanya debt service ratio kalau di atas 20%, hati-hati, itu sudah merah. Saya tidak tahu, katanya 30-40% masih oke. Tapi yang jelas debt service rationya tinggi. Dan ini yang saya khawatir, dana jangka pendek portofolio investment yang besar terutama dana swasta jangka pendek yang jatuh tempo itu US$ 30-an miliar. Belum lagi nanti yang jangka panjang dan jatuh tempo serta pemerintah sehingga semua terefleksi dalam debt service ratio untuk pembayaran bunga utang dan cicilannya itu sudah tinggi. Dan tahun depan diperkirakan akan meningkat. Ini yang perlu diwaspadai. Karena bisa menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan, meskipun cadangan devisa kita meningkat. Sebenarnya cadangan devisa kita didukung oleh dana portofolio yang jumlahnya besar. Oleh karena itulah perekonomian cenderung masih melemah. Satu hal yang membuat saya ayem, mengenai kondisi pasar keuangan kita ini adalah bank. Secara umum, pada saat krisis Asia yang lalu, bank-bank di Indoneisa, LDR-nya masih kuat, 80%. CAR-nya masih okeylah, 17,31%. Artinya likuiditas perbankan kita bagus dan modalnya cukup kuat. Ini yang membuat ayem, karena pasar keuangan kita masih didominasi oleh perbankan. Kalau banknya bagus, ini bisa diandalkan, paling tidak menjaga stabilitas pasar keuangan lebih mudah. Hanya yang harus diwaspadai adalah dana jangka pendek dan juga utang jangka pendek. Ini yang kalau tahun depan tidak diatur/dikelola dengan baik bisa menimbulkan instabilitas pasar keuangan. Karena salah satu sumber yang bisa membuat masuknya dampak krisis paling cepat adalah melalui pasar keuangan. Sementara dari ekspor impor memang merosot dan diperkirakan tekanannya masih berat, tapi dampaknya terhadap stabilitas ekonomi tidak akan sekuat pasar keuangan. Oleh karena itulah, nampaknya tantangan kita tahun depan akan lebih banyak berasal dari sana. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved