Marketing Trends

Mamah Dedeh Rekomendasikan Malkist Susu Kokola Halal

Mamah Dedeh Rekomendasikan Malkist Susu Kokola Halal

Biskuit Kokola kembali merilis produk terbarunya: Malkist Susu Kokola Halal. Biskuit anyar ini telah dilakukan tes pasar beberapa waktu dan ternyata respons masyarakat sangat antusias. “Produk baru ini sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada masyarakat Indonesia yang makin sadar akan pentingnya kehalalan pangan dan telah diterimanya produk kukis Kokola halal. Maka, secara konsisten Kokola Group sebagai perintis biskut dan wafer halal Indonesia, juga menghadirkan produk-produk inovatif, aman dan halal,” ujar Hadi Wijono, Marketing and Sales Director Kokola Group di Jakarta (8/8/2016).

Saat peluncuran Malkist Susu Kokola Halal, Kokola Group menggelar acara silaturahmi halal bihalal yang diikuti masyarakat dan komunitas hijabers. Acara ini dihadiri ustadzah dan penceramah Mamah Dedeh, ustadzah Lulung berikut artis Islami Oki Setiana Dewi.

(ki-ka)Hadi Wijono, Marketing and Sales Director Kokola Group, Oki Setiana Dewi, Ustadzah Lulung, Ustadzah Mamah Dedeh

(ki-ka) Hadi Wijono, Marketing and Sales Director Kokola Group, Oki Setiana Dewi, Ustadzah Lulung, Ustadzah Mamah Dedeh dan Andi Fian Octavia, Public and Media Relation Kokola Group

“Mayoritas konsumen Indonesia memerlukan kejelasan kehalalan, sehingga Kokola memepelopori biskuit dan wafer halal di Indonesia. Selama ini, banyak bahan yang jauh dari halal dimasukkan dalam produk makanan di Indonesia. Apalagi dari segi proses produksi, masyarakat konsumen Indonesia harus mengetahui dan lebih menyadari bahwa Kokola Group sudah menerapkan prinsip kehalalan sejak 42 tahun silam,” ujar Hadi.

Lebih lanjut Hadi mengatakan,” Makanan itu, sebelum enak, sebelum murah, sebelum bagus, mesti halal dulu dong. Sebenarnya produk halal tidak hanya berlaku untuk umat Islam. Halal itu universal. Karena, makanan halal itu baik,” tuturnya. Apalagi, produk halal Indonesia memunyai peluang besar merebut pasar di ASEAN.

Hadi menegaskan, produk Kokola Group halal ada tanda tulisan halal di semua kemasan produk Kokola. “Kokola Group juga konsisten dalam menjaga proses produksi halal dengan ketat, di antaranya melakukan penerimaan bahan baku halal dengan ketat dan memilih figur endorser dengan ketat,” dia menejelaskan. Pun, Kokola Group memberikan penguat penandaan agar konsumen lebih mudah memilih produk dalam kemasan modern yang dimiliki Kokola Group.

Menurut Hadi, Kokola Group berharap dengan berfoku pada biskuti dan wafer halal ini akn menjadi gerakan yang menstimulasi industri-industri di Indonesia untuk mengikuti jejak yang sama dan mengangkat kejayaan produk halan demi konsumen. Apalagi, untuk menciptakan produk halal dan aman butuh spirit moral yang kuat dari berbagai pihak terkait.

Pengakuan lembaga sertifikasi internasional dan nasional atas produk halal dan kualitas biskuit & wafer Kokola Group bisa dilihat beberapa penghargaan yang diraih. Sebut saja Food Safety ISO 22000 & FSSC 22000 merupakan sertifikasi keamanan pangan yang menggunakan pendekatan system manajemen mutu dan persyaratan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Lalu, sertifikasi halal produk dan proses dari MUI (MajelisUlama Indonesia) sebagai persyaratan dasar dalam memproduksi sebuah produk makanan terutama di Indonesia.

Penghargaan lain dari British Retail Consortium (BRC), sertifikasi keamanan dan kualitas pangan yang digunakan oleh lebih dari 20 ribu pemasok di 90 negara. Dengan sertifikasi ini, produk Malkist Susu Kokola Halal bisa diekspor ke berbagai negara persemakmuran Inggris Raya, khususnya di negara bagian Eropa dan Amerika

Hingga kini, distribusi produk paling gres Malkist Susu Kokola Halal ada di jaringan toko Alfamart, Alfa Midi, Indomart, Giant , Hero , Lion Super Indo, Carrefour, Yogya Toserba, Griya Toserba, Sabar Subur Swalayan, Tip Top, Ramayana, Hari Hari dan Naga Swalayan.

Brand Ambassador Malkist Susu Kokola Halal, Mamah Dedeh

Brand Ambassador Malkist Susu Kokola Halal, Mamah Dedeh

Transformasi Bisnis Kokola di Tangan Richard Cahadi

Dalam kesempatan terpisah, Richard Cahadi, Direktur Pengelola Kokola Group, mengatakan, label halal tidak hanya dibutuhkan untuk produk-produk pasar domestik saja. Saat ini, tren pasar internasional sudah mengarah ke sana. “Sekarang, untuk ekspor ke pasar internasional, sudah banyak negara yang mempersyaratkan label halal, sifatnya sudah universal. Padahal, waktu itu, kami akan hapus label halal di kemasan untuk produk-produk Kokola yang diekspor, ternyata pihak importir malah mempersyaratkan label halal,” jelas generasi ketiga di pabrikan biskuit dan wafer yang bermarkas di Gresik, Jawa Timur itu.

Apalagi, permintaan pasar internasional yang meningkat akan produk-produk halal, mendorong PT Mega Global Food Industry (Kokola Group) sebagai salah satu produsen wafer dan biskuit nasional, makin serius mengelola kehalalan produknya. “Bagi seluruh industri, baik dalam maupun luar negeri, pasar internasional penting. Untuk itu, kali ini Kokola Group berniat makin memperkuat pasar internasional melalui berbagai langkah strategis. Salah satunya dengan mengikuti pameran industri bertaraf internasional.

Dijelaskan eksekutif yang murah senyum ini, sesuai himbauan Presiden Joko Widodo bahwa Indonesia harus lebih aktif dalam kegiatan ekspor bukan hanya bahan mentah/komoditi saja, tapi juga ekspor berbentuk olahan pangan / olahan jadi. Salah satunya seperti biskuit dan wafer Kokola ini yang makin agresif menggarap pasar mancanegara.

Menurut Richard, biskuit Kokola setelah dikelola generasi ketiga berhasil melakukan turnaround. Transformasi gaya manajemen kuno ke modern sukses dilakukan Richard secara bertahap. Sejumlah terobosan pun dilakukan, sehingga Kokola yang awalnya hanya jago kandang di pasar Jawa Timur, kini menjadi perusahaan global di kategori snack. Tidak kalah dengan raksasa Mayora, Indofood atau Garudafood.

Namun, satu keunikan Kokola adalah: fokus menggarap pasar biskuit dan wafer saja. Tidak seperti perusahan makanan lain yang merambah ke mana-mana produknya, “Sejauh ini kami tidak terbawa arus ikut masuk ke pasar mie instan, minuman, permen, kacang atau snack yang lain. Kokola hanya fokus untuk produk-produk biskuit,” Richard menegaskan komitmen perusahaan yang berumur 31 tahun itu.

Terobosan generasi ketiga ini di antaranya, masuk ke pasar ekspor. Hal ini dilakukan sejak tahun 2006. “Negara pertama ekspor biskuit Kokola adalah Australia. Setelah itu, ke rak-rak supermarket di Amerika Serikat, Eropa, China, Arab Saudi, Asia, Afrika dan lainnya. Semua itu terwujud berkat fokus perusahaan akan keamanan dan kesehatan produk yang kami hasilkan,” kata Richard yang lulusan S1 jurusan Marketing di Universitas Surabaya, dan pernah belajar Biscuit Making di Biscuit Institute, Singapura, serta mengikuti Food Safety Training dari Premisys Consulting itu.

Untuk pasar Asia, semua negara sudah ditembus biskuit dan wafer Kokola, kecuali Jepang saja. “Nggak tahu kenapa lidah orang Jepang kok beda sendiri. Padahal, produk terbaru kami rasa maca atau green tea direpons antuasias oleh konsumen Korea, Taiwan dan China, tapi di Jepang susah masuknya, “keluh Richard sembari geleng geleng kepala.

Hingga kini Kokola sudah berhasil merambah pasar ekspor dengan komposisi 50% dan sisanya sebanyak 50% untuk domestik. Jumlah itu mengalami kenaikan dari sebelumnya. Sebagai gambaran dua tahun kapasitas pasar eskpor 40% dan 60% untuk domestik.

Perubahan lain yang dilakukan Richard, menerapkan konsep open kitchen. Jika dulu pabrik Kokola tertutup untuk khalayak, kini siapa pun boleh masuk asalkan sesuai prosedur. Hal ini dilakukan setelah pabrik direnovasi menjadi lebih besar, modern, bersih dan hygienis.

Konsep Total Food Safety diterapkan manajemen di area pabrik. Misalnya, sebelum memasuki tempat produksi, pengunjung wajib memakai pakaian bebas bakteri seperti, masker, pembungkus sepatu, pelindung kepala. Ruang produksi terpantau sangat bersih dari debu termasuk mesin oven otomatis yang mempunyai panjang hampir 200 meter. Meski di dalam ruang produksi, namun suhu di ruangan tidak terlalu panas.

Dengan terbukanya proses produksi Kokola untuk umum, maka manajemen membuat program kunjungan “Kokola House” dan membuat masyarakat tertarik untuk bertandang. Mulai dari anak-anak sekolah, mahasiswa, ibu ibu pengajian, organisasi datang ke Kokola House.

“Saat ini total luas pabrik Kokola di Gresik seluas 5 hektar dengan kapasitas produksi 1 line 3 ton per hari. Untuk jenis produk ada 60 SKU dan harga produk mulai Rp.1000 hingga Rp30 ribu per piece,” tambah Richard.

Gebrakan lain turnaround ala Richard, jika dulu hanya promosi di tingkat daerah, akhir-akhir ini sudah aktif mengikuti pameran produk makanan di dalam negeri skla nasional dan luar negeri. Salah satunya di ajang Trade Expo yang sudah diikuti selama 3 tahun terakhir. “Kami juga pernah ikut pameran makanan di Thailand, Dubai dan negara-negara lain,” jelasnya lagi.

Gaya manajemen modern Richard juga ditunjukkan dengan penggunaan brand ambassador. Kali ini Kokola mempercayakan ke ustadzah Mamah Dedeh. Mengapa? “Mamah itu sosok yang konsisten berdakwah. Dan ini sesuai dengan visi Kokola yang konsisten hanya menggarap pasar biskuit dan wafer saja. Selain itu, Mamah banyak pengikut atau jamaah dari kalangan ibu-ibu yang cocok dengan segmen pasar Kokola. Jadi, klop,” jelasnya seraya mengatakan susah untuk menggaet Mamah Dedeh sebagai duta merek, karena beliau sangat selektif.

“Untuk menjadikan Mamah Dedeh sebagai duta merek tidak gampang. Sampai-sampai Mamah itu harus kenal dengan ayah saya dan keluarga. Perkenalan kami dimulai saat mengundang beliau sebagai penceramah untuk pengajian karyawan,” kenang Richard.

Setelah Mamah Dedeh kenal baik dengan keluarga pemilik pabrik Kokola ini, maka tagline perusahaan ini pun mengusung kalimat “Mamah Tahu Sendiri”. Pasalnya, Mamah sudah menyaksikan sendiri kebersihan pabrik, kehalalan makanan dan proses produksi secara langsung. “Setelah Mamah Dedeh jadi bintang iklan biskuit Kokola, penjualan kami naik signifikan,” ujarnya enggan menyebut berapa fee duta merek Kokola itu.

Sejatinya, diakui Richard untuk menggunakan brand ambassador karena “terpaksa” mengikuti strategi promosi perusahaan-perusahaan di Indonesia. “Di pasar makanan luar negeri itu tidak ada tren penggunaan duta merek, lantaran yang diutamakan adalah kualitas produk. Sebaliknya, di Indonesia, jika produk makanan tidak menggunakan brand ambassador orang terkenal, produknya kurang laku. Jadi harus pandai-pandai menetapkan siapa brand ambassador yang tepat,” dia menyarankan.

Perubahan lain yang dilakukan Richard: inovasi tiada henti. Begitu ada kesempatan, maka momentum itu tidak dilewatkan begitu saja. Lihat saja terobosan dalam varian rasa. Baru-baru ini Kokola memelopori biskuit dan wafer rasa maca atau green tea yang sedang tren untuk kategori minuman. Dan Kokola mengolah maca itu ke biskuit dan wafer yang lezat plus harga terjangkau.

Gebrakan lain, membuat kemasan biskuit dari plastik dengan warna – warna pastel. Ini terkait dengan gaya hidup bahwa, makanan itu fashion juga, sehingga harus mengikuti tren mode. Secara bertahap, kemasan kaleng akan ditinggalkan karena gampak ‘penyok’ (rusak) dan karatan. Sedangkan kemasan plastik ini dengan desain yang eye catching disukai anak-anak, sehingga jika biskuit atau wafer sudah habis, maka wadahnya masih bisa digunakan untuk hal lain.

Terakhir, gebrakan yang dilakukan Richard, soal jalur distribusi. Jika dulu produk Kokola hanya dijumpai di pasar tradisional dan warung saja, kini Kokola tersebar di mana – mana. Di pasar Indonesia, distribusi produk-produk Kokola ada di jaringan hypermarket dan supermarket, seperti Hypermat, Giant, Hero, Lion Superindo, Carrefour, Yogya Toserba, Griya Toserba, Hari Hari Pasar Swaalayan, Naga Swalayan, serta Ramayana di seluruh Nusantara.

Untuk pasar luar negeri, produk Kokola tersedia di ritel-ritel modern dunia seperti Carrefour, BigW, KMart dan Woolworths. Di Australia, Woolworths sendiri merupakan jaringan ritel besar dengan 890 gerai.

Meskipun demikian, pasar tradisional tidak ditinggalkan. “Produk-produk Kokola tetap ada di pasar tradisional dan warung-warung, malah semakin luas jangkauannya,” ungkap Richard.

Yang jelas, Kokola bertujuan untuk ikut menyajikan makanan yang sehat dan aman bagi para konsumen yang pada akhirnya memberikan rasa kebahagiaan. Ha inilah yang mendasari Kokola untuk berkontribusi kepada negara dengan menghadirkan biskuit yang terjamin akan kehalalan dan keamanan. Komitmen ini adalah bukti tanggung jawab Kokola pada konsumen, seiring dengan program pemerintah yang ada, juga label halal sebagai syarat utama untuk konsumsi masyarakat muslim.

Sementara itu, Andi Fian Octavia, Public and Media Relation Kokola Group, menambahkan, untuk menciptakan biskuit halal dan aman butuh proses dan tahapan yang terjaga dan terstandarisasi. Hal ini hanya bisa dicapai dengan spirit moral yang kuat. Untuk itulah Kokola Group berkomitmen membuktikannya dengan berhasil meraih berbagai sertifikat keamanan pangan baik berstandar nasional maupun internasional.

Bagaimana rencana pengembangan bisnis Kokola ke depan? “Kami targetkan konservatif pertumbuhan bisnis Kokola tahun 2016, yakni tumbuh 5-10% mengingat kondisi ekonomi nasional dan global kurang membaik. Betul, pendapatan kami 50% dari pasar ekspor. Tapi, bahan baku produk Kokola itu 90% impor, karena di negara kita tidak ada gandum,” ujar bos dari 1.000 karyawan ini. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved