Management

3 Tugas Besar di Industri Perfilman

3 Tugas Besar di Industri Perfilman

Perfilman Indonesia semakin menunjukkan dirinya, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di kancah internasional. Seperti diketahui, tahun 2016 untuk pertama kalinya ada 8 film yang mendapat penonton film lebih dari 1 juta. Seperti Warkop Reborn yang berhasil memperoleh 6,8 juta penonton. Market share film lokal naik sebesar 13 persen, dari 20 persen di tahun 2015 menjadi 33 persen di tahun ini.

Beberapa tahun terakhir film Indonesia juga masuk seleksi festival-festival film bergengsi internasional. Diantaranya, What They Don’t Talk About When They Talk About Love karya Mouly Surya di Sundance, A Copy of My Mind karya Joko Anwar di Venice, Solo Solitude karya Yoseph Anggi Noen di Locarno, Prenjak, karya Wregas Bhanuteja memenangkan film pendek terbaik pada sesi Semaine de la Critique di Cannes.

Akan tetapi, menurut Fauzan Zidni, Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) masih ada pekerjaan rumah di industri film yang harus segera ditangani Pertama, masih rendahnya kualitas film lokal secara rata-rata dan kurangnya pekerja film yang berkualitas, disebabkan terbatasnya sekolah film. Selain itu kurangnya jumlah produser. Padahal peran seorang produser sangat vital dalam sebuah produksi film.

Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) (Doc. Fauzan Zidni-Ketua APROFI)

Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) (Doc. Fauzan Zidni-Ketua APROFI)

Kedua, kurangnya layar dan akses ke bioskop. Saat ini jumlah layar bioskop di Indonesia ada 1117 layar dengan persebarannya sangat tidak merata. Riset portal filmindonesia.or.id menunjukan hanya 13 persen penduduk Indonesia yang punya akses ke bioskop. Ketimpangan persebaran bioskop juga terjadi dengan 87 persen layar terpusat di Pulau Jawa, di mana sebesar 35 persen layar berada di DKI Jakarta.

Ketiga, rendahnya kesadaran masyarakat dalam menghargai kekayaan intelektual. Hal ini menyebabkan terjadinya pembajakan film secara fisik maupun digital. “Minggu lalu kami observasi 102 pusat perbelanjaan di DKI Jakarta, masih ada 23 pusat perbelanjaan yang membiarkan pedagang DVD bajakan. Padahal UU 28 tahun 2014 Hak Cipta memberikan tanggung jawab dan sanksi pidana ke pengelola pusat perbelanjaan,” ujar pria yang dua bulan lalu baru saja terpilih sebagai Ketua APROFI.

Pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah terhadap DVD bajakan membuat secondary market film mati, sehingga produser tidak mendapatkan pendapatan tambahan diluar bioskop dan TV. Sekarang mulai bermunculan penyedia jasa nonton online berbayar, di mana APROFI memberi dukungan agar bisnis tersebut tumbuh dan masyarakat dapat membeli konten-konten film dengan harga yang pantas.

Untuk mengatasi pembajakan digital, APROFI bekerjasama dengan Motion Pictures Association (representasi 6 studio besar Hollywood) untuk melakukan monitoring dan pelaporan terhadap situs yang melanggar hak kekayaan intelektual film Indonesia maupun film Hollywood. Sejak Agustus 2015, APROFI sudah melaporkan dan atas laporan tersebut pemerintah sudah menutup akses ke 85 website yang menyediakan konten illegal.

“Bulan ini kami sudah siap untuk melaporkan 186 website yang menyediakan konten illegal. Website-website penyedia konten illegal sebagian besar mendapat revenue yang cukup substansial dari iklan negatif, seperti judi dan pornografi,” tuturnya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved