Management

Bimo Sasongko, Pentingnya Menggelorakan Optimisme di 2017

Bimo Sasongko, Pentingnya Menggelorakan Optimisme di 2017

Memasuki 2017 segenap bangsa Indonesia harus menggelorakan optimisme. Menatap Indonesia 2017 merupakan keniscayaan bahwa kapasitas dan potensi nasional yang ada harus bisa didayagunakan secara optimal. Hasil kerja yang dicapai saat ini belum mencerminkan kondisi riil. Negeri ini masih tumbuh di bawah kapasitasnya. Ibarat pabrik raksasa, kapasitas yang idle masih besar. Indonesia membutuhkan terobosan atau langkah dan kebijakan yang tidak biasa. Perlu memperbaharui konsep Indonesia Incorporated yang sesuai dengan semangat jaman dimana SDM unggul semakin menjadi andalan.

bimo-sasongko

“Peran Indonesia untuk membantu menyelesaikan tragedi kemanusiaan di berbagai belahan dunia harus ditingkatkan. Terutama terkait dengan tragedi kemanusiaan yang menimpa warga Rohingya di Myanmar dan tragedi warga Allepo di Syria,” kata Bimo Sasongko, BSAE, MSEIE, MBA, Ketua Umum IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie) dan Penggagas Program Beasiswa Indonesia 2030.

Menurut Bimo, tahun 2017 determinasi diplomasi kemanusiaan Indonesia harus lebih gencar dan lebih konkrit di lapangan. Ini sangat strategis untuk menunjukkan bahwa Indonesia berkepentingan dan peduli pada nasib kemanusiaan dunia. Terutama terhadap penderitaan rakyat sipil di Aleppo dan Rohingya. Hal ini merupakan harga diri (dignity) atau kebanggaan kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab. Serta untuk memenuhi amanat konstitusi dalam menjaga ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi. Saatnya Pemerintah Indonesia melakukan diplomasi beragam dan agenda konkrit dilapanganuntuk menghentikan krisis kemanusiaan di Aleppo dan Rohingya.

Keadilan Sosial dan Tax Amnesty

Aksi Damai 212 yang berlangsung pada 2 Desember 2016 melibatkan jutaan umat Islam turun langsung ke jalan dengan tertib dan sarat jiwa persatuan. Ini menjadi tonggak kebangsaan dan catatan sangat penting untuk melangkah ke 2017. Aksi 212 pada hakekatnya adalah terkait dengan rasa keadilan sosial yang dirasa makin menjauh di negeri ini.

Kolektivitas bangsa mengalami distorsi dan gangguan relasional akibat adanya ketimpangan atau jurang keadilan sosial dibidang hukum, ekonomi, pendidikan dan kesempatan kerja. Ketimpangan sosial harus segera dicarikan solusinya.

Pemerintahan perlu memilki konsep yang tepat terkait dengan peta jalan menuju keadilan sosial. Jalan tersebut harus bisa dipetakan lebih konkret lagi di bidang perekonomian, misalnya redistribusi pendapatan hingga redistribusi aset.

Menurut Louis Kelso dan Mortimer Adler, dalam konsep menuju keadilan ekonomi terdapat tiga prinsip esensial yang bersifat interdependen, yaitu partisipasi, distribusi, dan harmoni. Ketiganya membentuk konstruksi keadilan ekonomi dalam masyarakat. Jika satu di antaranya hilang, niscaya konstruksi keadilan sosial menjadi runtuh. Diperlukan peran tegas negara sebagai pengendali, karena distorsi dalam sistem pasar yang bebas akan menciptakan ketidakadilan dalam dirinya sendiri. Seperti dikemukakan oleh Joseph Stieglitz, selalu ada faktor asymetrical information dalam mekanisme kerja pasar bebas. Yang menyebabkan kebebasan itu sendiri menjadi tidak adil dalam dirinya sendiri.

Persoalan krusial bangsa Indonesia kini adalah adanya ketimpangan ekonomi yang cukup parah. Ketimpangan diatas sangat mencederai esensi sila kelima Pancasila. Pemerintah bersama para cendekiawan dan ulama perlu merumuskan kembali peta jalan menuju keadilan sosial untuk segenap rakyat Indonesia.

Ketimpangan pendapatan penduduk semakin mengkuatirkan. Kesenjangan yang makin lebar lantaran kualitas pertumbuhan yang menurun. Selain itu disebabkan beralihnya fokus perekonomian dari sektor tradeable yang mencakup sektor pertanian, pertambangan, dan manufaktur yang menyerap tenaga kerja ke sektor non-tradeable. Contoh sektor non-tradable antara lain hotel, restoran, transportasi, dan komunikasi yang pangsa pasarnya domestik.

Salah satu instrumen untuk mewujudkan keadilan sosial adalah lewat pajak. Program pengampunan pajak atau tax amnesty pada 2017 harus bisa menjaring segala macam profesi. Masih banyak jenis-jenis profesi yang belum berpartisipasi untuk mensukseskan program tax amnesty. Program ini diharapkan dapat menjadi titik awal perbaikan sistem perpajakan atau reformasi pajak di Indonesia.

Pada 2017 harus mampu mewujudkan sistem pajak Indonesia yang sesuai dengan persfektif ekonomi nasional, sesuai dengan perkembangan zaman, lebih efisien, sederhana, mudah dipahami masyarakat, serta berbiaya rendah baik dalam administrasi pemungutan maupun dalam memenuhi kewajibannya.

Perlu penghormatan terhadap hak-hak wajib pajak. Penghomatan ini tidak hanya tercantum dalam terminology wajib pajak menjadi pembayar pajak saja, namun menjamin adanya hak-hak wajib pajak yang mendasar. Seperti hak untuk didengar, kerahasiaan, hak mendapatkan penjelasan mengenai kewajiban perpajakannya, dan sebagainya.

Pembenahan sistem pajak di Indonesia kerap melupakan dua prasyarat mendasar yaitu edukasi perpajakan dan aktivitas riset mengenai pajak. Untuk itu pemerintah perlu membuka kerjasama dengan pihak perguruan tinggi untuk mencetak lebih banyak ahli pajak. Selain itu perlu juga pengiriman pegawai Dirjen Pajak untuk belajar ke luar negeri untuk mempelajari sistem perpajakan di negara maju.

SDM perpajakan Indonesia yang berkelas dunia dan memiliki integritas dan kompentensi yang tinggi sangat penting untuk menghadapi persoalan masa depan yang lebih kompleks. Apalagi perubahan arsitektur pajak yang semakin cepat berpotensi meningkatkan jumlah sengketa pajak di kemudian hari. Data menunjukan bahwa setiap tahunnya terdapat 12.000 berkas banding dan gugatan baru di pengadilan pajak.

Penguasaan Teknologi Produksi dan SDM Iptek

Memasuki 2017 kita diperingatkan oleh Bank Dunia bahwa ekspor industri manufaktur Indonesia terus merosot sepanjang waktu. Terutama untuk industri berteknologi tinggi. Tentunya ini sangat menyedihkan bagi SDM Iptek nasional karena tidak tercipta wahana berkarya untuk mereka.

Selain masalah teknologi tinggi juga mencuat paradoks yang memilukan terkait dengan impor cangkul dan berbagai jenis perkakas yang membanjiri negeri ini. Perkakas atau alat untuk kerja pertanian, pertukangan, pengerjaan bangunan dan kelistrikan sangat penting untuk menggenjot produktivitas bangsa.

Dominasi perkakas impor karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap industri lokal untuk menguasai dan menerapkan teknologi produksi. Pemerintah harus segera revitalisasi industri perkakas lokal yang jenisnya sangat banyak dan beragam. Mestinya pemerintah segera membantu permodalan dan aspek teknologi pengusaha lokal. Termasuk penyediaan bahan baku supaya harga produk lokal dapat bersaing. Karena hampir 40 persen biaya produksi tersebut untuk belanja bahan baku.

Industri logam dasar dan perkakas kurang ditangani secara serius. Industri manufaktur atau pengolahan di Indonesia selama ini dikelompokkan menjadi sembilan jenis. Dua jenis diantaranya adalah industri yang membuat produk dari logam. Yaitu industri logam dasar dan industri perkakas dan permesinan. Sebagian besar berdaya saing rendah. Selama ini pemerintah belum optimal melakukan pembinaan sehingga efisiensi produksi dan mutu produk industri masih buruk.

Menurut International Standard Industrial Classification (ISIC), industri logam dasar dan permesinan memiliki nilai tambah manufaktur yang tinggi jika diterapkan standarisasi dan peningkatan kapabilitas teknologi. Selain di negeri ini juga belum banyak dilakukan program standardisasi industri, pengembangan jaringan kalibrasi dan sertifikasi mutu produk industri. Langkah cepat untuk mengatasi masalah industri logam dasar dan permesinan adalah melalui penerapan standardisasi produk yang sekaligus merupakan technical barrier. Namun regulasi tersebut dapat menjadi bumerang bila industri dalam negeri belum siap baik dalam hal kemampuan teknologi maupun ketersediaan sumber daya pendukung lainnya.

Standarisasi industri logam dan permesinan merupakan program multi disiplin ( engineering, ekonomi, psikologi, manajemen, hukum ) dan lintas kementerian/lembaga negara. Prinsip dasar standardisasi adalah proses memformulasikan dan menerapkan suatu aturan untuk mendapatkan keuntungan.

Berbagai eselon terkait seperti Kementerian Perindustrian, Badan Standardisasi Nasional, Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS), LIPI, Sucofindo, ASIMPI, dan entitas industri logam dasar harus segera konsolidasi guna menuntaskan prosedur standardisasi produk. Menguatkan Mitigasi Bencana Alam

Kondisi geografis Indonesia sangat riskan terjadi bencana alam khususnya gempa bumi. Seperti Gempa bumi 6,4 Skala Richter (SR) yang terjadi di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh yang terjadi di pengujung 2016.

Memasuki 2017 perlu menguatkan sistem mitigasi bencana dan manajemen tanggap darurat. Indonesia sebagai negeri yang sering terjadi bencana harus memiliki kemampuan yang baik terkait manajemen penanganan bencana, utamanya terkait durasi yang cepat.

Perlu disiapkan teknologi dan peralatan untuk antisipasi gempa bumi yang setiap saat akan terjadi. Manajemen penanganan kerusakan bangunan dan upaya evakuasi korban membutuhkan teknologi dan peralatan.

Bencana gempa bumi yang terjadi berulang kali di Tanah Air mestinya semakin memperbaiki menajemen penanganan bencana. Perlu mengadopsi manajemen proyek modern sehingga bisa mereduksi durasi penanganan bencana alam. Usaha untuk mempersingkat durasi penanganan bencana sangat tergantung kepada organisasi dan tatakelola lembaga penanganan bencana.

Keniscayaan Transformasi Pendidikan Nasional

Memasuki 2017 perlu menggencarkan transformasi pendidikan menuju peradaban Indonesia yang unggul. Transformasi bukan hanya untuk menyelesaikan atau menjawab persoalan bangsa yang sifatnya sangat teknis dan bersifat kekinian semata, melainkan pendidikan untuk membangun peradaban unggul hadapi globalisasi.

“Tahun 2017 tidak ada kompromi untuk kualitas guru. Mulai tahun ini hingga setidaknya 5 tahun kedepan ada ratusan ribu guru ANS yang pensiun. Seiring dengan itu perlu efektifitas uji kompetensi guru (UKG). Kompetensi guru yang nilai rata-rata baru mencapai 47,84 perlu ditingkatkan. Perlu peta kualitas guru untuk pemerataan mutu pendidikan,” jelas Bimo.

Pada 2017 merupakan momentum untuk meningkatkan jumlah dan mutu guru-guru sekolah kejuruan atau vokasional. Pendidikan vokasional bertujuan mewujudkan link and match dengan sektor industri. Perlu menggalakkan program vokasional atau kejuruan yang berbasis apprentice untuk membangunkan nilai tambah raksasa yang tertidur. Esensi nilai tambah lokal adalah berbagai aspek produksi atau jasa yang berlangsung di Tanah Air dimana proses pengolahannya menggunakan teknologi dan inovasi sehingga memiliki harga yang lebih tinggi atau berlipat ganda jika dibandingkan dengan harga bahan mentahnya. Dan bisa memperluas lapangan kerja. Dengan prinsip nilai tambah yang genuine, bangsa Indonesia tidak sudi lagi mengimpor bahan mentah tanpa diolah secara signifikan terlebih dahulu.

Untuk mencetak guru vokasional yang berkelas dunia perlu pengiriman ke luar negeri untuk belajar dan menjalani proses pemagangan. Sebelumnya perlu diberi pembekalan kemampuan berbahasa asing dan aspek kebudayaan di negara yang menjadi tujuan pemagangan.

Pengembangan kurikulum pendidikan sebaiknya disertai dengan infrastruktur pendidikan yang searah dengan kekuatan jaringan N-Fluence (Net Fluence) yang sedang melanda generasi muda yang kesehariannya tidak lepas dari intenet. Jaringan N-Fluence telah merevolusi pembelajaran, dari pembelajaran individual ke pembelajaran kolaboratif.

Dibutuhkan visi dan gerakan yang melesat kedepan untuk membangun sistem yang mendukung terwujudnya lingkungan pembelajaran generasi baru atau Next Generation Learning Environment. Yaitu dengan cara pemanfaatan teknologi informasi dan teknologi (TIK) terkini untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, administrasi, serta interaksi dan kolaborasi antara guru, siswa, orangtua, komunitas, dan sekolah yang lebih efektif dan murah.

Transformasi pendidikan membutuhkan sistem pembelajaran yang memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi (TIK) secara optimal. Dalam konteks pendidikan dasar dan menengah sistem itu diberi tajuk ”Sistem Sekolah 2.0”. Sistem tersebut dibangun untuk menunjang penyelenggara satuan pendidikan tingkat dasar dan menengah dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah sesuai Standar Nasional Pendidikan.

Sistem Sekolah 2.0 sangat menjanjikan sebagai wahana transformasi dalam menggapai standar kelas dunia. Titik berat transformasi adalah mewujudkan guru yang inspiratif bagi siswa. Hingga saat ini sosok guru yang inspiratif masih sedikit sehingga lembaga pendidikan di negeri ini masih belum menjadi lumbung kreativitas. Padahal, era sekarang ini memungkinkan daya kreativitas individu maupun kelompok bisa ditingkatkan secara eksponensial.

Sosok guru yang inspiratif membutuhkan perangkat untuk menunjang proses pengajaran serta meningkatan profesionalitas. Para guru mampu berperan mewujudkan Gerakan Indonesia Kreatif dan Inovatif. Guru bisa mendorong kegiatan kreatif apapun bentuknya hingga menjadi entitas ekonomi yang tangguh.

Saatnya mewujudkan alokasi anggaran pendidikan yang benar-benar relevan dan tepat sasaran. Pentingnya anggaran pendidikan dilaksanakan secara konsisten agar tidak ada lagi gedung sekolah yang bobrok dan semua guru kondisinya melek teknologi karena infrastruktur dan alat peraga pendidikan yang canggih bisa terpenuhi.

Masalah Krusial Ketenagakerjaan

Memasuki 2017 diikuti dengan sederet masalah ketenagakerjaan yang berat. Selama ini perluasan lapangan kerja yang sering dinyatakan oleh pemerintah merupakan jenis profesi yang rentan dan kurang memiliki prospek dan daya saing global. Tahun 2017 harus menjadi momentum untuk mengembangkan jenis profesi yang berdaya saing regional dan global.

Pemerintah pusat dan daerah harus mampu mengembangkan portofolio profesi. Jenis-jenis profesi yang menjadi kebutuhan dunia dimasa depan belum dipersiapkan secara baik. Sehingga serbuan tenaga kerja asing (TKA) bisa diatasi.

Pada tahun 2017 tidak boleh lagi terjadi penyimpangan kompetensi TKA, sehingga jenis-jenis pekerjaan teknisi rendahan saja dicaplok oleh para TKA. Hal itu terlihat pada megaproyek infrastruktur ketenagalistrikan. Hal serupa juga terjadi di proyek infrastruktur kereta cepat, bendungan, telekomunikasi dan transportasi. Ironisnya, peran tenaga kerja Indonesia (TKI) dalam berbagai proyek infrastruktur hanya sebatas jenis pekerjaan sopir, satpam, cleaning service dan tenaga kasar non teknis lainnya.

Perlu menggalakkan program vokasional atau kejuruan yang berbasis apprentice untuk membangunkan nilai tambah raksasa yang tertidur. Esensi nilai tambah lokal adalah berbagai aspek produksi atau jasa yang berlangsung di Tanah Air dimana proses pengolahannya menggunakan teknologi dan inovasi sehingga memiliki harga yang lebih tinggi atau berlipat ganda jika dibandingkan dengan harga bahan mentahnya. Dan bisa memperluas lapangan kerja.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved