Management Strategy

Rexinema Produksi Film Melalui Smartphone

Rexinema Produksi Film Melalui Smartphone

Industri film di Indonesia menunjukkan perkembangan yang berarti. Berbagai film mulai genre komedi, drama romantis hingga horor dihasilkan oleh sineas berbakat tanah air. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari kualitas sebuah tayangan film, dimana salah satunya dipengaruhi oleh penggunaan teknologi dalam pengambilan gambar.

Hal tersebut yang berhasil dimanfaatkan oleh Rexinema Films. Production house yang berdiri sejak tahun 1996 ini membuat terobosan baru dalam industri perfilman Indonesia. Jika selama ini produksi dibuat dengan kamera film pada umumnya, Rexinema melihat fungsi lain dari sebuah smartphone.

“Kami berpikir bisa atau tidak membuat film menggunakan smartphone. Jika membuat video berdurasi 5 menit dengan kamera handphone saja hasilnya bagus, bukan hal yang mustahil jika untuk membuat film,” ungkap Derryl Imanalie, Technical Director Rexinema Films ketika menjadi pembicara di Indonesia Youth Conference 2015.

Derryl Imanalie, Technical Director Rexinema Films

Derryl Imanalie, Technical Director Rexinema Films

Sebagai pemilik ide, mulanya ia melakukan riset selama setahun untuk menunjukkan bagaimana film hasil dari penggunaan smartphone. Mendapat persetujuan dari perusahaan, ia kemudian melanjutkan untuk memikirkan film apa yang akan digarap.

“Saya menggunakan kamera Samsung Galaxy Note 4 dan 5,” ujar pria berusia 23 tahun ini. Pemilihan gadget didasarkan karena keduanya dapat menghasilkan resolusi 4K atau 5 kali resolusi Betacam sp.

Dengan menggandeng sang adik yang seorang musisi, Sheryl Sheinafia sebagai cast, dan David Poernomo sebagai sutradara, ia mulai memproduksi film bergenre horor yang berjudul Cai Lan Gong. Film ini terinspirasi dari film Jelangkung produksi Rexinema yang sempat booming pada 11 tahun lalu.

Keseluruhan proses produksi menggunakan smartphone, tetapi agar menghasilkan fokus gambar yang tinggi dan ultra HD, ia menggunakan Axis Digital Gimbal, drone, dll. Kemudian agar gadget dapat menggunakan lensa profesional, ia memasukkan adaptor.

Setelah proses produksi film selama 1 tahun, pria yang memiliki latar belakang engineering ini juga melakukan post production selama 6 bulan untuk memperbaiki warna, sehingga film layak tayang di bioskop.

“Berbicara mengenai biaya produksi, ia mengatakan bahwa biaya menggunakan kamera handphone atau kamera film umum tidak terlalu berbeda. Karena biaya tertinggi adalah untuk biaya operasional, dan lain sebagainya,” tutup pria yang masih tercatat sebagai mahasiswa jurusan Mechatronics Engineering, Queensland Technology University, Australia. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved