Management

Cara Pemerintah Tetapkan Penerima KPS

Oleh Admin
Cara Pemerintah Tetapkan Penerima KPS

Pembagian Kartu Perlindungan Sosial (KPS) telah menjadi sorotan belakangan ini. Kartu tersebut dipakai oleh golongan masyarakat tak mampu untuk mendapatkan bantuan melalui sejumlah program sosial yang diselenggarakan pemerintah. Baru-baru ini, KPS digunakan untuk mendapatkan dana tunai melalui program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat, atau dikenal dengan BLSM.

Masalah yang kerap terjadi adalah ada masyarakat yang ternyata ekonominya tergolong mampu tetapi mendapatkan kartu tersebut, dan sebaliknya, ada yang tidak mampu justru tidak mendapatkan kartu. Sebenarnya seperti apa cara pemerintah menetapkan siapa yang berhak mendapatkan KPS itu?

KPSKepada sejumlah wartawan di kantor Sekretariat Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (25/7/2013), Bambang Widianto, Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), mengatakan, “Kartu ini sebenarnya diberikan kepada rumah tangga bukan individu.”

Detailnya, ia menerangkan bahwa KPS adalah kartu yang diterbitkan oleh pemerintah dalam rangka melaksanakan Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) dan BLSM. Karena sasarannya adalah rumah tangga, maka di kartu tersebut tertera nama kepala rumah tangga, nama pasangan kepala rumah tangga, serta satu nama anggota rumah tangga. KPS ini, ujar dia, digunakan sebagai penanda rumah tangga miskin dan rentan untuk mendapatkan kedua program itu.

Penerima KPS ditetapkan sebanyak 15,5 juta rumah tangga miskin dan rentan, yang merupakan 25 persen dari rumah tangga dengan status sosial ekonomi rendah. “Sumber data (KPS) dari apa yang kami sebut dengan Basis Data Terpadu,” imbuh Bambang. BDT ini termasuk baru terbentuk, yakni pada tahun lalu. Basis data ini disiapkan untuk program-program yang berbasis rumah tangga. “Supaya sasarannya satu karena dulu kan kementerian ataupun lembaga punya sasarannya masing-masing.”

Jadi, penetapan rumah tangga sasaran (RTS) yang menjadi objek dari sejumlah program pemerintah bersumber dari BDT yang dikelola oleh TNP2K. Pendataan RTS sendiri telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh Badan Pusat Statistik, di mana yang terakhir adalah pada tahun 2011 dengan menggunakan metodologi pendataan yang telah disempurnakan bersama BPS dan TNP2K.

Ia pun mengklaim bahwa ada perbaikan dalam pengumpulan data yang dilakukan tahun 2011. Salah satunya adalah rumah tangga yang dicacah lebih banyak, yaitu sekitar 45 persen rumah tangga yang berada pada status sosial ekonomi terendah dibandingkan dengan pencacahan pada tahun 2008 yang hanya 29 persen.

kartu perlindungan sosial“Yang sedikit baru adalah kami melakukan konsultasi dengan rumah tangga miskin,” tutur dia. Selain itu, ada beberapa kelompok variabel yang dipakai sebagai kriteria untuk menentukan RTS, diantaranya adalah kelompok kriteria kondisi sosial ekonomi dan kepemilikan aset. Dan pada proses pemeringkatan kesejahteraan rumah tangga dalam BDT, perbaikan dilakukan dengan menggunakan metode Proxy Means Testing, yang dibangun berdasarkan data SUSENAS. Dari pemeringkatan itu ditetapkan rumah tangga yang termasuk dalam 40 persen peringkat terendah. “Sebanyak 40 persen terbawah (rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terendah) ini yang ada di Basis Data Terpadu,” lanjutnya.

Mengapa ada perbaikan? Bambang menjelaskan, hal itu dilakukan untuk menurunkan inclusion dan exclusion error. Ia menerangkan, “Inclusion error artinya orang yang tidak berhak dapat bantuan sosial, tapi dapat bantuan.”

Sekalipun proses pendataan untuk BDT ini telah berusaha disempurnakan, ia mengakui kesalahan sasaran akan tetap ada, yakni tidak masuknya rumah tangga yang seharusnya mendapatkan bantuan sosial, ataupun sebaliknya. Tapi, pemerintah meyakini bahwa tingkat keakuratan pentargetan rumah tangga cukup baik. “Kita harus tunggu survei yang dari SUSENAS itu, tapi kalau dari pengalaman proses musyawarah desa atau kelurahan yang kemarin ini, pergantian itu sekitar 10 persen. Itu errornya,” tuturnya. Maksud dari musyawarah desa atau kelurahan itu, terang dia, masyarakat dengan perangkat desa atau kelurahan bersama-sama memastikan KPS maupun BLSM diterima oleh yang berhak.

“Esensi dari ketepatan sasaran pendistribusian KPS dan pembagian BLSM adalah memastikan bahwa KPS diterima oleh yang berhak, dan jika karena suatu sebab tidak sampai kepada yang berhak maka KPS harus dikembalikan kepada aparat desa atau kelurahan, dan selanjutnya dilakukan mekanisme musyawarah desa atau kelurahan untuk menentukan rumah tangga sasaran (RTS) yang benar-benar berhak,” tandas Bambang. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved