Management

Investree Target Himpun Dana Rp 100 Miliar

Investree Target Himpun Dana Rp 100 Miliar

Rintisan usaha berbasis financial technology (fintech), Investree, menargetkan mampu menghimpun dana Rp 100 miliar hingga akhir 2017. Sejak beroperasi pada Januari 2016, dana yang telah dihimpun Investree mencapai Rp 22 miliar, bersumber dari sedikitnya 1.000 lender.

Adrian Gunadi, Chairman Investree, mengatakan, Investree yang mengusung model bisnis peer-to-peer lending telah menjadi bagian dari perjalanan bisnis teknologi digital (fintech) di Indonesia. “Model bisnis kami masih jarang terdengar di Indonesia, makanya kami terus melakukan edukasi ke masyarakat. Meski begitu, sepanjang Januari-September, kami sudah bisa menghimpun dana Rp 22 miliar dan menjadi Rp 100 miliar hingga 2017 nanti,” kata Adrian Gunadi.

Untuk mengejar target itu, Investree yang kini didukung 24 orang dalam timnya, tahun depan akan ekspansi ke Semarang dan Makassar, dan tidak menutup kemungkinan Surabaya. “Saat ini, trafik web kami sudah lumayan, sudah ada 1.000 lender yang terdaftar, lebih besar dari aplikasi pinjaman yang diajukan sekitar 100. Ini jadi acuan kami dalam berekspansi ke depan,” kata dia.

Investree

Selain Adrian, dua orang founder Investree lainnya adalah Aida Sutanto dan Andrie M Andries. Semuanya mantan bankir. Investre telah berdiri sejak Oktober 2015, namun operasional baru dimulai Januari 2016, soft launching Mei 2016. Investree lahir seiring maraknya tren fintech di Tanah Air yang kemudian membuka peluang bagi bank agar lebih mudah diakses. “Kami mempertemukan pemberi pinjaman dan peminta pinjaman di dalam pasar dengan platform digital, kami buatkan aplikasinya, jadi kami adalah sebuah marketplace,” kata dia.

Untuk peminta pinjaman (peminjam), Investree membidik dua segmen, yakni segmen berbasis invoice (UKM) dan segmen berbasis sistem potong gaji (individu). Untuk pembayarannya, Investree membuat rating bagi para peminjam, hal ini juga sekaligus menjadi penentu besaran bunga. Analis risiko Investree akan mengatur besaran bunga tergantung dengan profil risiko peminjam. Dana yang bisa diperoleh peminjam maksimal sebesar Rp 1 miliar untuk UKM dan Rp 50 juta untuk peminjam pribadi dengan jangka pembayaran 12 bulan. “Jadi sekali lagi kami bukanlah bank, bukan pemberi pinjaman,” ujar dia.

Khusus segemen berbasis invoice, maka peminjam harus berstatus perseroan terbatas (PT) dengan omzet Rp 2,5-50 miliar per tahun. Perusahaan atau peminjam tersebut harus memiliki invoice ke perusahaan yang ternama, misalnya perusahaan Tbk, perusahaan multinasional, atau perusahaan BUMN. Bunga untuk segmen ini sekitar 14-25% per tahun tanpa jaminan atau cukup dengan invoice. Bunga untuk individu 1,5-2,5% per bulan. Investree sendiri mengenakan biaya 3-5% per pendanaan. “Dari Rp 22 miliar dana yang sudah terhimpun, jumlah yang sudah lunas sebesar Rp 15,27 miliar. Jumlah tersebut merupakan gabungan antara peminjam dari sisi UKM dan pribadi. Namun, jumlah peminjam dengan jaminan invoice masih mendominasi sekitar 90%,” kata dia.

Sedangkan syarat bagi pemberi pinjaman atau lender adalah memiliki NPWP, KTP, dan rekening bank. Para lender mendapatkan jaminan berupa invoice dan sistem potong gaji otomatis. Investree menawarkan return yang lebih baik kepada para lender ketimbang deposito, prosesnya juga lebih simpel, dan memberikan keleluasaan bagi lender untuk menyalurkan dananya. “Kalau ada kesempatan pendanaan yang menarik, para lender bisa langsung mendanai. Kalau tidak mau mengambil seluruh pendanaan, bisa digabungkan dengan lender lainnya. Sejauh ini zero default karena prosesnya yang cukup secure,” jelas dia.

Meskipun memiliki prospek yang cerah, Investree memiliki sejumlah tantangan ke depan. Selain memang belum ada regulasi yang mengatur bisnis peer-to-peer lending dari pemerintah, hingga saat ini bisnis tersebut tergolong baru. “Mengedukasi masyarakat adalah tantangan utama kami, ini yang akan kami terus lakukan karena ini bisnis baru,” jelas dia. (Reportase: M Nurhadi Pratomo)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved