Technology

Jalan Panjang Hard Rock Menyenangkan Pelanggan

Jalan Panjang Hard Rock Menyenangkan Pelanggan

Karena jumlah pelanggannya tak henti bertambah, Hard Rock pun tak henti memperbaiki sistem pelayanan pelanggannya (CRM). Yang mutakhir, dengan menunggangi tren teknologi terbaru, sistem mobile-CRM diterapkan jagoan bisnis hospitality kontemporer ini.

Hard Rock telah dianggap sebagai salah satu ikon budaya kontemporer, jauh sebelum nama-nama jagoan media sosial seperti YouTube, Facebook dan Twitter membawa gelombang kultural jenis lainnya. Kehadiran para pengguncang budaya baru ini bukannya memupuskan nama Hard Rock, tetapi malah seperti memantapkannya pada posisi tersendiri, yakni sebagai jagoan bisnis hospitality, terutama buat kalangan pencinta musik. Salah satu buktinya, Hard Rock juga cukup piawai memanfaatkan dunia online dan jejaring sosial Facebook, Twitter, ataupun YouTube untuk kebutuhan promosinya.

Hard Rock didirikan pada 1971 oleh Isaac Tigrett dan Peter Morton. Mulanya cuma terdiri dari bisnis kafe/resto. Gerai Hard Rock Café yang pertama dibuka di dekat Hyde Park Corner di London, di bekas ruang pajang mobil Rolls Royce. Hard Rock Café kemudian berkembang menjadi jaringan casual dining restaurants. Selanjutnya, Hard Rock juga dikenal dengan penjualan memorabilia (merchandise) dan T-shirt-nya, selain makanan dan minuman. Dan, dewasa ini, selain bisnis lamanya itu, bisnis Hard Rock juga mencakup hotel, kasino, dan tempat konser musik live performance.

Dalam perjalanannya, Hard Rock berhasil mengembangkan basis pelanggan yang cukup mengesankan. Agar bisa bersaing dengan resto-resto tematis serupa, seiring dengan pertumbuhan jumlah pelanggannya, Hard Rock merasa perlu memahami lebih dalam kebutuhan jutaan pelanggannya. Pada tahun 2000, ketika jumlah pelanggannya mencapai sekitar 30 juta orang dengan gerai di 100 lokasi, manajemen Hard Rock memutuskan menerapkan sistem aplikasi yang bisa membantu aspek pemasaran dan pelayanan pelanggan. “Setelah mengkaji beberapa vendor CRM, kami memilih E.piphany karena sistemnya yang berarsitektur web-based terhitung tangguh dan fleksibel,” ujar Kelly Maddern, Direktur TI Hard Rock saat itu.

Ketika itu, meski diperkirakan punya 30 juta pelanggan, database pelanggan yang dimiliki Hard Rock hanya mencatat 10 ribu nama. Maka, sebelum mengimplementasikan peranti lunak customer service dari E.piphany (vendor asal San Mateo, California) itu, manajemen Hard Rock melakukan survei pelanggan secara detail untuk membangun sumber data dan memanfaatkan potensinya dengan penggunaan software CRM (customer relationship management).

Yang jelas, sebelum E.piphany diterapkan, dalam menjalankan proses komunikasi dengan pelanggan, staf Hard Rock masih banyak menggunakan pola manual, karena hanya dibantu oleh aplikasi contact center tradisional, yang tidak terintegrasi dengan sistem lainnya.

Dengan pemanfaatan software dari E.piphany, manajemen Hard Rock mengaku bisa melihat secara utuh dan tunggal (single view) setiap pelanggannya. Dengannya pula, Hard Rock jadi bisa mulai menerapkan program loyalitas, mempersonalisasi kampanye pemasaran, dan mengefektifkan proses pelayanan pelanggan. Contohnya, response time terhadap pertanyaan pelanggan bisa dikurangi hingga 85% menjadi 48 jam (dua hari penuh) ketimbang sebelumnya yang butuh hingga 14 hari penuh. Selain itu, penjualan merchandise juga meningkat dengan penerapan program loyalitas pelanggan. “Kami juga bisa meningkatkan profitabilitas kami dengan menghasilkan revenue jutaan dolar lewat perencanaan dan eksekusi kampanye serta produk yang tepat,” kata Maddern mengklaim.

Sejalan dengan pertumbuhan bisnis, jumlah pelanggan, dan kompleksitasnya, manajemen Hard Rock melihat sistem CRM-nya perlu dikembangkan. Departemen Customer Care Team (CCT) yang memang dibentuk untuk mengelola aktivitas pelayanan pelanggan merasa kewalahan. Sehari-harinya tim inilah yang menanggapi pertanyaan ataupun isu-isu dan memberikan informasi umum mengenai kafe/restonya, hotel, kasino dan aneka event di lingkungan Hard Rock. Selain itu, tim ini juga mengelola program loyalitas pelanggan dan menyediakan dukungan buat The Rock Shop, toko ritel milik Hard Rock.

Gambaran masalah yang membuat anggota CCT kewalahan seperti ini. Pada 2007, jumlah inquiries (baik berupa pertanyaan, concern, maupun masukan) dari pelanggannya di seluruh dunia mencapai 56 ribu. Sekitar 95% lewat surat elektronik dan sisanya, 5%, lewat nomor telepon toll-free. Repotnya, angka tersebut diperkirakan dari tahun ke tahun terus tumbuh rata-rata hingga 20%. Padahal, dari inquiries itulah datangnya revenue Hard Rock. “Tim kami itu (CCT) menangani panggilan telepon maupun surel dari seluruh tempat operasi kami — mulai dari pertanyaan mengenai data saldo poin program loyalitas hingga pertanyaan mengenai sebuah produk secara online,” ungkap Patrick Colbert, Direktur CRM & Loyalitas Hard Rock.

Maklumlah bila jumlah inquiries yang masuk ke Hard Rock terus menggunung. Sebab, Hard Rock International (HRI), perusahaan pengelolanya, ketika kebutuhan baru yang urgen ini muncul, punya 157 venues Hard Rock yang tersebar di 53 negara (termasuk 12 hotel/kasino dan 127 kafe). Selain itu, Hard Rock juga mengoperasikan beberapa situs (termasuk e-commerce) dan program loyalitas pelanggan “All Access”.

Untuk melayani volume inquiries yang terus meningkat, grup CCT merasa perlu aplikasi CRM yang baru, yang tidak konflik dengan infrastruktur Hard Rock yang sudah ada. Hard Rock banyak menggunakan platform aplikasi dari Microsoft, termasuk penggunaan aplikasi Office Outlook (untuk manajemen surel) dan framework .Net (dotnet). “Kami butuh software dengan kemampuan, solusi dan benefit baru buat Hard Rock,” kata Colbert.

Lantaran sistem CRM yang lama tidak bisa terkoneksi untuk berbagi data dengan aplikasi Microsoft Outlook, staf CCT harus bolak-balik di antara berbagai aplikasi untuk menemukan informasi ataupun berkomunikasi dengan pelanggan dan general manager (GM) dari tiap resto ataupun hotel. Selain itu, sistem CRM lama itu sering menghadapi masalah teknis dan butuh tenaga profesional TI untuk mendukungnya. Jadi, memang ribet.

Akhirnya, manajemen Hard Rock memutuskan menggunakan Microsoft Dynamic CRM. Alasan Colbert, aplikasi ini bisa terintegrasi penuh dengan Office Outlook dan berbasis framework .Net sehingga para pengembang sistem di Hard Rock juga bisa dengan cepat membuat prototipe dan mengimplementasikan fungsi-fungsi baru. “Sistem CRM baru ini mudah bagi para pengguna baru karena tampilan dan fiturnya mirip Office Outlook, di mana setiap anggota tim kami bisa cepat menguasainya setelah dua kali sesi pelatihan,” ungkap Colbert senang.

Untuk proses desain sistem dan implementasi aplikasi CRM baru ini, tim Hard Rock dibantu oleh certified partner Microsoft, yakni Tribridge. Hard Rock sukses mengimplementasikan sistem baru ini hanya dalam delapan minggu, setelah berhasil mengimpor 1,5 juta data pelanggan ke sistem baru tersebut.

Kunci keberhasilan dalam penerapan sistem CRM baru ini bukan cuma faktor keandalan dan fleksibilitas teknologi. Menurut Colbert, keberhasilan itu juga lantaran penerapan model tiga-langkah interaksi, yakni antara pelanggan, CCT, dan para GM di tiap venue Hard Rock. Ya, jadi para GM Hard Rock — baik yang memimpin hotel, kasino, maupun kafe/resto — diwajibkan bisa menjawab pertanyaan dan concern pelanggan. Dalam hal ini, dibuat aturan: pertanyaan atau concern pelanggan yang tak bisa ditangani CCT secara sistem akan langsung terkirim ke GM venue yang bersangkutan. Dan, para GM harus bisa menjawab atau memecahkan isu tersebut. “Kami menerima banyak ucapan selamat dari para pelanggan kami, yang menyatakan mereka terkesan karena menerima telepon atau surel langsung dari GM,” ujar Colbert bangga. Bukan itu saja. Menurutnya, semenjak menggunakan aplikasi CRM baru ini pihaknya bisa memangkas response time dari dua hari hingga hanya empat jam.

Manajemen Hard Rock rupanya tak puas berhenti di situ saja demi memuaskan dan mengikat loyalitas pelanggannya. Pasalnya, mereka masih melihat ada “kekurangan” dalam pelayanan Hard Rock. Di antaranya, terkait dengan membludaknya pelanggan di waktu-waktu weekend, sehingga sering mengurangi kualitas pelayanan buat pelanggan.

Memang, bagi pelanggan Hard Rock, berjibaku ketika memesan makanan atau minuman di bar atau klub malamnya di akhir pekan yang ramai sudah hal biasa. Guna mendekati bar, mereka harus mengencangkan otot untuk menerobos kerumunan. Tak cukup di situ, mereka juga mesti berteriak agar sang bartender mendengar pesanan mereka.

Nah, sejak April 2011, di beberapa kafe, hotel dan kasino Hard Rock, pengunjung tak perlu bersusah payah seperti itu. Sebab, Hard Rock telah menerapkan sistem mobile CRM di mana pelanggan bisa menggunakan smartphone mereka untuk melakukan pemesanan. Setelahnya, mereka cukup menunggu pelayan mengantarkannya.

Hard Rock menggunakan sistem yang disebut Kickback dari vendornya, Kickback Mobile. Tentu, untuk bisa menggunakannya, sang pelanggan mesti mendaftarkan diri, mengunduh aplikasinya secara free, dan mengirimkan informasi kartu kreditnya. “Sepanjang pelanggan punya smartphone, mereka bisa menjadi bagian dari komunitas,” ujar Todd Moreau, VP Food & Beverage HRI, penanggung jawab program ini bersama Direktur TI Mike Essig.

Kickback menggunakan teknologi yang disebut geo-fencing, yang memanfaatkan kemampuan GPS dari sebuah smartphone dan mengirimkan sinyal ke menara base transceiver station terdekat untuk memperkirakan posisi si pelanggan ketika mengorder. Pelanggan tersebut bisa memilih ke mana pelayan akan mengirimkan pesanan tersebut. Pelanggan yang sudah terdaftar itu bahkan bisa membeli makanan dan minuman meskipun mereka tidak berada di venue Hard Rock dan mengirimkannya buat rekan mereka yang ada di lokasi Hard Rock.

Buat pelanggan, sistem Kicback membantu mereka untuk tak perlu adu otot ketika memesan makanan-minuman di bar-bar milik Hard Rock. Buat Hard Rock, selain bisa memberikan kepuasan lebih besar buat pelanggannya, sistem ini juga membantunya memantau belanja besar dari pelanggannya. Maklumlah, sistem mobile-CRM ini terhubung dengan sistem induk CRM-nya dan sistem point-of-sale (POS).

Bukan hanya itu. Menurut Leo Rocco, CEO Kickback Mobile, dengan sistem Kickback, Hard Rock juga bisa mengembangkan dan mendorong aktivitas promosinya. Contohnya, ia bisa mempromosikan jenis minuman tertentu berdasarkan data preferensi pelanggan, kebiasaan belanjanya ataupun posisi lokasinya di dalam resor milik Hard Rock. Buat pelanggan, inovasi yang terkesan simpel ini tentu amat bermanfaat buat kenyamanan mereka. “Pelanggan kan tidak selalu ada di depan komputer mereka, tetapi mereka selalu menggenggam smartphone mereka,” ujar Scott Voeller, VP Strategi Merek & Periklanan MGM Resort, pesaing Hard Rock, tulus memuji.

Tak mengherankan, dengan kegigihan dan upaya kerasnya ini hingga kini Hard Rock punya banyak pelanggan loyal. Pemeo “pelanggan adalah raja” tampaknya memang masih dipegang erat manajemen Hard Rock. (*)

Riset: Evi M. Amanayati

Profil Terkini Hard Rock

Hard Rock International (HRI) yang bermarkas pusat di Orlando, Florida, AS, kini punya 169 venue di 53 negara, terdiri dari 133 kafe/resto dan 15 hotel/kasino, tempat konser dan gerai Hard Rock Shop. Dimulai dengan koleksi gitar milik Eric Clapton, Hard Rock kini dikenal sebagai pemilik koleksi memorabilia musik terbesar di dunia, yang didisplai di venue-nya di seluruh dunia. Hard Rock juga dikenal dengan produk fashion yang bisa dikoleksi dan merchandise terkait musik, serta tempat-tempat konser yang menawarkan live performance. Dua hotel-kasino yang menjadi flagship-nya adalah Seminole Hard Rock Hotel and Casino di Tampa dan Hollywood. Selain itu, HRI juga punya hotel/kasino di Las Vegas, Biloxi, Orlando, Chicago, San Diego, Pattaya, Bali, Macau, Penang, Singapura dan Punta Cana. Dalam setahun-dua tahun ke depan, hotel/kasino Hard Rock juga akan dibuka di Panama, Hungaria, Dubai dan Abu Dhabi. Situs-situs Hard Rock — www.hardrockhotels.com dan www.hardrock.com, serta www.facebook.com/hardrock — pun dikenal cukup atraktif. Dari sisi kepemilikan, HRI dipegang oleh Seminole Hard Rock Entertainment Inc.

Perjuangan Memuaskan Pelanggan

Membangun sistem database pelanggan.

Mengimplementasikan software E.piphany untuk kebutuhan pelayanan pelanggan (dan kampanye pemasaran) yang menggantikan aplikasi contact center tradisional.

Membuat program loyalitas pelanggan.

Menyediakan departemen/tim khusus bernama Customer Care Team.

Mengembangkan sistem CRM berplatform framework .Net dari Microsoft yang terhubung dengan sistem Office Outlook dan sistem database untuk menggantikan sistem CRM lama.

Membangun situs online termasuk untuk kebutuhan e-commerce serta memanfaatkan media sosial Facebook, Twitter dan YouTube.

Mengimplementasikan sistem mobile-CRM dari Kickback Mobile untuk kebutuhan pemesanan, baik makanan-minuman maupun reservasi tempat.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved