Technology

Migrasi ke Sistem Independen: Repot Dulu, Asyik Kemudian

Migrasi ke Sistem Independen: Repot Dulu, Asyik Kemudian

Sebagai perusahaan bentukan baru hasil akuisisi, Mandiri Tunas Finance dituntut memiliki sistem independen yang terpisah dari sistem yang dimiliki induk perusahaan sebelumnya. Bagaimana liku-liku dan keruwetan proses migrasi sistem yang harus dilalui Tim TI-nya?

Kalau ada perpindahan kantor, yang repot bukan hanya staf bagian urusan umum (general affairs) ataupun bagian pengadaan, tetapi juga staf teknologi informasi. Contohnya, yang terjadi pada Mandiri Tunas Finance (MTF).

Jumat sore, 16 Oktober 2009, MTF dijadwalkan pindah kantor. Tugas Tim TI adalah memastikan sistem TI sudah bisa running ketika kantor pusat dibuka Senin berikutnya. “Teorinya, kami perkirakan Sabtu pagi sistem sudah bisa running. Tapi untuk jaga-jaga, kami minta cabang agar offline,” ungkap Ramdhan Safitri, Kepala Divisi TI MTF. Ternyata, praktiknya tidak semulus itu. “Ada beberapa kendala yang membuat kami harus begadang. Maka, saya instruksikan kepada anggota Tim TI, tidak boleh ada yang pulang hingga pekerjaan selesai. Kalau dihitung-hitung, kami sampai tidak tidur selama 48 jam. Padahal, Senin pagi harus masuk kantor,” cerita Ramdhan sambil tertawa mengenang masa awal perpindahan sistem MTF, dari kantor pusat Tunas Group di Pasar Minggu ke Gedung Graha Mandiri di Jl. Imam Bonjol, Jakarta.

Proses perpindahan itu terjadi setelah 51% saham Tunas Finance diakuisisi Bank Mandiri pada Februari 2009. Setelah terbentuknya MTF pada April 2009, tentunya perusahaan multifinance baru ini dituntut memiliki sistem TI sendiri. “Pada akhir 2008, tim TI diberi tahu bahwa Tunas Finance akan diakuisisi Bank Mandiri, sehingga nantinya akan banyak kerja sama untuk melanjutkan sistem yang ada. Jadi, ketika Tunas Finance diakuisisi, kami tidak membuat sistem baru,” papar Ramdhan, yang ketika itu masih menjabat sebagai Manajer Pengembangan Software Tunas Finance. “Setelah MTF terbentuk, saya diminta manajemen agar membangun sistem TI yang khusus mendukung bisnis MTF, terpisah dari Tunas Group. Tepatnya, saya diminta men-set up seluruh data center dan sistem baru agar menjadi independen,” ia menambahkan.

Diceritakan Ramdhan, ketika Tim TI Tunas Finance diinformasikan supaya berhubungan lebih intensif dengan pihak Tim TI Bank Mandiri, hampir setiap hari selama sekitar dua bulan mereka menggelar meeting. Tujuannya, bagaimana supaya sistem yang ada di Tunas Finance bisa “bicara” dengan sistem yang ada di Bank Mandiri. Secara teknis ini berarti bagaimana bisa melakukan mirroring—semacam replikasi data. “Berdasarkan pengalaman mereka yang sudah pernah melakukan, proses mirroring ini bisa membuat sakit kepala. Oleh karena itu, kami mencari cara agar dalam membuat sistemnya bisa lancar. Solusinya, sistem harus online. Semua data ditransfer online, tidak boleh pakai kertas,” papar Ramdhan.

Jadi, langkah pertama yang dilakukan adalah membangun jaringan untuk koneksi sistem dari kantor Tunas Finance ke Bank Mandiri di Jl. Gatot Subroto. Jaringan untuk koneksinya tetap menggunakan Lintasarta. Nah, koneksi ini yang akan menjadi jembatan bagi komunikasi server host to host. Langkah berikutnya menyangkut sistem pembayaran, yang akan mencatat ketika pelanggan (nasabah) membayar cicilan kreditnya. Lalu setelah ditransfer datanya, semua transaksi yang dilakukan pelanggan harus bisa di-mirror ke sistem Bank Mandiri.

Kemudian disepakati, bila nasabah melakukan pembayaran pada hari H, pada H+1 atau hari kerja berikutnya data harus sudah harus ter-posting di sistem Bank Mandiri. Jadi, ada dua buku pencatatan, yakni pencatatan pembayaran pelanggan ke MTF dan buku pencatatan pembayaran dari MTF ke Bank Mandiri. “Selama dua bulan itulah kami bicara detail tentang business requirement. Lalu, vendor bikin sistem hingga diujicoba. Setelah melalui beberapa kali ujicoba, pada akhir 2008 sistem sudah siap,” ungkap Ramdhan.

Lalu, setelah diakuisisi, tugas Tim TI yang beranggotakan tujuh orang itu adalah mengembangkan sistem TI sendiri yang independen. Pasalnya, pada Oktober 2009 MTF akan pindah kantor. Sebelumnya, MTF masih berkantor sama dengan Tunas Group di Pasar Minggu. Begitu pula, sistem TI-nya pun masih terintegrasi dengan sistem Tunas Group. Ramdhan dkk. diserahi tugas utama memindahkan semua fungsi sistem yang sudah berjalan, mencakup akunting, HR, penggajian dan general ledger. Adapun core system-nya tetap menggunakan e-Star milik Tunas Group. Nah, e-Star merupakan sistem berbasis Web yang dikembangkan tahun 2003. Semua modul untuk operasional bisnis multifinance tercakup dalam e-Star, mulai dari Credit Acquisition, Finance, Collection, Account Management, Coleteral Management, hingga Manajemen BPKP dan Asuransi.

Langkah pertama yang dilakukannya dalam pemindahan sistem menuju sistem independen ini adalah merancang jaringan. Pasalnya, di satu sisi MTF harus terkoneksi ke sistem Tunas Group, tetapi di sisi lain juga harus terkoneksi ke sistem Bank Mandiri. Selain itu, juga tetap harus terkoneksi ke cabang MTF.

Setelah membuat jaringan, lalu dibuatlah capacity planning. “Mengingat perusahaan baru diakuisisi, anggarannya tidak banyak. Maka yang saya lakukan adalah membuat staging (penahapan) dari 2009sampai 2014. Sebab, kalau harus beli di depan, investasinya akan besar sekali. Karena itu, saya buat capacity planning, mengikuti perkembangan bisnis perusahaan,” Ramdhan menjelaskan.

Pada 2009 investasi TI hanya sekitar Rp 3 miliar, karena kebutuhannya hanya membeli server (menggunakan server IBM 4 prosesor untuk menjalankan aplikasi intinya, membangun pusat data, dan menyiapkan network berikut sekuritinya: firewall-nya pakai Unified Trade Management). Pengembangan hingga 2014 akan mengikuti berapa besar penjualannya, jumlah cabangnya, jumlah servernya, dan sebagainya.

Ketika mau pindah, semua server yang dibeli dibangun dulu di Pasar Minggu. Jadi, semua data dipisahkan dulu di sana sampai secara fisik servernya terpisah, sehingga server yang dimiliki MTF siap diboyong ke kantor di Imam Bonjol. “Sebenarnya ada proses yang lebih gampang, saya bikin satu server di Tunas Group dan satu server di Imam Bonjol, tinggal copy tanpa harus memindahkan fisik server. Itu solusi paling gampang, tetapi costly, sebab harus investasi dua kali,” ujar Ramdhan mengenai dilema dalam pemilihan keputusannya.

Selanjutnya, setelah memastikan semuanya siap –jaringan maupun sistem kantor cabangnya– Ramdhan minta waktu dua hari untuk memindahkan pusat data. “Kami putuskan pada Jumat, 16 Oktober 2009, untuk pindah. Lalu, Jumat sore sistem di-close, dibuat back up, test DRC (disaster recovery center) untuk memastikan bisa jalan; lalu mulai interkoneksinya,” ia memaparkan.

Targetnya, Sabtu pagi sistem sudah bisa golive. Sayangnya, tak sesuai dengan harapan. Pada saat sistem mau dicoba, sebenarnya PC dan server hidup, tetapi jaringan mati sehingga koneksi dari cabang tidak jalan. Penyebabnya, pada saat konfigurasi ada sesuatu yang masih salah. Terpaksa, Ramdhan dan timnya dibantu tim dari Lintasarta dan vendor device membangun kembali konfigurasinya, yang tentunya membutuhkan waktu tambahan cukup lama. Hingga Sabtu subuh jaringan belum hidup juga. “Setelah tahu kesalahannya, lalu dibuat fokus untuk menghidupkan aplikasi cabang, karena hari Sabtu cabang mau beroperasi. Jadi, persoalan utama ketika itu adalah masalah konfigurasi di sistem, sehingga cabang tidak bisa koneksi,” cerita Ramdhan.

Jadi, lanjutnya, ketika itu fokusnya adalah agar aplikasi cabang bisa running. Sementara dua aplikasi lainnya, yakni surat elektronik (e-mail) dan aplikasi kantor pusat, bisa dilakukan belakangan. Sebab, kebutuhan cabang lebih mendesak, harus buka hari Sabtu. Adapun kantor pusat baru buka Senin. Akhirnya, setelah diutak-atik, Sabtu pagi hampir semua cabang sudah bisa beroperasi. Hanya 2-3 cabang yang belum bisa.

“Selanjutnya, ada yang bertanya, untuk e-mail dan aplikasi di kantor pusat, mau diapakan? Mau langsung dilanjutkan atau nanti Minggu. Sebab, dari Jumat hingga Sabtu pagi belum tidur,” ujar Ramdhan setengah bertanya. “Tapi saya bilang, jangan ditunggu. Pekerjaan yang tertunda harus diselesaikan sekarang. Sebelum kantor pusat beroperasi, semuanya harus sudah siap. Ini sesuai komitmen Tim TI kepada manajemen,” katanya. Akhirnya, Minggu subuh pengerjaan aplikasi kantor pusat dan surat elektronik bisa rampung.

Giwankoro Wawandipto, Staf TI Hardware & Network Operation MTF, membenarkan cerita bosnya. “Ya, kami harus begadang di kantor karena proses migrasi dimulai hari Jumat sore setelah jam operasional kantor. Senin pagi sistem harus dapat kembali berjalan dengan normal,” ujarnya. “Pimpinan menargetkan Sabtu sore semua sudah selesai agar kami punya spare waktu satu hari jika terjadi sesuatu.”

Menurut Giwankoro, yang menjadi concern-nya ketika itu adalah pemindahan routing dari ISP karena kelompok IP yang digunakan Tunas Finance sama dengan yang digunakan Tunas Ridean sebagai holding company pada waktu itu. “Untuk masalah ini kami bekerja sama dengan ISP dan juga beberapa vendor yang diminta datang untuk ‘mengawal’ proses migrasi. Hasilnya, hari Senin kegiatan operasional perusahaan baik di kantor pusat dan cabang dapat kembali berjalan.”

Pada 2010, targetnya server harus di-upgrade sesuai dengan business plan perusahaan. Dari 2009 ke 2010, penjualan MTF memang ditargetkan naik lebih dari dua kali lipat—dari omset Rp 2 triliun menjadi Rp 4,5 triliun. Selain itu, pada 2010 mulai diimplementasikan sistem General Ledger (GL), karena selama ini aplikasi/modul GL masih nebeng dengan sistem Tumas Group. Desember 2010 sistem GL ini ditargetkan harus sudah jalan. “Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya diputuskan kami menggunakan sistem yang sama seperti di Tunas Group. Karena, saat itu itu kami hanya diberi waktu tiga bulan untuk impelementasi sistem GL hingga running,” ujar Ramdhan.

Biasanya waktu terlama implementasi sistem adalah pelatihan dan edukasi cara penggunaan memakai sistem baru. Nah, karena menggunakan sistem lama, tidak perlu pelatihan dan edukasi lagi. Ramdhan dan timnya tinggal menarik datanya, lalu direkonsiliasi. Lalu, pada November 2010 dilakukan testing untuk pemindahbukuan: apakah sama antara sistem pembukan di MTF dengan di Tunas Group. Maklumlah, di akhir November itu sudah harus tutup buku di sistem yang baru. “Dalam waktu tiga bulan itu kami benar-benar kerja keras bagaimana mewujudkan target manajemen agar Desember 2010 sistem GL sudah live. Bersyukur, berkat kerja keras Tim TI dan akunting, pada 30 November kami sudah bisa tutup buku,” ujar Ramdhan senang.

Selain implementasi GL, pada 2010 ini ditargetkan pula untuk redundancy pusat data. Awalnya, server, firewall dan UPS semuanya disatukan, sedangkan pada akhir 2010 semua harus dijadikan dua sistem. Tujuannya, menurut Ramdhan, untuk menghilangkan single point of failure. Jadi semuanya di-redundancy.

Bagaimana dengan 2011? “Tahun 2011, targetnya pengembangan berbagai aplikasi mobile,” Ramdhan menegaskan. Salah satu aplikasi mobile yang sudah dikembangkan adalah aplikasi approval melalui telepon seluler. Sekarang, level kepala divisi (kadiv) ke atas di MTF bisa melakukan persetujuan kredit melalui ponsel. Selain itu, level BOD (direksi) sudah bisa mengakses melalui ponsel mengenai jumlah penjualan atau kondisi perusahaan (yang ada di core system).

Selain itu, sebenarnya sejak 2009 TMF juga telah mengembangkan aplikasi berbasis SMS gateway. Misalnya, di MTF ada fasilitas auto debit untuk pelanggan. Pada saat pelanggan didebit, ia akan diberi info. Atau, pelanggan yang telat bayar pun diberi tahu.

Nah, tahun 2012, targetnya Tim TI MTF adalah pembenahan utilisasi network, bandwidth management, e-mail management hingga desktop management. Juga, akan mengembangkan sendiri aplikasi Business Intelligence.

Saat ini, seluruh aktivitas di MTF (berikut ke-66 cabangnya) sudah dioperasikan by system dan online (yang berbasis Web), serta bisa menangani proses kredit end-to-end.

Diklaim Ramdhan, banyak manfaat yang diperoleh dari pengembangan sistem TI yang telah dilakukan timnya. Antara lain, yang paling dirasakan BOD: kapan pun, di mana pun, mereka bisa mengetahui kondisi perusahaan — dalam hal kinerja penjualan, besarnya kredit macet, dan sebagainya. Itu dapat diakses cukup lewat ponsel, sehingga tidak perlu membuka notebook/PC untuk melakukan verifikasi sistem. Dan, tentu saja, pengambilan keputusan pun menjadi lebih cepat. “Petugas cabang pun, selama melakukan interaksinya berbasis sistem, tidak perlu takut akan melakukan kesalahan,” Ramdhan mengklaim.

Klaim Ramdhan diamini Herry Ismanto. Menurut Manajer Cabang MTF Panglima Polim ini, sekarang MTF sudah terintegrasi antara kantor pusat dan operasional di cabang. Sistem TI yang online real-time ini sangat membantu petugas pemasaran, khususnya proses approval. Begitu pula untuk bagian lain.

Disarankan Herry, pengembangan TI yang saat ini sangat diperlukan adalah dari sisi servis. Pelayanan yang maksimal dan kecepatan dalam proses di kantor cabang sangat diperlukan dalam kondisi persaingan di industri pembiayaan. Contohnya, memangkas waktu proses agar keputusan kredit bisa dipercepat. “Ini merupakan tantangan Tim TI dalam mengembangkan sistem yang terus mengikuti perkembangan operasional di cabang,” ujarnya. (*)

BOKS 1

Tentang Mandiri Tunas Finance:

Memiliki 66 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan didukung hampir 2.000 karyawan

BOKS 2

Proses Migrasi Sistem di MTF

Persiapan Praakuisisi

Membangun server untuk pusat data di kantor TF di Pasar Minggu (yang akan diboyong ke kantor baru)

Vendor yang ditunjuk mengembangkan sistem

Pascaakuisisi

Melakukan konfigurasi jaringan untuk kantor pusat dan cabang

Menghidupkan aplikasi dengan prioritas kantor cabang dulu (karena bersifat operasional melayani nasabah), baru kantor pusat

Pengembangan sistem GL baru yang independen

Rencana ke Depan


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved