Di tahun fiskal tersebut, Thai Airways hanya berhasil meraih keuntungan bersih sebesar 6,78 miliar baht (US$ 164,5 juta), turun dari 10,01 miliar baht setahun sebelumnya. Pendapatan per saham turun menjadi 4,00 baht (dari 6,14 baht tahun lalu).

Penyebab utama penurunan keuntungan perusahaan tersebut merupakan hasil dari harga minyak tinggi terus-menerus. Selain itu, dampak penurunan turisme ke Thailand merupakan hasil dari gejolak di Thailand selatan, terorisme di negara-negara lain dan kekawatiran tentang epidemi flu burung.

Kavi Chukitkasem, Asisten Wakil Presiden Capital Nomura Securities, mengatakan, maskapai penerbangan itu telah terpukul telak oleh harga minyak yang tinggi, yang bertanggungjawab atas 30% pengeluaran perusahaan itu tahun lalu. Tetapi, ia mengatakan, pamandangan bagi Thai Airways positif untuk kuartal pertama karena harga minyak rendah dan puncak musim turis Thailand sedang berlangsung.

“Jika kami membandingkan kuartal ketiga dan kuartal keempat, Thai Airways mampu membalikkan kerugian yang ditaksir 3,0 miliar baht dan mengubahnya menjadi keuntungan sekitar 2,3 miliar baht. Namun keseluruhan, pendapatan tahunan diharapkan akan turun karena lonjakan harga minyak,” ujarnya.