Youngster Inc. Entrepreneur

Klastik Footwear Ramaikan Bisnis Sepatu Batik

Oleh Admin
Klastik Footwear Ramaikan Bisnis Sepatu Batik

Industri batik memang terus menggeliat. Berbagai produk rumah tangga hingga fesyen banyak yang sekarang memakai kain batik sebagai bahan bakunya. Tidak terkecuali sepatu, yang kini sudah bermotifkan batik.

Bisnis sepatu batik kini semakin ramai dijajaki pengusaha. Dan, Klastik Footwear yang dinahkodai oleh perempuan muda, yakni Tyas Ajeng Nastiti, pun mencoba terjun di bisnis ini. “Produk kami memang sepatu wanita batik. (Sepatu) inginnya model-model yang sekarang, tapi tetap dikasih sedikit nuansa kain batik,” sebut Tyas, CEO Klastik Footwear kepada SWA Online, di sela-sela pameran Wirausaha Mandiri Expo 2013 yang bertempat di Balai Sidang Jakarta, Jumat (18/1/2013).

Tyas Ajeng Nastiti, CEO Klastik Footwear (kiri) bersama rekannya.

Usaha yang dirintis Tyas dengan beberapa temannya ini telah memenangkan penghargaan Wirausaha Muda Mandiri 2012 di kategori mahasiswa bidang usaha kreatif. Perjalanannya dalam merintis usaha ini tidak mudah.

Ia yang masih duduk di bangku kuliah tingkat akhir di jurusan Desain Produk Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, ini bergelut dengan kepercayaan pasar yang rata-rata beranggapan bahwa produk fesyen yang bagus itu berasal dari Jakarta dan Bandung saja. Padahal produk sepatu asal Surabaya ini pun tak kalah bagusnya. Bagaimana perjalanan Tyas dan teman-temannya yang juga berasal dari jurusan yang sama merintis Klastik Footwear? Berikut petikan wawancara SWA dengan Tyas.

Kenapa memilih membuat sepatu batik?

Karena memang di Surabaya, ada banyak perajin sepatu. Tapi rata-rata, mereka itu mau produksinya sepatu massal dengan merek-merek replika. Dan barang replika kalau dijejerin sama aslinya itu mirip. Jadi, istilahnya sumber daya manusia kita itu sebenarnya bagus untuk produksi sepatu. Nah, akhirnya kita berpikir, kalau kita bisa produksi replika bagus, kenapa kita nggak bikin saja dengan produk kita sendiri, dengan desain sendiri, dilabelin brand kita sendiri. Akhirnya, tercetuslah bikin brand lokal dari Surabaya yang berkualitas. Dan, batiknya itu nggak full. Kalau dilihat cuma 40 persenan. Jadi, biar dia tetap elegan.

Sepatu dengan motif batik sebenarnya sudah ada di pasaran. Bagaimana diferensiasi dengan produk yang sudah ada?

Kalau diferensiasi, itu bisa dilihat dari desain-desain kami. Pertama, produk kami classy (berkelas) dan mengikuti model-model yang ada. Kedua, sepatu kami ethnic, yakni memakai kain-kain batik pilihan. Karena target sasaran konsumen kami rentang usianya 15-35 tahun. Ketiga, kami terus berinovasi di sol dan bentukan kaki. Jadi, sepatunya nyaman dipakai, meskipun dengan hak yang pendek maupun hak tinggi.

Bagaimana awalnya mendirikan bisnis sepatu batik ini?

Awal memulai bisnis itu dari program kreativitas mahasiswa (PKM). Dari program itu kami dapat dana hibah yang dijadikan modal usaha, yakni Rp 7 juta. Kalau nggak salah kami meluncurkan proposal bisnis yang PKM itu bulan September 2011. Jadi ini bisnis baru banget. Makanya, alhamdullilah dapat kesempatan Wirausaha Muda Mandiri dan dapat penghargaan juga. Menurut saya ini baru start ya, untuk bisa ke kancah nasional.

Dari situ, kami mulai berinovasi, seperti dalam model sepatu. Awalnya, kami cuma berpikir ingin sepatu bentuk flat, dan diproduksi sepatu itu. Tapi sekarang berkembang menjadi sepatu wedges, bertumit, dan sebagainya.

Jadi, berapa modal yang dipakai untuk mendirikan bisnis ini?

Ya, modal sekitar Rp 7,6 juta. Sebagian besar untuk bahan, trial & error, dan membuat desain. Terus kami banyak habiskan uang di promosi, seperti kotak sepatu awalnya jelek, tapi sekarang sudah punya kotak dengan nama produk kami.

Berapa orang karyawan yang dimiliki sekarang ini?

Kami bentuknya tim, seperti ada tim brand manager yang membuat promosi hingga desain. Total karyawan ada lima orang. Kalau perajin, merekrut perajin lokal dari Surabaya, yakni ada dua orang. Kami sesuaikan jumlah perajin nantinya, kalau demand semakin tinggi.

Apakah ada kesulitan dalam mendirikan dan mengembangkan bisnis ini?

Kesulitan kami itu bagaimana meyakinkan pembeli bahwa kami itu punya produk yang bagus. Karena kalau diperhatikan, produk fesyen bermerek itu kan rata-rata dari Bandung dan Jakarta, sementara kami start up dari Surabaya. Dan ada pandangan orang-orang itu bahwa, “Sepatu dari Surabaya itu memangnya OK?” Kami dari awal seperti itu sampai akhirnya ketemu sama customer pun ada yang bertanya di mana letak showroom-nya di Jakarta.

Sekarang, berapa produksi sepatu per bulannya?

Masih sedikit sih, tapi terus meningkat. Sekarang sudah sampai 100-150 pasang sepatu per bulan. Dengan penjualan 75-90 pasang sepatu per bulannya. Penjualan secara online. Paling besar pengiriman ke Jakarta.

Tidak berminat membuka toko?

Kami bukan berupa toko, karena modal masih terbatas. Paling konsinyasi. Nanti kami titip ke toko yang sesuai dengan konsep. Dan, tokonya kalau bisa punya pasar yang luas. Kami sudah ada beberapa channel yang akan lebih serius tahun 2013. Salah satunya di Grand Indonesia, yakni di Alun-Alun Indonesia. Rencana mau masuk di situ.

Lalu, ada rencana apa lagi yang akan dijajaki ke depannya?

Rencana ke depan kita coba ingin membuat sepatu cowok. Sekarang masih sepatu cewek. Sepatu cowok, kita baru testing pasar di pameran ini. Kalau banyak yang tertarik , kami mau seriusin dan harganya juga lebih premium karena sepatu cowok itu beda dengan cewek, yakni harganya di atas Rp 500 ribu. Kalau sepatu cewek harganya Rp 145-375 ribu. Kami buat terjangkau tapi tetap berkualitas. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved