Editor's Choice Next Gen

Anna Berliana Budiputri, Berlian Penerus Elegance Jewelry

Anna Berliana Budiputri, Berlian Penerus Elegance Jewelry

Dari makna yang terkandung pada namanya, Anna Berliana Budiputri, sejak lahir ia memang sudah digadang-gadang menjadi penerus bisnis berlian orang tuanya. Dan, harapan itu tampaknya menjadi kenyataan di usianya yang ke-25 tahun: Anna dipercaya mengendalikan Elegance Jewelry, gerai perhiasan milik orang tuanya di Yogyakarta.

Anna Berliana Budiputri

~~

Dunia bisnis – terutama perhiasan – dikenal Anna sejak kecil. Saat duduk di bangku SMP Stella Duce 1 Yogyakarta, ia terbiasa menjaga toko perhiasan orang tuanya usai pulang sekolah. Sembari menjaga toko, perlahan-lahan ia belajar dan memahami konsep bisnis di Elegance Jewelry. “Sejak kecil saya memang tertarik belajar bisnis karena saya yakin berguna untuk masa depan saya,” ujarnya.

Beruntung, orang tua memberikan kesempatan kepadanya. Sembari sekolah, Anna sudah diizinkan bergabung dengan usaha yang dibangun orang tuanya. “Sebenarnya dibilang siap, kami tidak pernah tahu kapan siapnya. Saya hanya menekuni peluang yang sudah ada di depan mata. Jalani saja,” ujar kelahiran Yogyakarta 18 Oktober 1989 ini. Baginya, kesempatan tidak boleh disia-siakan. “Tugas saya mengembangkan Elegance Jewelry dan memaksimalkan potensi yang masih ada,” lanjutnya tentang bisnis yang sudah dikenalnya sejak kecil itu.

Meski demikian, Anna tak langsung menduduki posisi empuk. Posisi sebagai eksekutif penjualan, staf komunikasi pemasaran, dan merchandiser pernah dilakoninya. “Saya memulai bekerja dari bawah, yaitu posisi sales,” ungkap Anna yang saat ini menempati pos sebagai Manajer Pengembangan Bisnis Elegance Jewelry.

Sebagai anak pemilik, Anna mengaku memang banyak diuntungkan, meskipun diyakininya, bekal terbesar dalam menjalankan bisnis adalah passion. Antara lain, orang tua membekalinya dengan pendidikan dan segala hal yang diperlukan untuk menjalankan bisnis. Selain itu, bekal moral dan karakter. “Mental pebisnis yang ulet dan pantang menyerah saya pelajari dari orang tua saya,” ungkapnya lagi.

Tak hanya orang tuanya yang membimbing dirinya memasuki dunia bisnis. Orang-orang yang secara tidak langsung menjadi role model, memberikan nasihat, dianggapnya juga sebagai mentor. “Berbagai masukan tersebut dapat secara fleksibel saya refleksikan sebagai inspirasi untuk mengembangkan diri,” imbuhnya. Sebagai anak pemilik, diakuinya ada beban yang menggelayutinya. “Secara jujur beban pasti ada. Namun, bagaimana saya mengelola beban tersebut menjadi motivasi positif, dan menjadikan hal itu sebagai tantangan yang pasti saya lakukan,” papar lulusan Jurusan Manajemen, Fakultas Bisnis, Universitas Pelita Harapan dan Master of Business Administration (MM Executive) dari Binus Business School ini.

Pendidikan, menurutnya, persiapan paling penting untuk mengarungi samudera bisnis. Hal lain yang juga penting adalah komitmen untuk bertanggung jawab dan membuktikan bahwa dirinya bisa sukses melalui bisnis ini. Diakuinya, orang tuanya selalu mengingatkan bahwa menjalani bisnis harus tekun, ulet, pantang menyerah, optimistis dan kreatif. “Dan, harus memiliki kepercayaan bahwa tujuan bisa dicapai,” ujarnya.

Tanggung jawab yang diembannya saat ini adalah melakukan ekspansi, meningkatkan performa penjualan, dan berinovasi untuk memberikan ide-ide baru yang belum pernah diterapkan dalam bisnis ini, yang pada akhirnya memberikan pertumbuhan pendapatan. Kemudian, mengontrol produk-produk yang ditawarkan ke konsumen: harus tepat sasaran, tepat guna sesuai dengan selera pasar/konsumen, dengan harga yang dapat dijangkau oleh target pasar.

Diakui Anna, dengan tanggung jawab yang diembannya, tantangannya adalah melatih kesabaran dan ketekunan, serta mempelajari, mengenal, dan merasakan seluk-beluk bisnis dengan baik. “Kami harus bias memahami tiap-tiap konsumen yang memiliki beragam karakter,” katanya.

Beberapa terobosan yang telah dilakukannya kini mulai menunjukkan hasil. Pertama, mengembangkan sub branding. Hal ini membantu konsumen memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan, termasuk sesuai dengan bujet. Kedua, berinovasi dalam melakukan personal selling, yang dilakukan dengan memberikan extra service yang berlaku seumur hidup. “Ketiga, dari segi marketing, saya memulai melakukan penjualan dengan katalog dan melalui dunia Internet,” katanya.

Dengan terobosan tersebut, diakuinya, penjualan pasti meningkat dan lebih menjangkau target pasar yang lebih luas. Dulu, misalnya, target pasarnya wanita yang sudah berumur, sekarang diperluas dengan menjangkau anak-anak muda, seperti remaja atau anak kuliahan.

Semenjak dipegang Anna, ruang pajang bertambah dari empat menjadi tujuh. Produknya — cincin, anting, liontin, gelang dan kalung – dibuat di pabriknya di Hong Kong. Rentang harganya, Rp 3 juta-ratusan juta.

Menurutnya, orang tuanya dan dirinya memiliki cara pendekatan yang sesuai dengan zamannya. Orang tuanya berciri tradisional dan terpusat. Keputusan diambil top-down, langsung dari atas. Penjualan pun banyak dilakukan di toko atau dari mulut ke mulut. “Saya mulai untuk memasukkan teknologi informasi dalam bisnis ini,” katanya. Adapun dalam hal pengambilan kebijakan, ia memakai pendekatan dari bawah ke atas. Juga, memberdayakan karyawan untuk terlibat dalam pengembangan perusahaan, sehingga tanggung jawab dan loyalitas mereka semakin kuat. Karyawan pun kini lebih banyak mendapatkan pelatihan.

Targetnya dalam pengembangan bisnis adalah mampu menjangkau kota-kota lain dan, tentu saja, go global. Sementara ruang pajang akan terus dikembangkan. “Kami sekarang waiting list di beberapa mal di Jakarta,” ucapnya. Ia menambahkan, targetnya setiap tahun membuka dua ruang pajang baru.(*)

Henni T. Soelaeman dan Destiwati Sitanggang


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved