Editor's Choice Youngster Inc. Entrepreneur

Mellisa Sugianto, Suasana Rumah di The Nanny’s Pavillon

Mellisa Sugianto, Suasana Rumah di The Nanny’s Pavillon

~~

~~

Bagi Mellisa Sugianto, bisnis kuliner tak sekadar persoalan memanjakan lidah. Mata dan hati juga harus dimanjakan. Suasana nyaman, makanan enak dan pelayanan memuaskan, membuat para pengunjung kepincut sehingga mereka akan datang lagi, dan lagi. Tak ayal, saat membesut Nanny’s Pavillon (NP) kesan homey layaknya suasana di rumah sendiri begitu kental dihadirkan di setiap gerai NP. Juga para pelayan yang berpakaian vintage ala nanny tahun 1950-an lengkap dengan kostum baju berenda dan corak polkadotnya menambah atmosfer NP bak rumah-rumah Eropa tempo dulu.

Yang menarik, setiap gerai memiliki tema masing-masing yang dihadirkan dengan konsep yang detail untuk setiap interiornya. Sebut saja gerai NP Pacific Place, Jakarta, yang mengusung konsep bathroom bergaya vintage Prancis-Amerika lengkap dengan atribut detail berbagai perlengkapan mandi yang menghiasi setiap sudut ruangan. Ada pula konsep Kimberly’s Room yang menghadirkan desain interior ala kamar seorang remaja putri lengkap dengan pernak-perniknya untuk NP di Plaza Indonesia. Atau konsep sewing room di Gandaria City yang menggambarkan interior mesin jahit, benang, pita dan kain vintage ala Eropa tempo dulu. Konsep yang berbeda untuk setiap resto NP dibuat agar pengunjung nyaman dengan desain interior yang friendly. Konsep ini, diakui Mellisa, terinspirasi dari kesukaannya pada suasana keluarga di Provence, Prancis Selatan, yang kerap membagikan menu masakan.

“Saya ingin menciptakan restoran yang nyaman dan berkonsep keluarga,” ungkap lulusan Hospitality dari Universitas Pelita Harapan ini. Sejak kecil, Mellisa memang suka masak, suka makan dan mendandani ruangan. Kemahiran memasaknya diwariskan oleh nenek dan ibunya yang memang suka dan jago masak. Tak hanya itu, sejak awal mendirikan NP, dia pun ingin merangkai suatu cerita untuk memperkuat merek NP. Nanny berarti pelayan dan Pavillon berarti paviliun atau rumah sederhana. Cerita di balik merek ini yaitu terdapat seorang pelayan (Nanny) yang bekerja sudah lama sekali di suatu keluarga dan sangat mengetahui makanan favorit anggota keluarga tersebut. Nanny tidak lupa mencatat hal detail dari keluarga ini. Dari sana, ia membuat cerita mengenai Nanny sebagai pengasuh keluarga yang sangat mengetahui selera dan makanan kesukaan anggota keluarga. “Pelanggan kami merupakan ‘anggota keluarga’ yang siap dilayani oleh Nanny,” tutur Mellisa yang sempat berkarier sebagai food stylist di penerbit Gramedia.

Nanny's Pavillon BarnKonsep tersebut ternyata disambut antusias. Para pengunjung menyukai setiap atmosfer yang dihadirkan berbeda di setiap gerai NP. Vera Erwaty Ismainy, misalnya. Ia mengaku kepincut makan di NP atau sekadar “numpang” kerja. “Suasana Nanny’s Pavillon yang nyaman membuat saya betah mengerjakan tugas kantor,” kata Vera yang beberapa kali datang ke NP di Plaza Indonesia dan Kota Kasablanka. “Dua-duanya memberikan kesan nyaman dan bikin ingin lama-lama berada di sana.” Sayangnya, imbuh Vera, ia kesulitan menemukan colokan listrik di NP. “Kalau tidak salah, di tiap gerai Nanny’s Pavillon tidak ada colokan listriknya. Selain itu, menu pancake-nya kurang banyak pilihan.”

Pertama kali dibesut di Bandung pada 2010, kini NP memiliki 14 restoran dengan tema berbeda-beda yang tersebar di Bandung (empat), Jakarta (9) dan satu di Bali. Menurut Mellisa, NP di Bali merupakan cabang yang nilai investasinya tertinggi, yaitu sekitar Rp 3 miliar. Kinerja cabang yang paling moncer yaitu cabang Central Park dengan pendapatan sekitar Rp 900 juta per bulan. Ke depan, ia akan mengembangkan NP dengan pola waralaba dan berupaya merambah pasar negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. “Rencana ekspansi ke luar ini kemungkinan dilakukan tahun depan,” ungkapnya.

Menu-menu NP juga unik. Menu dibuat berdasarkan sharing dari anggota keluarganya. “Dengan begitu, banyak menu NP yang menggunakan nama orang yang sebenarnya nama anggota keluarga di dalam cerita NP,” kata Mellisa. Beberapa contoh menunya yaitu Kimberly’s Green Sauge Pasat, Robert Spaghetti Olio Mushroom, Cecile’s de Le Thon dan lainnya. “Kami mau membuat sesuatu yang berbeda karena kami tidak mau konsep yang monoton. Karena itu, kami harus menciptakan sesuatu yang unik agar pelanggan tidak cepat bosan. Dan nilai merek kami adalah sharing. Jadi, yang kami sharing adalah suasana dan menu makanan,” papar pehobi jalan-jalan ini.

Menu pun terus diinovasi. “Saya memang kerap hunting. Misalnya, saat jalan-jalan ke luar negeri, saya berusaha mencari hal baru,” katanya. NP juga memiliki tim inovasi produk. Biasanya tim ini mengajukan produk inovasi yang dibuatnya, setelah itu barulah Mellisa membenarkan taste dan penampilannya. Pemasarannya masih menggunakan table promo dan mulai bekerja sama dengan bank untuk billboard dan banner.

Sejatinya, NP bukan ladang peruntungan pertama Mellisa. Sebelumnya, ia sempat membuka restoran di Jakarta bersama temannya. Di tengah jalan, ia memutuskan menjual seluruh sahamnya karena tak ada kecocokan. Meski diakuinya bermitra itu tak mudah, ia tak surut melangkah. Ketika rekan lainnya mengajaknya berkongsi, ia pun menggamitnya dan berdirilah NP dengan modal sekitar Rp 200 juta. Diakuinya, Dewi Fortuna tak langsung menghampirinya. Malah, ia sempat kelabakan mencari perlengkapan interior dan merekrut tenaga kerja. Ia sampai mencari sendiri ke pasar untuk kain kursi. Ia juga terjun langsung dalam operasional, seperti mengantar makanan yang dipesan oleh tamu. Sampai hari ketiga dibuka, restorannya masih sepi. Dua minggu kemudian, NP mulai dibanjiri pengunjung. “Sampai waiting list dan saya kewalahan mengaturnya. Saya tidak menyangka secepat itu ramai,” ungkapnya. Respons pasar yang bagus membuat Mellisa juga bergerak sigap dengan mengepakkan sayap ke Jakarta.

Diakuinya ketika itu ia hanya menyebarkan brosur dan mengandalkan promosi getok tular. “Setelah kami mengembangkan cabang, kami baru membuat merchandise, misalnya untuk pembelian minimum Rp 200 ribu, pembeli mendapatkan merchandise dari NP. Kami memiliki tim sendiri untuk membuat merchandise unik seperti laptop bag, lunch bag, notebook bag, dan lainnya,” tuturnya.

Henni T. Soelaeman dan Denoan Rinaldi


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved