Editor's Choice Youngster Inc. Entrepreneur

Metamorfosis Bams Samsons

Bams Samsons

~~

Hampir satu dekade lalu, ia mengguncang jagat musik pop Tanah Air. Lewat grup band Samsons, ia menyihir banyak remaja putri. Bergenre pop rock, grup band yang digawanginya menelurkan empat album: Naluri Lelaki, Penantian Hidup, Samsons dan Perihal Besar. Popularitas Samsons tak pelak melambungkan juga sosoknya yang populer disebut Bams Samsons. Sang vokalis dengan suara khas ini memiliki nama asli Bambang Reguna Bukit.

Namun, sejak 2011, ia memilih meninggalkan ingar-bingar panggung musik dan terjun di dunia bisnis. Tak tanggung-tanggung, beragam bisnis langsung digelutinya. Mulai dari resto, galeri furnitur, tempat kebugaran, sampai hotel. Dan, tak seperti kebanyakan artis atau pesohor yang sekadar menanamkan saham, Bams terjun langsung menjalankan roda usahanya. Meski, di beberapa usaha, diakuinya, ada yang sekadar menanamkan saham. Atau, dalam bahasa dia, sebagai biaya pertemanan. “Karena teman saya mengajak bergabung dan saya suka bisnisnya, juga orang-orangnya, ya saya ikut gabung. Saya minority karena saya anggap sebagai biaya pertemanan,” ungkapnya. Resto, bistro dan hotel adalah bisnis-bisnis yang dimasuki Bams semata sebagai salah satu investor. “Tetapi, saya juga tetap lihat peluang bisnis dan perencanaan ke depannya bagaimana,” imbuhnya.

Sementara untuk galeri furnitur dan tempat kebugaran, Bams memulai dari nol. Lewat Vie for Living, Bams bersama sang istri, Mikha Vita Wijaya, menghadirkan galeri furnitur dengan konsep desain orisinal, vintage, klasik dan unik. Produk yang ditawarkan, mulai dari desain interior, kontraktor hingga beragam furnitur unik. Tak hanya menyasar pasar dalam negeri, produk Vie for Living juga menembus Abu Dhabi, Malaysia, Singapura, Italia, Amerika Serikat dan negara-negara Timur Tengah. Tanpa mau mengungkap secara detail, Bams mengaku kinerja Vie for Living bagus. “Sales-nya sudah dua kali lipat dari tahun lalu,” ungkapnya.

Bisnis lain yang digelutinya adalah studio kebugaran bernama 20Fit. Di sini, ia berperan sebagai pihak pemasok alat untuk gym, konsep gym, SOP gym dan lisensi trainer. “Jadi, saya di sini sebagai master franchise Miha Bodytec Indonesia,” ungkapnya. 20Fit merupakan micro gym karena konsepnya kecil dan lebih privat. Sampai saat ini, 20Fit sudah memiliki empat studio kebugaran – dua miliknya dan sisanya franchise. Rencananya, sampai akhir tahun ini akan dibangun sembilan studio lagi. Targetnya, sampai akhir 2015 ada 100 studio. Untuk penjualan, menurut dia, dalam dua minggu buka sudah membukukan Rp 400 juta. Sementara 20Fit yang berlokasi di Cipete dalam minggu pertama saja sales-nya mencapai Rp 600 juta. Ditambahkan mitra Bams di Miha Bodytec, Jeff Budiman, omset sebagai distributor mendapatkan Rp 650-800 juta untuk satu studio dalam tiga bulan terakhir.

Melihat perkembangan 20Fit, Bams pun sudah ancang-ancang menjadi distributor tunggal alat kebugaran asal Jerman, Electrical Muscle Stimulator (EMS). Keunggulan alat ini menghemat waktu dengan perbandingan 20 menit setara dengan 2 jam dibanding dengan olah raga lain. Alat gym EMS ini menjadi salah satu pembeda 20Fit dengan tempat gym yang lain.

Lahir dari keluarga yang berdarah pebisnis, kelahiran 16 Juni 1983 ini sudah mengenal bisnis sejak kecil. Kakek dan ibunya adalah pebisnis di bidang pertanian/perkebunan. Keluarganya memiliki ribuan hektare lahan. Ayahnya, Hotma Sitompul, pengacara papan atas dengan bendera HS Associate. Bams yang lulusan double degree marketing commerce memilih ladang bisnis yang disukainya. “Saya memang tertarik pada hal-hal yang berbau olah raga, seni dan film,” katanya. Karena itu, ia memilih bisnis yang sesuai dengan passion-nya. “Saya percaya kalau kita melakukan hal yang kita sukai, akan seperti sedang tidak bekerja. Rasanya lebih menjalankan sesuatu yang menyenangkan, dibandingkan jika menjalankan sesuatu hanya karena melihat peluang bisnis,” paparnya. Ketika memutuskan masuk ke bisnis kebugaran dan furitur, ia mengaku mempelajari terlebih dulu seluk-beluk furnitur: bahan, treatment setiap bahan, dll.

Bagi Bams, memulai dari nol justru tantangan yang menarik. “Saya bersyukur diberi jalan untuk memiliki rezeki, walaupun tidak banyak, tetapi itu menjadi permulaan yang bagus. Buat apa kita meneruskan perusahaan keluarga ketika perusahaan itu bukanlah passion kita,” tuturnya. Menurutnya, bisa saja di tangan anak atau generasi berikutnya bisnis keluarga akan berkembang. Tetapi, bisa jadi lebih berkembang lagi ketika diberikan kepada orang yang memiliki passion di bidang tersebut. “Jadi, tidak selalu bisnis orang tua menjadi garis tangan anaknya,” ucapnya.

Bams mengaku beruntung memiliki keluarga yang memberikan keleluasaan kepada dirinya. “Mereka membiarkan saya menjalankan apa yang saya suka, tentu dengan konsekuensi saya harus memulainya dari nol,” katanya. Keluarganya, imbuh dia, memang berandil besar menggiringnya berwirausaha. Sejak kecil ia melihat secara langsung bagaimana cara kakek dan ibunya menjalankan bisnis, cara mereka berhubungan dengan orang lain, menghadapi karyawan, melihat peluang bisnis dan cara menjalankannya.

Entrepreneurship yang tanpa dia sadari telah merasukinya sejak kecil itulah yang boleh jadi mengantarkan Bams memiliki intuisi bisnis yang tajam. “Awal mulai ngeband itu juga bisnis. Bisnis dalam arti kita tidak pernah masuk ke label, dalam arti didesain full oleh label ya. Kami berdiri sebagai manajemen sendiri, membuat label sendiri, lalu kami licensing master kami ke label, yaitu Universal,” tutur Bams yang bercita-cita menjadi pemain basket, penyanyi dan pengusaha. “Saya merupakan bukti nyata, kalau kita memiliki cita-cita, sebenarnya bisa kita capai, asal kita fokus pada passion kita. Hanya main basket yang tidak tercapai,” katanya.

Selama menjalani bisnis, Bams pun menemukan kendala. “Saat pertama, saya kecemplung ke sana kemari, tetapi lama-lama saya belajar. Saya juga belajar dari partner-partner saya yang lebih tua dari saya dan juga dari orang tua saya,” ujarnya. Yang pasti, prinsipnya dalam berbisnis: jangan menipu. “Karena, dalam menjalankan apa pun, buat saya omongan yang paling dipegang,” imbuhnya. Tantangan lain adalah mengelola perusahaan dan pendanaan. “Banyak ide, uang terbatas. Uang saya tidak terlalu banyak, saat lihat ada peluang, tidak lantas besok langsung dibuat,” katanya.

Diakuinya, sebagai sosok yang kondang sebagai penyanyi, adakalanya orang melihat kiprahnya saat ini dengan sebelah mata. “Saat meeting dengan orang, mereka hanya tertawa-tawa. Kita tidak boleh down dan kesal karena kita tidak bisa mengharapkan semua orang memandang kita secara sama,” ungkapnya. Menurutnya, ketika memutuskan menjalankan sesuatu yang baru, ia harus bisa melepaskan atributnya yang lama. “Saya harus bisa melepaskan atribut saya sebagai seorang Bams. Kalau orang lain tidak bisa melepaskan hal itu, itu merupakan bonus buat saya,” katanya. Popularitas, imbuhnya, tak menjamin seseorang pandai menjalankan bisnis. Namun, ia mengakui, popularitasnya memberikan pengaruh dari sisi jejaring.

Di mata Yoris Sebastian, popularitas tentunya membawa orang lebih cepat tahu bisnis baru Bams. Ia juga melihat, sebenarnya bisnis-bisnis yang digeluti Bams masih berkaitan dengan industri hiburan. Misalnya, furniturnya bekerja sama dengan film atau televisi. Gym yang nantinya diikuti oleh sahabat-sahabat Bams yang notabene banyak artis. “Bagi pebisnis seperti Bams, tentunya akan lebih gampang dapat liputan dari media karena sudah terkenal sebagai artis populer,” kata Yoris yang rajin mengamati bisnis anak-anak muda.

Menurutnya, tantangan Bams justru bagaimana menjaga kualitas dan konsistensi bisnis yang dikembangkannya. “Bisa saja ilmu yang dimiliki di dunia hiburan diterapkan di bisnis-bisnis baru yang dia jalankan sekarang,” katanya. Ia sendiri mengaku senang melihat artis muda seperti Bams sudah mulai berbisnis. “Saran saya, cari partner yang benar-benar ahli di bidang-bidang yang digelutinya sekarang,” ujarnya. Ia juga menyarankan agar Bams mulai memikirkan brand purpose dari setiap bisnis yang ada. “Bayangkan Bams bikin produk keren seperti TOMS, tentunya dengan popularitasnya dan didukung produk keren namun berbeda, pastinya akan jauh lebih berhasil dan sustainable. Syukur-syukur kalau Bams bisa memberi inspirasi buat teman-teman artis muda lainnya. Sedih melihat banyak teman artis sekadar berbisnis tanpa memikirkan arti bisnis yang mereka kerjakan, biasanya tidak akan long lasting,” paparnya.

Ke depan, Bams akan menyerahkan bisnisnya kepada profesional. “Karena, seharusnya bisnis memang seperti itu. Kita tidak akan bisa mengelola semuanya,” ujarnya. Seperti di Vie or Living, sudah ada tangan kanannya yang mengelola. “Dengan begitu, saya bisa mencari mainan baru. Karena, sebagai anak muda, kalau sudah ada yang berdiri, kita cari mainan baru. Kita harus mencari peluang. Kalau sudah tua, pertimbangannya akan semakin banyak,” katanya.(*)

Henni T. Soelaeman dan Destiwati Sitanggang


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved