Editor's Choice Youngster Inc. Self Employed

Lizzie Parra Dari Blogger ke Beautypreneur

Lizzie Parra Dari Blogger ke Beautypreneur

Di dunia blogger, sosok imut ini populer sebagai salah satu member Indonesia Beauty Blogger. Ia bahkan tercatat sebagai salah satu blogger wanita Indonesia paling berpengaruh di dunia. Pasalnya, ulasan dan tip-tip seputar dunia kecantikan yang diberikannya menginspirasi banyak perempuan.

Elizabeth Christina Parameswari

~~

Dari ranah maya itu pula, ia kemudian memantapkan langkahnya sebagai beautypreneur. Bersenjatakan blog yang ia rancang dengan apik, ciri khas dandanannya yang mengarah ke bold, colorful dan fun mampu membius banyak orang untuk menghampirinya. Termasuk, para selebritas seperti personel Cherrybelle, Raisa, personel Soulvibe, Ira Batti dan Andira. Mereka memercayakan polesan make-up pada tangan dinginnya. Juga, klien korporat seperti Majalah Elle, Majalah Clara, Majalah Esquire, La Mariage, Aquila, Minimal, Cotton Ink, Petite Cupcakes, Argyle and Oxford, Bukopin, Berryfood, Burger King serta Eskulin.

Memakai nama Lizzie Parra, yang diambil dari potongan nama panjangnya, Elizabeth Christina Parameswari, kelahiran Jakarta 2 Februari 1987 ini memilih jalur karier sebagai profesional make-up artist. Bahkan, ia rela meninggalkan zona nyamannya di perusahaan multinasional, L’Oreal Paris. Baginya, pekerjaan yang dimotori passion akan mampu mendulang berkah berkali-kali lipat. Terbukti, Lizzie Parra dibanjiri proyek fashion & beauty di majalah, fashion and commercial campaign, wedding, sampai menjadi make-up artist. Blognya, Make-Up Artist by Lizzie Parra, juga punya banyak pengunjung.

Putri pasangan Robertus Harry Eddyarso dan Patricia Pujiwati ini sejatinya menyukai dunia fashion saat beranjak dewasa. Tepatnya, saat ia memasuki dunia kampus. “Saya pikir, kayaknya gue harus dandan nih. Ya, sudah coba-coba saja bareng teman-teman cewek make up make up-an,” cerita pehobi nonton dan selancar di dunia maya yang akrab disapa Ichil ini. Bahkan, ia kerap mengadakan small beauty class di kampus yang ternyata diminati banyak orang. Padahal, ia mengaku waktu kecil ia sangat tomboy. “Nggak suka dandan, pakai rok atau sepatu cewek. Sukanya lari-larian, kejar-kejaran sama anak laki-laki,” katanya.

Kebutuhan untuk dandan akhirnya justru mengantarkannya ke dunia fashion kecantikan di L’Oreal. Ia sempat memegang merek YSL untuk beauty-nya. “Minat saya ke beauty makin tinggi. Saya merasa enjoy walaupun harus kerja tujuh hari dalam seminggu,” ungkapnya. Selama dua tahun bekerja akhirnya ia memutuskan resign pada April 2011. Bujukan dari sang bos dan iming-iming gaji serta beasiswa sekolah ke Hong Kong tak menyurutkan tekadnya. “Kalau saya tidak keluar, saya tidak akan tahu apa yang terjadi ke depan. Kalaupun saya gagal, masih banyak pintu yang mau terima saya,” ujar Ichil yang pada 4 Mei lalu dipersunting Efrat Agung Musidy.

Diakuinya, awalnya tidak mudah membangun diri sebagai self employed. “Tiga bulan pertama rasanya mau nangis. Itu berat banget, karena kan yang namanya uang pesangon habis semua untuk bikin portofolio, beli make-up, branding segala macam,” ujarnya. Selama tiga bulan pertama, ia tak hanya mengasah kemampuan make up, tetapi juga mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya dari Prasetiya Mulya Business School.

Menurutnya, kunci freelance make-up artist ada dua: koneksi dan portofolio. “Kalau kita punya portofolio tetapi tidak punya koneksi, sama saja bohong. Orang tidak ada yang tahu kerja kita apa. Tetapi kalau kita punya koneksi, sementara portofolio tidak ada, orang juga bakal tidak percaya. Jadi, dua item itu yang saya kerjakan selama 3-4 bulan pertama,” paparnya. Pengalaman bekerja di L’Oreal yang mengenalkannya kepada banyak orang diakuinya sangat membantunya membangun kariernya saat ini.

Seiring perjalanan waktu, Lizzie Parra yang menyasar segmen B+ mulai banyak dilirik. Ia tidak mau mematok target terlalu tinggi atau terlalu rendah. “Kalau terlalu tinggi, saya malulah sama senior. Gue anak bawang, tetapi kasih harga tinggi, gue siapa? Saya juga tidak mau set harga terlalu bawah karena saya harus set branding juga,” ungkapnya. Karena itu, ia kerap memilih order yang datang. Pekerjaan yang menurutnya agak mengganggu branding biasanya tidak dipublikasikan. Atau sebaliknya, pekerjaan yang dinilainya bisa menaikkan branding ya dipublikasikan. “Saya pemilih dalam hal ini,” ujarnya.

Target bidikannya adalah remaja ke dewasa yang menginginkan make-up flawless dan tidak terlalu menor. “Gaya make-up saya banyak terpengaruh dari style Barat yang biasanya tidak terlalu heavy, strong eyes dan lebih mengutamakan complexion yang flawless. Kalaupun ingin agak bereksperimen, pasti tetap saya tonjolkan unsur beauty-nya. Biasanya saya lebih ke beauty or fashion spread dan wedding makeup,” paparnya.

Dengan patokan harga untuk make-up biasa, misalnya prom, ulang tahun, datang ke pernikahan, dan lamaran kisaran Rp 650 ribu — sudah dengan tatanan rambut — dan wedding Rp 1,5 juta ke atas, dalam sebulan ia bisa mengantongi Rp 15-20 juta. “Itu kalau saya sedang biasa-biasa saja. Kalau saya sedang rajin, sempat Rp 60 juta,” katanya. Harga untuk artis pun diakuinya sama. “Yang beda itu misalnya harga untuk komersial, katalog, TVC. Itu yang menentukan dari banyaknya orang yang harus saya make up, berapa lama saya harus tinggal, dan sesulit apa make up-nya. Jadi, harganya beda-beda kalau untuk komersial,” ungkapnya.

Untuk memasarkan jasanya, ia memilih media online. Pasalnya, selain menjadi make-up artist, ia pun aktif di dunia blogging. “It is fun to share the knowledge with everyone. Lewat website, saya yang awalnya hanya bertujuan untuk share portofolio, akhirnya sekarang meluas. Di website saya www.lizzieparra.com, saya sering share tentang produk favorit saya, ataupun sharetutorial video tentang make up. Sisanya dari Instagram dan word of mouth,” ungkap Ichil.

Bagaimana ia menyiasati persaingan? Baginya, setiap orang mempunyai preferensi masing-masing untuk make-up. “Saya lebih ke strategi untuk mempertahankan dan meng-improve kemampuan,” ujarnya.

Di matanya, karier yang ditekuninya saat ini bisa menjanjikan kalau memang benar-benar siap untuk terjun. “Sebelum saya memberanikan terjun, saya melakukan riset target, menentukan branding dan positioning. Yang paling penting, portofolio dan koneksi. Kalau itu sudah ready, kita pasti akan lebih siap untuk enter the new beauty world,” ucapnya.

Untuk pengembangan ke depan, ia tengah ancang-ancang membuat kursus make up. “Karena memang sudah banyak yang request, cuma belum sempat-sempat,” katanya. Ia juga ingin berkembang menjadi seorang beautypreneur. “Saya ingin sekali ke depannya lebih mengeksplor beauty ini. Selanjutnya, mungkin saya ingin memiliki beauty studio, atau ide gilanya mungkin bikin brand. I dont know. Just keep believing,” ujarnya.(*)

Henni T. Soelaeman dan Gustyanita Pratiwi

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved