Berita BCA Berita BCA

Kala BCA Geser DBS Jadi Bank Terbesar di Asia Tenggara

Kala BCA Geser DBS Jadi Bank Terbesar di Asia Tenggara

BCA siap menghadapi persaingan dengan bank asing di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada sektor perbankan yang mulai berlaku 2020 mendatang.

Jakarta, 15 Februari 2016

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) kini memiliki valuasi saham yang lebih besar di Asia Tenggara. BCA berhasil menyalip DBS Group Holdings Ltd.

Bloomberg melaporkan pada bulan ini, BCA memiliki kapitalisasi pasar mencapai 24,5 miliar dollar AS. Angka ini merupakan yang tertinggi di kawasan. Sebaliknya, DBS asal Singapura hanya memiliki kapitalisasi 24 miliar dollar AS.

Bank yang berbasis di Jakarta ini terus mencatatkan kenaikan saham pada tahun ini. Jika melirik pergerakan sahamnya, bank dengan kode BBCA ini mencatatkan grafik yang relatif stabil dibandingkan dengan DBS.

Kinerja saham BBCA itu berbeda dari DBS yang sahamnya justru tertekan dalam. Pada penutupan Jumat (12/2), saham DBS turun ke level 13,03 dollar Singapura per sahamnya. Kinerja saham ini mengantarkannya ke posisi terendah sejak 8 Juni 2012 saat posisinya masih berada di level 13,05 dollar Singapura per lembar.

Turunnya saham DBS ini membuat kapitalisasi pasarnya anjlok hingga 37,8 persen sejak Agustus 2015, yaitu sebesar 40.571,7 juta dollar Singapura atau sekitar 34 miliar dollar AS. Pada periode yang sama, kapitalisasi saham BBCA justru menunjukkan tren peningkatan sebesar 18,6 persen hingga Rp 302.640,2 miliar.

Meningkatnya kapitalisasi pasar saham BCA ini cukup menggembirakan. Pasalnya, pada 2014 BCA masih menduduki peringkat lima setelah DBS Singapura, Maybank Malaysia, OCBC Singapura, dan UOB Singapura.

Kapitalisasi saham BCA pada awal 2014 baru mencapai 22 miliar dollar AS. Sementara, nilai kapitalisasi DBS mencapai 32,2 miliar dollar AS, Maybank 26,2 miliar dollar AS, OCBC 26,1 miliar dollar AS, dan UOB sebanyak 26 miliar dollar AS.

Meningkatnya kapitalisasi saham bank di Indonesia ini tak lepas dari masuknya dana asing ke pasar modal Indonesia. Maklum, saat ini komposisi investor lokal masih jauh tertinggal dibandingkan investor asing. Dari sekitar 500.000 investor di pasar modal, 63 persen didominasi asing sedangkan 37 persen berasal dari investor lokal.

Sejak awal tahun hingga 11 Februari, nilai beli bersih (net buy) investor asing di pasar saham mencapai Rp 1,52 triliun. Di sepanjang tahun ini, dana asing diprediksi akan terus mengalir ke pasar modal Indonesia.

Padahal, di awal Januari, asing sempat menjauhi pasar saham domestik. Mereka kembali belanja saham di Bursa Efek Indonesia karena Indonesia memiliki prospek pertumbuhan ekonomi yang bagus. Tak hanya itu, kondisi ekonomi global yang masih belum membaik membawa invetor asing memasuki emerging market.

Siap Bersaing

Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA, mengatakan saham BCA memang bergerak cukup stabil, kala DBS membukukan penurunan. Jahja pun yakin BCA siap menghadapi persaingan dengan bank asing di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada sektor perbankan yang mulai berlaku 2020 mendatang.

BCA tidak berencana untuk berhenti sampai pada prestasi itu saja. Saat ini, bank yang berdiri sejak 1957 ini sedang mempertimbangkan bisnis perpanjangan tangan kredit atau channeling. Dengan skema ini, BCA mengusulkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui mitra, semisal Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Ketertarikan untuk menyalurkan KUR sejalan dengan kondisi likuiditas BCA yang berlimpah. Dengan skema yang ditawarkan untuk kredit berbunga adalah 9 persen, meski, BCA masih minim pengalaman di segmen kredit mikro. Maklum, tahun ini adalah pertama kali BCA menyalurkan KUR.

“Kami belum ada infrastruktur. Jadi, kalau boleh, kami salurkan KUR dalam bentuk channeling. Yang penting buat kami, hasilnya ada,” kata Jahja seperti dilansir Kontan.

Tidak hanya itu, BCA juga akan menggelar rencana pertumbuhan anorganik di tahun 2016 ini. BCA mengagendakan untuk mengakuisisi bank skala kecil yang masuk kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) I. Rencana akuisisi tersebut sebenarnya telah tertuang sejak tahun 2015, namun tertunda karena kondisi perlambatan ekonomi.

“Kami masih menyiapkan dana sebesar Rp 1,5 triliun untuk rencana tersebut,” kata Jahja.

Selain pertumbuhan anorganik, perusahaan membidik pertumbuhan kredit secara konservatif sebesar 10 persen di tahun 2016 dan secara agresif sebanyak 15 persen. Pada tahun lalu, BCA membukukan pertumbuhan kredit sebesar 12 persen.

Sumber: website BCA Prioritas


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved