Brand Value zkumparan

Strategi Transformasi Telkom Menjadi Digital Telco

Ririek Adriansyah, Dirut Telkom Indonesia
Ririek Adriansyah, Dirut Telkom Indonesia

Telkom kembali muncul sebagai pemuncak dalam peringkat 100 Most Valuable Brands 2020 yang dirilis Brand Finance, konsultan global di bidang valuasi merek, bekerjasama dengan SWA. Merek perusahaan layanan telekomunikasi ini mengulang pencapaiannya tahun lalu. Di peringkat Top 10, merek Telkom mengungguli merek-merek top Indonesia lainnya, seperti BRI, Sampoerna, BCA, Bank Mandiri, Pertamina, Gudang Garam, BNI, PLN, dan Dji Sam Soe. Besaran Brand Value (BV) Telkom kali ini (yang berdasarkan data kinerja bisnis tahun 2019) adalah US$ 4,76 miliar, atau naik 3% dibandingkan besaran BV tahun sebelumnya, US$ 4,61 miliar. Adapun proporsi nilai merek (BV) terhadap nilai enterprise (enterprise value) Telkom (yang besarnya US$ 33,93 miliar) sebesar 14%.

Telkom juga termasuk dari sedikit merek yang berhasil meraih rating minimal triple A “penuh” (AAA) bersama dengan segelintir merek ternama lainnya: BRI (AAA), BCA (AAA+), Bank Mandiri (AAA), dan BNI (AAA). Selain mengalami kenaikan dari indikator BV, merek BUMN yang listing di bursa New York ini juga mengalami kenaikan dari indikator Brand Strength Index (BSI) dibandingkan tahun sebelumnya, yakni kenaikan sebesar 2%, dengan pencapaian skor BSI 87,45 (naik dari sebelumnya yang sebesar 85,54).

Menurut Ririek Adriansyah, Dirut Telkom Indonesia, nilai brand yang tinggi tidak diperoleh hanya dengan upaya membangun merek itu semata. Namun juga dipengaruhi oleh peningkatan kualitas layanan prima yang dirasakan oleh pelanggan serta peningkatan kinerja bisnis perusahaan. “Nilai brand merupakan tolok ukur persepsi pelanggan, investor serta stakeholder lainnya terhadap kualitas layanan yang dirasakan pelanggan dan performansi perusahaan,” kata Ririek, meyakini..

Toh, untuk meningkatkan kualitas layanan maupun kinerja bisnis bukanlah hal mudah. Menurut Ririek, industri telekomunikasi sebagaimana beberapa industri lainnya, juga mengalami disrupsi yang cukup kuat. Pemicu utamanya adalah hadirnya berbagai layanan over the top (OTT), seperti WhatApp (WA), yang berdampak pada penurunan penggunaan layanan legacy seperti voice dan SMS. “Kedua layanan ini turun secara cepat dan tergantikan dengan layanan data, khususnya layanan mobile data,” katanya.

Meski tantangan menghadang, ada sejumlah peluang yang muncul. Menurut Ririek, konsumsi mobile data di Indonesia saat ini masih relatif rendah, bahkan dibandingkan dengan Thailand, yang punya profil sosial ekonomi relatif sama seperti Indonesia. Ririek meyakini konsumsi data pelanggan Indonesia akan semakin meningkat.

Peluang lainnya berasal dari sisi layanan digital. Menurut Ririek, kebutuhan untuk digitalisasi aktivitas bisnis dari pelanggan korporasi dan instansi Pemerintah akan terus meningkat ke depannya. Seturut dengan itu, kebutuhan terhadap data center pun akan meningkat.

Bukan cuma korporat, pelanggan ritel pun kini makin memerlukan berbagai layanan digital. “Melalui Telkomsel dan IndiHome, kami menyediakan berbagai layanan digital seperti musik, video dan games,” katanya.

Selain itu, juga ada peluang dari pertumbuhan layanan iklan digital (digital advertising) dan fintech. Menurut Ririek, Telkomsel dan IndiHome juga merupakan platform untuk layanan digital advertising. Adapun untuk fintech, Telkom mengandalkan LinkAja, platform pembayaran digital yang merupakan koloborasi antara Telkom Group (diwakili Telkomsel dan Finnet) dengan beberapa BUMN.

“Kunci untuk dapat bertahan dan berkembang di era disrupsi ini adalah inovasi,” ujar Ririek. Menurutnya, dalam hal teknologi digital, semua pihak dapat berinovasi tanpa batas. Karena itulah, Telkom bertransformasi untuk menjadi perusahaan telekomunikasi digital (digital telco). Transformasi ini akan terlihat pada tiga bidang: digital connectivity, digital platform dan digital services.

Digital connectivity adalah berbagai infrastruktur yang dibutuhkan sebagai backbone untuk berbagai layanan digital, termasuk fiber optic backbone, BTS, satelit dan tower. Targetnya, di akhir tahun 2020 coverage 4G Telkom Group akan mencapai 98% dari total populasi Indonesia dan pelanggan IndiHome akan lebih dari 8 juta pelanggan.

Digital platform adalah berbagai platform yang dibutuhkan untuk digitalisasi berbagai aspek bisnis, seperti: data center, cloud, IT security, big data, dan IoT (Internet of Things). “Mulai tahun 2020, TelkomGroup akan meningkatkan porsi capital expenditure untuk digital platform ini, seiring dengan pertumbuhan kebutuhan pelanggan,” ujarnya.

Adapun digital services meliputi berbagai layanan digital yang dapat langsung dinikmati oleh pelanggan. Dalam rangka memperluas pasar, Ririek mengungkapkan, Telkomsel akan mempertajam fokusnya di segmen pelanggan muda (youth) melalui diversifikasi produk. Sedangkan Indihome mulai menawarkan paket-paket yang lebih menarik untuk pelanggan dengan daya beli lebih rendah.

Dalam hal penguatan brand equity Telkom, menurut Ririek, pihaknya tidak lagi mengenalkan merek Telkom, melainkan bagaimana bisa membangun ikatan emosional (emotional bonding). Harapannya, masyarakat akan bertransformasi dari pengguna biasa, menjadi pengguna loyal, bahkan menjadi “duta merek”.

Menurut Ririek, pihaknya juga berupaya mendengarkan aspirasi pelanggan. Untuk mendukungnya, maka pola CRM yang berbasis call center diubah menjadi digital CRM, yang memanfaatkan seluruh kanal digital dan media sosial untuk mendengarkan dan berinteraksi dengan pelanggan.

Menurut Ririek, dalam melihat nilai merek, pihaknya tidaklah sekadar melihat dari mahal tidaknya. Yang lebih penting, bagaimana nilai merek itu berdampak positif terhadap trust dari seluruh stakeholder. “Sebab trust itu nilainya jauh lebih berharga bahkan tidak ternilai harganya,” katanya. (*)

Joko Sugiarsono; Reportase: Jeihan K. Barlian

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved