Brands Brand Value

Telekomunikasi dan Perbankan Dominasi Most Valuable Brand Indonesia

Telekomunikasi dan Perbankan Dominasi Most Valuable Brand Indonesia

Setiap tahun, lembaga valuasi merek Brand Finance menempatkan merek teratas dunia untuk diuji dan mengevaluasi mana yang paling kuat dan berharga dengan menerbitkan Brand Finance Top 100 Indonesian Brands.

Terkait nilai merek, Telkom Indonesia mempertahankan posisi 1 di Brand Finance Top 100 Most Valuable Indonesian Brands pada tahun 2017. Sektor telekomunikasi semakin meningkatkan dominasinya di posisi 10 besar dengan Indosat Ooredoo naik ke posisi 9 sehingga mendorong Garuda Indonesia keluar dari Top 10. Telkom Indonesia juga berhasil mempertahankan rating kekuatan merek AAA dengan kenaikan nilai merek sebesar 65%.

Telkom Indonesia dan Indosat Ooredoo dinilai mendapat keuntungan signifikan dari pertumbuhan penggunaan mobile yang tinggi karena konsumen Indonesia cepat menerima adopsi teknologi. Dengan meningkatnya populasi muda dan jumlah pendapatan, membangun nilai merek dan brand stickiness di sektor telekomunikasi akan menjadi kunci bagi perusahaan untuk meningkatkan penggunaan dan penetrasi serta memenangkan pangsa pasar yang lebih besar. Indosat Ooredoo, membukukan kenaikan laba bersih sebesar 184,4% menjadi Rp 1,1 triliun, serta nilai mereknya naik 51% menjadi US$ 844 juta.

Sementara empat bank terbesar di Indonesia telah menunjukan performa yang baik selama beberapa tahun dan pada 2017 di mana BRI naik ke posisi ke-3, BCA kelima dan BNI ke posisi ke-7. Bank Mandiri adalah satu-satunya bank di 10 besar yang tidak hanya turun 3 tempat namun mengalami kenaikan marjinal 3% dari nilai merek. Nilai total keempat bank di Indonesia tumbuh 171% menjadi USD 7,49 miliar. Apalagi, kekuatan merek dari bank-bank ini telah meningkat setidaknya satu tingkat dalam hal rating merek dengan BCA dan Bank Mandiri menjadi merek terkuat Indonesia dengan rating AAA.

“Perusahaan keuangan mencapai 31% dari nilai 100 teratas. Seiring berkembangnya Indonesia, kami mengharapkan konsolidasi di sektor perbankan, sehingga akan menarik untuk melihat merek mana yang tersisa. Bank yang bisa digitalisasi dan tetap relevan adalah yang akan menang,” kata Jake Ng, Konsultan Brand Finance Asia Pacific.

Samir Dixit, Managing Director Brand Finance Asia Pacific menyoroti bahwa merek-merek Indonesia tumbuh dengan sangat baik di puncak dengan Telkom Indonesia dan Sampoerna meningkatkan nilai merek mereka masing-masing dengan nilai lebih dari USD 1,7 miliar. “Selain itu, rangking masih tetap bertumpu pada 4 bank dan 4 merek tembakau dan 2 telco di antara 10 teratas yang berkontribusi terhadap lebih dari 63% dari total nilai merek. Kami ingin melihat campuran yang lebih beragam di posisi teratas dan peningkatan nilai yang lebih signifikan di bagian bawah yang berarti merek lain harus mulai berfokus pada nilai dan kekuatan merek mereka,” ujar Samir.

Samir Dixit juga menantang perusahaan-perusahaan Indonesia untuk lebih berorientasi pada merek dan bukan penjualan dan penawaran. Dalam jangka pendek orientasi penjualan cukup membantu, tetapi tidak bagi nilai jangka panjang terhadap kekuatan merek. Merek harus menjadi agenda strategis bagi manajemen senior dan dewan direksi dan harus dikelola seperti aset bisnis lainnya dan bukan hanya merek dagang legal,” tambahnya.

Melihat 2 merek teratas Indonesia, Telkom Indonesia dan Sampoerna akhirnya berhasil masuk ke jajaran Brand Finance Global 500 pada tahun 2017. BRI dan Gudang Garam juga berpotensi kuat untuk memasuki Global 500 dalam waktu dekat. Selain 2 merek Indonesia, hanya ada segelintir merek ASEAN di Global 500, termasuk Big 3 di Singapura yakni DBS, OCBC dan UOB, raksasa minyak dan gas milik negara Malaysia dan Thailand – Petronas dan PTT.

Kekuatan merek, yang diukur dengan Indeks Kekuatan Merek (Brand Strength Index/BSI), rata-rata BSI dari Top 100 Most Valuable Indonesian Brands, telah meningkat sedikit dari 62,9 menjadi 64,0 di tahun 2017. Merek tetap stagnan dalam hal kekuatan merek mereka dan sementara mereka mungkin melakukannya dengan baik secara lokal, tapi telah kalah dari beberapa pesaing utama di kawasan ini karena mereka jelas tidak memiliki daya saing di luar pasar Indonesia.

Tahun ini, diketahui bahwa nilai merek sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal yang tidak terkendali seperti prospek ekonomi negara, tingkat suku bunga bebas risiko, nilai tukar mata uang, dan lainnya. Dalam hal ini, merek Indonesia menikmati keuntungan dari tingkat diskonto yang lebih rendah dan nilai tukar yang lebih baik terhadap US$ yang mendorong nilai merek mereka lebih tinggi pada 2017.

Editor : Eva Martha Rahayu


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved