Brands Brand Value

Grab Fokus pada Produktivitas Pengemudi

Grab Fokus pada Produktivitas Pengemudi

Angkutan berbasis aplikasi masih menjadi sorotan. Mereka dinilai “menghancurkan” bisnis angkutan konvensional. Pemerintah pun akhirnya turun tangan. Grab, yang punya lini bisnis ojek dan taksi online, masih fokus meningkatkan produktivitas.

“Produktivitas adalah yang utama karena meng-generate demand. Tak ada demand, tak ada order. Setelah demand ada, kemudian memastikan efektivitas dan efisiensi demand dan supply connection,” kata Rizky Kramadibrata, Managing Director Grab Indonesia.

Menurut dia, produktivitas bagus akan mendorong kenaikan permintaan. Ia mencontohkan seorang pengemudi taksi menawarkan harga Rp 50 ribu. Tapi, ia hanya mendapat 3 trip. Lain halnya, saat dia bisa menawarkan harga Rp 40 ribu, peluang mendapatkan 6 trip jauh lebih besar.

“Kami meng-generated supply, lalu menghubungkan dengan efektif dan efisien. Sehingga, bisa lebih produktif, sekaligus membantu menurunkan tarif,” katanya.

Kiki Rizki, Country Head of Marketing Grab Indonesia (kanan) di acara safety riding Grab Bike di jakarta beberapa waktu yang lalu. Grab Bike akan memberikan tumpangan gratis pada 14 Maret-20 Maret 2016 kepada para pengguna baru yang belum pernah mencoba layanan Grab Bike. (Foto :Sri Niken Handayani/SWA)

Kiki Rizki, Country Head of Marketing Grab Indonesia (kanan) di acara safety riding Grab Bike di jakarta beberapa waktu yang lalu. (dok.SWA)

Dengan produktivitas bagus, lanjut dia, taraf hidup mitra pengemudi Grab akan meningkat. Skema ini jauh lebih bagus ketimbang hanya menawarkan sistem insentif yang jelas juga dilakukan para pesaing mereka. Permintaan tinggi juga harus dijawab dengan suplai yang memadai. Ini tak bisa dipenuhi dengan teknologi, tapi juga komitmen para mitra pengemudi.

“Sistem insentif hanya mekanisme untuk memastikan produktivitas driver. Tentu, kami melihat ada dua entitas yang harus untung, yakni kami sebagai penyedia teknologi serta mitra sebagai pemilik aset. Sejauh ini, insentif itu sangat efektif,” katanya.

Rizki menjelaskan perseroan mesti jeli mengatur agar permintaan yang tinggi bisa cocok dengan ketersediaan pengemudi. Ini demi memastikan layanan transportasi bisa diakses kapan saja dan di mana saja. Contoh, kebutuhan transportasi selalu berubah setiap jam, terutama di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.

“Untuk itu, perlu teknologi tinggi. Juga perlu informasi kepada pengemudi. Untuk bisa memastikan layanan transportasi bisa diakses dalam jam tertentu, waktu tertentu, dibutuhkan insentif agar kami bisa men-drive pengendara untuk menyediakan layanan transportasi atau tambahan suplai,” katanya.

Hingga Maret 2016, pangsa pasar GrabCar dan GrabBike sudah lebih dari 50%. Tarifnya per kilometer, untuk GrabBike Rp 1.500, sedangkan GrabCar adalah Rp 3.500. Jumlah mitra pengemudi mereka di kawasan Asia Tenggara sudah lebih dari 200 ribu.

Saat ini, manajemen Grab tengah membentuk koperasi untuk para mitra pengemudi. Ini terkait dengan meluncurnya Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan No 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

“Para mitra bisa mendapatkan lisensi angkutan umum sewa yang disyaratkan pemerintah. Setiap pengemudi nantinya harus melakukan uji KIR. Kami setuju karena ini berpengaruh dengan faktor keselamatan,” kata Rizki. (Reportase: Sri Niken Handayani)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved