Legend Brand zkumparan

Kawan Lama Sejahtera, Tak Henti Merevitalisasi Diri

Kawan Lama Sejahtera, Tak Henti Merevitalisasi Diri
Tony Sartono, Komisioner Departemen Pemasaran Kawan Lama Sejahtera
Tony Sartono, Komisioner Departemen Pemasaran Kawan Lama Sejahtera

Berdiri sejak 1955 dan memulai operasinya dari sebuah toko di kawasan Glodok, Jakarta Barat, PT Kawan Lama Sejahtera kini menjadi salah satu pemain terdepan di bidang peralatan industri. Menurut Tony Sartono, Komisioner Departemen Pemasaran Kawan Lama Sejahtera, kemampuan perusahaan untuk bertahan dan tumbuh selama hampir 65 tahun tak lepas dari revitalisasi yang terus-menerus dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan pasar dan kebutuhan konsumen.

Sebagai contoh, pada 1980-an Kawan Lama sudah menerapkan strategi jemput bola dalam menjual produk-produknya, dengan menggunakan tenaga penjualan. Padahal, waktu itu tak banyak perusahaan yang melakukannya karena biayanya dianggap terlalu mahal.

Revitalisasi selanjutnya adalah segmentasi produk. Tenaga penjualan yang ada dibekali pengetahuan yang mendalam tentang produk yang ditanganinya untuk dijual agar bisa menjelaskan dengan baik kepada konsumen. “Tuntutan prinsipal juga seperti itu, salesman harus mengenal produknya dengan baik,” ujar Tony. Kemudian, tahun 1995 perusahaan ini merevitalisasi diri lagi dengan melakukan segmentasi konsumen karena mulai menyasar berbagai industri baru, salah satunya industri perhotelan.

Kini, memasuki era Industri 4.0, revitalisasi yang dilakukan Kawan Lama, seperti dituturkan Tony, lebih ke arah digitalisasi dengan mulai menyasar pasar B2B (business to business), serta mengembangkan e-commerce, Internet of Things, dan otomasi, kendati masih dalam perjalanan. Ia menambahkan, sebenarnya kalau melihat Industri 3.0, itu telah otomasi. Nah, Industri 4.0 itu hanya integrasi atau koneksinya, antara robot dan manusia. Di zaman Industri 3.0, robot selalu “dipakaikan terali”. Sekarang, di Industri 4.0, ia sudah tidak berterali, sehingga memiliki interaksi dengan manusia, berbicara, dan mengambilkan barang.

Kawan Lama juga telah memiliki B2B e-commerce hampir tiga tahun. Hanya saja, “Kalau dibilang readiness, kami belum ready. Namun, kami tidak mungkin menunggu ready dan kemudian baru kami buat. Makanya, saat ini kami buat dulu, sehingga orang menjadi familier. Nah, pada saat semua ready, kami sudah siap,” ujar Tony.

Menurut dia, perdagangan online sekarang masih berbicara tentang produk konsumer. Untuk produk yang menyasar pabrik/perusahaan, pelanggan belum bisa membeli secara online. “Jadi, proses itu masih terus berjalan. Saya kira sampai manusia dan pendidikannya ready. Waktu itu, saya pernah dilibatkan untuk melihat orang-orang yang chatting melalui media sosial Kawan Lama dan itu banyak sekali pertanyaan yang aneh-aneh. Mereka cenderung tidak mengerti tentang perkakas, sehingga kami harus menjelaskan secara menyeluruh dan detail,” ia menuturkan. Jadi, menurutnya, masih panjang perjalanannya.

Di samping itu, kata Tony, Kawan Lama juga menyediakan sistem omnichannel melalui empat kanal, yakni konsultan penjualan, toko yang tersebar di 18 kota, perdagangan elektronik, dan mobile application. Pengembangan sistem omnichannel ini dilakukan untuk memudahkan pelanggan agar setiap kanal saling terintegrasi dengan sistem. “Artinya, pelanggan bisa membeli produk lewat empat kanal tersebut sesuai kebutuhan segmen mereka. Apalagi, dengan perkembangan teknologi dan tuntutan Revolusi Industri 4.0 saat ini, kemudahan customer dalam bertransaksi menjadi faktor utama,” Tony menjelaskan.

Kawan Lama pun berupaya menyesuaikan diri dengan kondisi pasar yang berubah. Tony mengatakan, perkembangan pasar saat ini dipengaruhi empat hal. Pertama, produk mengacu pada pasar. Kedua, teknologi, yang menyebabkan banyak produk obsolete (kuno) yang sudah tidak dipakai. Contohnya, kikir; di semua sekolah saat ini mengikir tidak diajarkan karena telah menggunakan mesin, sedangkan dulu dibutuhkan oleh semua industri. Ketiga, behavior; konsumen sekarang maunya cepat dan murah. Kalangan milenial menginginkan kecepatan dan harga yang murah. Keempat, kompetisi. Menurut Tony, saat ini banyak kompetitor Kawan Lama yang tidak terlihat dan ini sangat merepotkan. Misalnya, platform e-commerce, yang menyediakan semua barang dari A sampai Z. “Kempat hal yang memengaruhi pasar saya kira juga merupakan tantangan bagi kami, sehingga yang kami lakukan adalah berubah dan mengikuti keinginan pasar,” katanya.

Maka, Kawan Lama pun selalu mengikuti perkembangan teknologi dan produk agar tetap relevan. “Satu lagi, selalu ready stock,” ia menandaskan. Terkait revitalisasi produk, tak semua produk bisa mengikuti tren zaman, seperti kikir, kunci, dan mesin.

Ke depan, model bisnis Kawan Lama pasti berubah karena sekarang telah memasuki era Industri 4.0 dan sangat erat kaitannya dengan internet. “Kami saat ini baru mencoba robot administrasi untuk menggantikan kerja rutin. Ke depan, siapa yang menguasai teknologi dan logistik akan maju,” Tony menegaskan.

Dari sisi SDM, perusahaan ini sudah banyak merekrut milenial yang gesit, cepat tanggap, dan mengikuti perkembangan teknologi. Karyawan yang umurnya lebih dari 50 tahun tidak sampai 100 orang. Selebihnya berkisar 30-40 tahun. “Saya percaya, company ini akan dipimpin oleh milenial yang menurut banyak orang generasi yang mudah bosan. Nah, bagaimana kami bisa membuat mereka betah, yakni dengan diberi berbagai tantangan,” kata Tony. (*)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved