Legend Brand

Nojorono, Memperkuat R&D agar Tetap Relevan dengan Konsumen

Arief Goenadibrata, Managing Director Nojorono
Arief Goenadibrata, Managing Director Nojorono

PT Nojorono Tobacco International membagi rencana jangka panjangnya dalam dua fase. Nojorono mencanangkan tahun 2022 sebagai fase pemantapan atau stabilitas yang menyokong rencana bisnis. Kemudian, perusahaan rokok yang didirikan pada 14 Oktober 1932 oleh Koo Djee Siong dan Tan Djing Thay itu mematok periode 2022-2025 sebagai fase pengembangan yang disusul tahap lepas landas.

Untuk memuluskan rencana itu, sejak dua tahun lalu Nojorono giat membenahi berbagai aspek. Di antaranya, menyempurnakan operasional, pola kerja, hingga tata kelola sumber daya manusia; membenahi manajemen yang mengombinasikan prinsip profesional dan keluarga; serta menyiapkan gedung riset dan pengembangan (R&D).

Arief Goenadibrata, Managing Director Nojorono, menerangkan, target perusahaannya dalam jangka pendek adalah meningkatkan penjualan dan laba bersih, meningkatkan produktivitas, mengoptimalkan aset menjadi aset produktif, dan menyempurnakan implementasi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG). Aspek-aspek ini diharapkan terealisasi pada 2023 untuk menyokong rencana Nojorono lepas landas pada periode berikutnya.

Program yang sedang diupayakan produsen rokok yang berpusat di Kudus, Jawa Tengah, ini merupakan ikhtiar untuk melanggengkan bisnis perusahaan. Sekadar kilas balik, embrio bisnis Nojorono bermula dari Firma Nojorono yang berdiri pada 14 Oktober 1932, berbentuk commanditaire vennootschap, di Pati, Ja-Teng.

Seiring dengan pertumbuhan bisnis yang makin pesat di kala itu, pabrik perusahaan ini dipindah dari Pati ke Kudus. Lompatan besar terjadi di tahun 1973, saat Firma Nojorono berganti status menjadi perseroan terbatas, dan nama perusahaan menjadi PT Nojorono Tobacco Company Limited.

Saat ini, Nojorono menduduki posisi top 5 players dalam industri sigaret di Indonesia. “Sekarang, bisnis Nojorono memasuki generasi keempat dari keluarga pendiri perusahaan. Generasi ketiga itu sudah duduk di posisi manajemen dan rata-rata usianya sudah 60-an tahun, kemudian yang generasi keempat juga. Sehingga, sebagai perusahaan, kami sudah bertahan selama empat generasi dalam 89 tahun,” tutur Arief.

Ia menambahkan, “Nojorono ini unik karena sahamnya dimiliki keluarga, dan jumlah pemegang sahamnya itu lebih dari 50 orang yang semuanya berhubungan keluarga, bukan perusahaan publik. Ini yang menurut saya menjadi uniqueness Norojono sebagai living legend.”

Sejak 1990, Nojorono dipimpin oleh generasi penerus ketiga yang berhasil membawa perusahaan menduduki posisi kelima terbesar di Indonesia. Pada 2017, tongkat estafet mulai dipersiapkan untuk bergulir ke generasi selanjutnya. Generasi baru yang dipersiapkan itu dididik mulai dari tahap management trainee.

Arief yang berkarier di Nojorono sejak awal 2020 itu mencermati keinginan para pemegang saham untuk menjadikan Nojorono sebagai perusahaan yang profesional. Aksi nyata dari keinginan ini, antara lain, merekrut pegawai non-keluarga yang profesional menangani manajemen perusahaan. Kebijakan perusahaan disepakati anggota keluarga dan para profesional.

Kombinasi dalam mengambil keputusan ini, menurut Arief, cocok dengan kultur Nojorono lantaran menampung aspirasi keluarga pendiri perusahaan dan profesional. “Nah, ini uniknya. Ini yang membuat perusahaan ini masih bisa bertahan, bahkan sekarang menjadi nomor lima terbesar di Indonesia,” ia menandaskan.

Anggota keluarga pendiri Nojorono dan para profesional saling menghargai dan belajar satu-sama lain. Keputusan yang memprioritaskan logika bisnis serta aspirasi keluarga Nojorono itu berdampak positif terhadap keberlangsungan bisnis yang selaras dengan prosedur, hukum, regulasi, dan standar perusahaan.

Terobosan bisnis digencarkan untuk meningkatkan omzet dan menguasai pangsa pasar di industri rokok nasional. Sebut contoh, terobosan merilis Clas Mild, rokok low tar low nicotine (LTLN), di tahun 2003. Clas Mild yang rendah nikotin menjadi nomor dua terbesar dalam pangsa pasar di segmen LTLN dua tahun setelah diluncurkan. Pembaruan senantiasa dilakukan manajemen Nojorono. Ibaratnya, inovasi merupakan DNA-nya.

Pada 1980-an, misalnya, Nojorono memulai mekanisasi produksi rokok. “Nah, modernisasi besar-besaran yang berstandar internasional dimulai pada 2000-an. Itu perubahannya cukup besar, dengan mesin pembuat rokok yang high-speed dan integrated, semuanya bisa terukur dan terkomputerisasi,” kata Arief.

Sekarang pihaknya sedang menyiapkan sebuah gedung R&D terbaru di Kudus yang dilengkapi dengan laboratorium, mulai dari tembakau sampai produk jadi. Rencananya, akan diresmikan pada Oktober 2021. “Gedung ini menjadi simbol kualitas atau excellence produk kami,” ungkapnya.

Arief menyebutkan, pembangunan gedung R&D merupakan terobosan bisnis Nojorono. R&D ini dirancang untuk mempertahankan kualitas sigaret dan tembakau. Rencananya, gedung R&D ini meneliti tembakau dan mengembangkan produk. “Kelak R&D ini bakal meningkatkan daya saing dan kompetensi Nojorono untuk naik kelas menjadi produsen rokok berkualitas internasional,” katanya.

Nojorono yang dikenal sebagai pemilik merek dagang Minak Djinggo dan Clas Mild ini pun senantiasa mengerek citra merek (branding awareness) agar tetap relevan dengan konsumen. Beragam program pemasaran pun digalakkan.

”Kami melakukan enggagement dengan segmen konsumen dengan cara yang relevan, seperti mengulas lifestyle mereka. Dan, selama ini, hasil dari survei Nielsen itu menunjukkan hasil yang sangat bagus, bahwa konsumen melihat itu relevan. Jadi, kami menyesuaikan diri dengan segmen pasar dari kedua brand ini,” tutur Arief.

Sebut contoh, tahun lalu Nojorono meluncurkan varian terbaru Minak Djinggo rempah yang dilandasi momentum konsumen yang meminati produk-produk yang mengandung rempah sebagai nilai tambah manfaat di masa pandemi. Inilah relevansi merek di mata konsumen yang direspons Nojorono. ”Produk ini relevan dengan situasi pandemi,” ujarnya.

Agar produk menjangkau konsumen, Nojorono mengoptipmalkan jaringan pemasaran yang tersebar di 59 kantor cabang di seluruh Indonesia. Untuk pasar mancanegara, mulai mencoba ekspor dalam skala terbatas karena rokok Indonesia ini unik, yang komposisi bahannya berupa tembakau dan cengkih. Ini jenis rokok yang kurang cocok dengan selera orang bule. Nojorono mengekspor sigaret ini untuk konsumen Indonesia yang ada di luar negeri.(*)

Arie Liliyah & Vicky Rachman

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved