Business Champions

By Lizzie Parra: Merangkul Keberagaman, Meraup Keuntungan

Monica Christasia (CEO BLP Beauty) & Elizabeth Christina Prameswari (founder PT Lizzie Parra Kreasi).
Monica Christasia (CEO BLP Beauty) & Elizabeth Christina Prameswari (founder PT Lizzie Parra Kreasi).

Di industri kecantikan, By Lizzie Parra (BLP) Beauty bisa jadi terhitung anak bawang. Debutnya dilakukan tahun 2016. Namun, geliatnya tak bisa dianggap enteng. Saat ini BLP Beauty yang berada di bawah bendera PT Lizzie Parra Kreasi secara total memiliki lebih dari 170 SKU dengan rentang harga Rp 89 ribu-239 ribu.

Kinerja bottom line-nya juga ciamik. “Penjualan tentu ada turun-naik, ya. Dari 2016 ke 2019, peningkatannya ratusan persen. Lalu, 2019 ke 2020, ada penurunan karena pandemi. (Tetapi) Tahun 2021 hingga sekarang sudah naik lagi,” ungkap Elizabeth Christina Prameswari, founder PT Lizzie Parra Kreasi.

Namun, menurut Elizabeth yang akrab disapa Lizzie, kendati penjualan sempat menurun karena pandemi, BLP Beauty yang diklaimnya beromzet lebih dari Rp 50 miliar setahun tetap mampu mencatatkan laba. Mereka juga meluncurkan lini baru, BLP Skin, di tahun 2022, yang khusus menjual produk skincare seperti toner, moisturizer, dan sabun cuci muka.

Lizzie adalah sosok utama di balik berkibarnya BLP Beauty. Perjalanan perempuan yang terjun ke dunia make-up artist dan influencer kecantikan sejak 2011 itu dimulai ketika dia ingin berbuat sesuatu di dunia kecantikan nasional. Dia ingin mendobrak stigma merek kosmetik lokal.

Merek lokal kerap dipandang sebelah mata. Sepanjang pengalamannya sebagai penata rias wajah, banyak kliennya yang kurang senang jika wajah mereka dirias menggunakan merek lokal.

“Make-up artist yang menggunakan merek lokal sering dianggap strata bawah. Saya melihat rasa cinta kepada merek lokal kurang sekali. Saat itu sudah ada merek lokal yang besar, tapi belum ada yang kecilnya. Saya melihat ini sebagai masalah, tapi di sisi lain juga sebagai peluang,” tuturnya mengenang.

Didorong kegelisahan itu, Lizzie pun mencari tahu lebih dalam tentang perusahaan-perusahaan maklun kosmetik, kebutuhan konsumen, dan hal terkait lainnya. Bermodal kocek pribadi dan pinjaman orang tua, serta memaksimalkan jejaring di dunia kecantikan, lahirlah By Lizzie Parra Beauty. Nama merek ini tentu saja diambil dari sapaannya.

Dia meluncurkan lipstik sebagai produk pertama, sebanyak delapan koleksi. Juni 2016, BLP Beauty mengetuk pintu pasar kosmetik.

“Saya sudah mencoba banyak jenis lipstik. Saya sendiri punya lebih dari seribu. Jadi, saya tahu formula apa yang nyaman dan warna apa yang laku di pasaran. Pengalaman ini yang saya tuangkan ke BLP dan saya ajukan ke pabrik untuk menduplikasi formula yang saya inginkan ini. Jadilah delapan lip coat tersebut,” Lizzie menjelaskan.

Penjualan perdana tersebut dilakukan melalui website. Di luar dugaan, rangkaian lipstik itu laris manis diserbu pembeli. Bahkan. blpbeauty.com mengalami crash karena tidak sanggup menerima pesanan yang membludak. Lizzie tidak menyangka antusiasme peminat begitu tinggi terhadap produknya. Saat itu dia hanya memiliki seorang web developer paruh waktu.

Setelah itu, dia pun coba menjual produknya melalui salah satu marketplace. Hasilnya? “Ternyata, website mereka crash juga saking banyaknya yang pesan. Di satu sisi saya kebingungan karena tim kami masih sederhana, tapi di sisi lain saya menjadi yakin bahwa bisnis ini akan berkembang,” ungkapnya.

Melihat bisnisnya disambut baik oleh pasar, Lizzie pun berbenah. Agustus 2016, dia mengajak adiknya, Monica Christasia, bergabung untuk membantu pengelolaan keuangan dan perihal manajemen lainnya. Berdua, mereka mengerek kosmetik lokal ini semakin bersinar di kancah kosmetik Tanah Air.

Kini BLP Beauty memiliki tim yang komplet dengan total karyawan 80 orang. Mereka juga punya tim khusus untuk riset dan quality control.

Monica yang didapuk menjadi CEO BLP Beauty menjelaskan, tugas tim tersebut antara lain memastikan semua produk sesuai dengan standar sebelum masuk ke stok penjualan. Salah satunya, stability test, yakni memastikan produk ini stabil dalam jangka waktu tertentu pada kondisi ekstrem sekalipun. Selain itu, divisi ini juga yang membuat formula untuk dilempar ke maklun.

“Hal seperti ini mungkin di beberapa merek lain dilewati supaya lebih cepat. Sementara kami selalu berusaha tetap patuh terhadap standar. Kami tidak mau meremehkan kualitas,” Monica menegaskan.

Lizzie menambahkan, hal yang membuat mereknya berbeda adalah cerita, atau brand story yang disampaikan. Selain ingin mendobrak stigma merek lokal, BLP Beauty juga mengajak orang-orang merangkul keberagaman, bahwa cantik tidak selalu diidentikkan dengan jenis kulit tertentu, sehingga tidak harus menjadi orang lain agar tampil menarik.

Maka, BLP Beauty pun melangkah dengan positioning tersebut. “Embrace the uniqueness dari keberagaman. BLP adalah merek lokal pertama yang menampilkan pori-pori kulit di semua kampanye marketing-nya sehingga orang-orang bisa relate. Kami konsisten pertahankan ini hingga sekarang,” kata Lizzie.

Dijelaskannya, story yang dibangun ini juga relevan dengan target pasar BLP Beauty saat ini yang didominasi generasi Z dan milenial akhir (18-35 tahun). Menurutnya, pandangan mereka semakin terbuka terhadap keberagaman. Antara lain terlihat dari mulai disukainya model rambut keriting dan kulit tidak putih.

Hal ini pula yang menginspirasi BLP Beauty untuk meluncurkan alas bedak (foundation) 12 warna. Melalui ini, mereka ingin mengakomodasi keberagaman warna kulit yang ada di Indonesia.

“Jika dilihat sebelumnya, kebanyakan merek kosmetik hanya berani mengeluarkan maksimal empat warna, kami berani mengeluarkan 12 warna. Dari warna paling cerah hingga gelap. Kami ingin menyampaikan bahwa kalian harus sayang dengan warna kulit kalian,” ucap Lizzie.

Sejauh ini, dia mengungkapkan, best seller dari mereknya ada pada produk lipstik. Ini juga merupakan bagian dari strateginya. Mengapa?

Karena, berdasarkan pengalamannya, loyalitas konsumen terhadap lipstik lebih tinggi dibandingkan terhadap kosmetik lainnya. “Kalau produk selain lipstik, biasanya tantangannya adalah loyalitasnya rendah, orang cenderung mau coba-coba produk lain. Sementara lipstik, biasanya jika sudah cocok dengan satu merek, akan pakai terus. Lalu, perempuan sering butuh lipstik lebih dari satu, menyesuaikan mood,” Lizzie menjelaskan.

Selain menjaga kualitas, BLP Beauty juga sadar arti penting menjaga komunitas. Demi menjaga loyalitas pasarnya yang kelas menengah itu, mereka membentuk komunitas yang diberi nama BLP Fam. Di sini, mereka mengadakan beragam event, seperti kelas online ataupun offline. Melalui kesempatan ini, kata Lizze, pihaknya bisa mendengarkan keinginan konsumen.

“Bicara tentang komunitas, kami tidak ingin menggunakan mereka sebagai alat untuk jualan, tetapi bagaimana kami bisa mendengarkan feedback dan mengetahui kebutuhan mereka,” kata kelahiran 1987 itu penuh antusias.

Bahkan, di tengah puncak pandemi kemarin, Lizzie tidak kehabisan kreativitas. Tidak hanya memaksimalkan penjualan pada kanal online, mereka juga membubuhkan pesan komunikasi baru: tentang munculnya kebutuhan konsumen yang ingin menghibur diri walaupun tidak bisa ke mana-mana, karena kosmetik bukan hanya untuk dilihat orang saja tetapi bisa membuat orang merasa lebih percaya diri.

“Cara penjualan kami masih cukup kreatif, karena kami melihat di tengah situasi pandemi itu ternyata orang membutuhkan suatu little luxury, ingin menghibur diri sendiri dengan membeli barang yang mereka suka dengan harga terjangkau. Ini yang akhirnya kami masukkan ke komunikasi,” Lizzie menjelaskan.

Pencapaian demi pencapaian yang telah diraup BLP Beauty di bisnis kosmetik tak lantas membuat Lizzie dan Monica berpuas diri. Mereka punya cita-cita yang lebih besar lagi, yaitu memiliki pabrik sendiri. Tidak hanya pabrik yang memperoduksi finish goods, tetapi juga mampu melakukan sourcing ingredients untuk local brand lainnya.

“Ini merupakan potensi bisnis yang bagus dan memberikan dampak positif juga. Kami juga ingin membawa merek lokal ke kancah internasional,” kata Lizzie penuh semangat. Di luar itu, Chief Marketing Officer BLP Beauty ini bercita-cita membangun yayasan untuk pemberdayaan, terutama yang berfokus pada perempuan. (*)

Yosa Maulana

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved