Best Cities

Kiat Profesor Menyulap Kabupaten Tertinggal Menjadi Pusat Bisnis

Kiat Profesor Menyulap Kabupaten Tertinggal Menjadi Pusat Bisnis

Memiliki Pendapatan Asli Daerah terkecil se-Provinsi Sulawesi Selatan tidak menghalangi H.M. Nurdin Abdullah, Bupati Bantaeng, untuk mengatasi berbagai persoalan yang sudah berurat akar. Semua itu berkat kegigihan pemimpin bersama masyarakatnya dalam menggulirkan berbagai program yang inovatif, menggali sumber-sumber pendanaan alternatif, dan menggandeng kerja sama dengan banyak pihak di luar negeri.

Nurdin Abudullah, Bupati Bantaeng

Nurdin Abudullah, Bupati Bantaeng

Berbagai terobosan Nurdin memang sungguh menarik perhatian. Dulu, kabupaten yang memiliki luas 395,83 km2, atau hanya 0,63% dari luas “induknya”, itu masuk dalam daftar 199 kabupaten tertinggal di Indonesia. Namun, hanya berselang tiga tahun setelah dipimpin Nurdin (periode pertama, 2008-2013), Bantaeng berhasil mengentaskan diri dari posisi yang mengenaskan itu. Kini, di masa jabatan Nurdin yang kedua, 2013-2018, Bantaeng siap bersinar sebagai pusat ekonomi di Sulawesi. Berikut ini wawancara Majalah SWA dengan pria pemegang gelar S-3 dari Universitas Kyushu, Jepang, dan pernah menjabat sebagai Profesor di Universitas Hasanuddin, Makassar, itu.

Apa saja potensi yang bisa dikembangkan di bumi Bantaeng?

Potensi terbesar dari sektor pertanian. Kabupaten Bantaeng di tahun 2008 masuk ke dalam kategori daerah tertinggal. Padahal kalau dilihat, Bantaeng memiliki tiga klaster, mulai dari pinggir pantai, dataran rendah sampai puncak gunung. Berarti, semua potensi pertanian bisa dilakukan.

Rumput laut juga menjadi komoditas kami. Potensi utama kami dari sektor pertanian. Sebanyak 74% penduduk Bantaeng hidup dari sektor pertanian dalam arti luas, termasuk perikanan. Artinya, Bantaeng dianugerahi tanah yang subur. Jadi, Bantaeng dulunya daerah pusat Pemerintahan Belanda, pusat perdagangan zaman Belanda. Padahal, tidak mungkin Belanda menempatkan pusat pemerintahan di tempat yang tidak potensial. Itu yang menjadi semangat kami di 2008, dan kami sangat optimistis. Kita lihat apa yang terjadi sekarang: Bantaeng menggeliat walau kecil. Tahun 2008 APBD kami hanya Rp 281 miliar. Dengan wilayah kecil ini kami bisa tetap berbuat dengan modal integritas, kejujuran, moral dan etika yang baik, ditambah lagi ada kepercayaan dari masyarakat. Kalau ini bisa dilakukan, Rp 281 miliar itu bisa mengalahkan APBD daerah lain yang mencapai triliunan rupiah. Artinya bagi saya: sedikit, tetapi berkah.

Komoditas utama Bantaeng adalah jagung, padi, rumput laut, hortikultura seperti kentang, kol, wortel, bawang merah, kopi dan cokelat. Bahkan, sekarang kami sudah me-rebranding jagung Jepang. Kami bawa benihnya, kami bikin pemuliaan. Sekarang kami bisa membuat jagung yang manis dengan kualitas ekspor.

Untuk wisata, kami punya wisata Pantai Marina Korong Batu, dua air terjun, wisata budaya dan wisata religi. Kami punya semua dan tersebar. Bantaeng itu simplicity; jadi dari kota ke seluruh kawasan wisata mana pun, dekat semua. Sebab, kotanya tidak terlalu besar dan dianugerahi wilayah yang luar biasa.

Di bidang ekonomi kreatif, sekarang kami mulai membuat wisata kuliner, yakni pusat oleh-oleh yang dibuat oleh UMKM. Yang penting, masyarakat dihadirkan sebagai infrastruktur dasar. Dari dulu orang menanam sayuran, tetapi akses untuk ke sana sangat sulit. Masih menggunakan sistem ijon, barter atau menggunakan rentenir. Nah, ini kan menjadi salah satu penyebab ekonomi kita memburuk karena perbankan tidak berpihak kepada masyarakat dan bunga bank yang tinggi.

Sejauh ini, apa kontributor utama pendapatan Bantaeng?

Sektor pertanian, dengan kontribusi sekitar 80%.

Apa visi Bapak dalam memimpin Bantaeng, khususnya sebagai kota yang kondusif untuk bisnis?

Ini takdir, jujur tidak pernah terpikirkan sama sekali untuk menjadi bupati. Menjadi bupati itu masuk ke dalam politik. Di tahun 2007 saya didemo masyarakat, diminta menjadi bupati. Ada sekitar 3.000 orang yang demo di depan kantor saya, meminta saya menjadi bupati Bantaeng. Semua yang mendemo saya itu sudah menyiapkan partai, jadi saya tinggal memilih. Banyak pertimbangan, dan saya pun berdiskusi dengan keluarga. Saat itu tidak ada yang setuju. Mitra kerja saya juga menyesalkan pilihan saya. Desakan masyarakat sangat kuat. Model perpolitikan di Indonesia itu sebaiknya bukan kandidatnya yang mencari partai, tetapi partai yang seharusnya mencari figur yang bisa diusung dan tentunya itu bisa dilihat lewat prestasi. Kalau kita yang didatangi partai, visi kita yang akan jalan. Tetapi, kalau kita yang mendatangi partai, kita harus menjalankan visi partai.

Visi saya, Bantaeng harus serasi, harus menjadi pemicu pertumbuhan di selatan. Jadi, karena saya dilamar partai, visi saya yang akan dijalankan dan partai yang mengikuti saya. Dua tahun lagi, insya Allah, akan naik kelas jadi gubernur Sul-Sel karena saya sudah dua periode menjadi Bupati Bantaeng.

Bagaimana gambaran strategi dan desain besar yang Bapak terapkan untuk memajukan Bantaeng? Apa saja program unggulan Bapak?

Program unggulan dan andalan untuk memajukan dan mengondusifkan iklim bisnis di Bnataeng adalah (1) Bantaeng sebagai kota jasa, karena kami ada di bagian selatan; (2) Bantaeng sebagai kabupaten benih berbasis teknologi, (3) Bantaeng sebagai pusat pengembangan kawasan industri.

Pada akhirnya, kalau ketiga hal ini settle, Bantaeng akan menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi.

Kita lihat memang dari sisi topografi, daerah Bantaeng rawan bencana. Dan, memang setiap tahun terjadi banjir karena dulu saat saya kecil, sangat penuh pepohonan sehingga memang cukup bagus. Namun, ahli fungsi lahan, dari pohon kemiri ke kebun jagung, menjadi awal seringnya terjadi banjir. Lahan pun menjadi kritis. Banjir yang biasanya hanya terjadi lima atau 10 tahunan, berubah menjadi banjir tahunan.

Pada 2008 saya terpilih menjadi bupati dan saya rasa ini tidak bisa dibiarkan. Pada 2009 lahirlah gagasan saya bagaimana agar Bantaeng saat musim kemarau tersedia air dan pada saat musim hujan bisa menampung air. Itu konsep saya, lahirlah konsep membangun check dump pengendali banjir. Gagasan kedua, daerah-daerah tangkapan itu mesti kita lestarikan. Ketiga, daerah untuk sentra produksi sayur-sayuran kan butuh sinar matahari penuh sehingga yang dilakukan adalah mengajari masyarakat membuat terasering untuk sistem konservasi dengan perlakuan membuat terasering. Alhamdulillah, konsep itu jalan, check dump pengendali banjir selesai.

Di tahun 2011 kami sudah bisa merasakan Bantaeng terbebas dari banjir. Air sudah tersedia di musim kemarau. Lahirlah konsep baru, karena Bantaeng itu wilayahnya kecil, kami tidak mungkin menanam jagung secara reguler untuk konsumsi. Masyarakat harus punya nilai tambah. Maka, lahirlah sebuah gagasan untuk menjadikan Bantaeng sebagai Kabupaten Benih berbasis teknologi, dan di tahun 2009 sudah mulai grand design pembangunan Bantaeng ke depan. Mengapa dijadikan sumber benih, karena di Indonesia sistem pemasaran belum terkelola dengan baik. Misalnya, saat panen harga akan murah karena semuanya serentak. Bantaeng mengambil strategi bagaimana membangun kemandirian pangan dengan Bantaeng sebagai daerah penyedia benih. Jadi, kami menyediakan segala macam benih karena Indonesia masih mengimpor sebagian besar benih. Artinya, kemandirian daerah ini harus betul-betul diperhatikan.

Selain masalah benih, juga masalah pupuk. Bagaimana agar Bantaeng tidak lagi bermasalah lagi di pupuk. Sebelumnya, pupuk sulit didapatkan karena penggunaan pupuk yang tidak tepat. Di sektor pertanian, yang paling menentukan adalah benih dan pupuk, serta jadwal pola tanam yang tepat. Ini adalah gagasan-gagasan untuk sektor pertanian yang bisa ditentukan dari benih, pupuk dan jadwal pola tanam yang tepat.

Bantaeng terdiri dari depapan kecamatan, tujuh kecamatan memang sangat feasible untuk pengembangan sektor pertaniannya, dan satu kecamatan, yaitu Kecamatan Pajukukang, merupakan daerah kering. Jadi, Bantaeng diciptakan oleh Allah sebagai wilayah yang kecil tetapi paripurna – artinya, kami tidak hanya menjual bahan mentah tetapi juga bisa memetik, mengolah dan menjual. Akhirnya, lahirlah konsep Pajukukang sebagai salah satu pengembangan kawasan industri Bantaeng. Namanya, Bantaeng Industrial Park. Sekarang di dalamnya sudah terbangun smelter.

Apa saja program yang dijalankan untuk mendukung dunia bisnis?

Dari sisi infrastruktur, pada 2017 kami targetkan seluruh jalan di Bantaeng sudah bagus dan tidak ada lagi jalan yang jelek sampai ke pelosok. Hingga saat ini pembangunan jalan sudah mencapai 97% hingga pelosok. Sekarang penataan kota hampir selesai. Tadinya sangat gersang, beberapa tahun kemudian menjadi kota yang sangat hijau dan ini dibuktikan dari perolehan Adipura. Yang paling menonjol sekarang: tidak ada hari tanpa study banding dari tempat lain ke Bantaeng. Mereka melihat kemajuan Bantaeng, juga berdiskusi dengan aparat Bantaeng. Mereka belajar bagaimana dengan APBD kecil bisa membangun. Dan, yang paling terasa adalah layanan kesehatan.

Kami memiliki mobil ambulans, sentra panggilan (call center) 113 itu mobile ke seluruh Bantaeng, emergency service. Misalnya, ada tamu ke Bantaeng tiba-tiba demam tinggi di hotel, tinggal telepon call center kami, nanti ambulans kami akan datang paling lama 20 menit. Dokter dan perawat pun akan datang untuk mengecek dan memberikan obat langsung. Ini free, tidak berbayar.

Siapa pun yang datang ke Bantaeng berhak dilayani layanan emergency. Ambulansnya saat ini ada 12 unit, yang berasal dari Jepang dan akan datang lagi sembilan unit. Semua itu hibah dan gratis dari Jepang, karena saya ini juga alumni Jepang.

Lalu, ada dukungan pemda kepada investor dan perizinan dalam berbisnis. Bantaeng adalah kabupaten yang sangat ramah investasi. Izin satu jam selesai, dan gratis, baik investor asing maupun dalam negeri. Kami punya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), jadi pengusaha-pengusaha yang SIUP-nya akan berakhir, akan dikirimi dulu perpanjangannya satu bulan sebelumnya. Jangan sampai mereka ribet mengurus dan mahal. Jadi, kami ini sangat ramah investasi. Kenapa kami ramah investasi? Karena, pemerintahnya welcome. Kedua, adanya kepastian. Seperti kepastian berusaha, kepastian mendapatkan izin, dan kepastian mendapatkan keamanan. Jika ada yang mau berinvestasi, Pemerintah Bantaeng akan sangat care, artinya akan mem-backup penuh.

Terkait pajak daerah, kami juga memberi kemudahan. Misalnya, IMB, biarkan mereka kerja dulu. Nantinya sambil jalan baru kita kerjakan. Kalau di Bantaeng, jika sudah mendapatkan izin investasi, bisa langsung mulai kontruksi, izin yang lain nanti akan sambil berjalan. Yang pasti, sebelum beroperasi, semua izin sudah selesai. Jadi kalau sudah mendapat izin investasi, sambil berjalan juga akan mendapat izin IMB, Amdal, dll. Yang penting, sebelum berproduksi semuanya sudah selesai. Salah satu hal yang membuat negara ini terseok-seok adalah karena birokrasi yang terlalu lama, ribet dan mahal.

Keamanan bisnis di Bantaeng terjamin. Misalnya, tidak ada begal. Saya kan pakai lampu jalan, jadi tetap terang. Orang jalan pukul 1 malam juga tidak ada yang mengganggu. Jadi, tingkat kriminalitasnya rendah. Kalau daerah tidak aman, investor tidak akan berani datang karena takut.

Sejauh mana Bapak menyiapkan PTSP?

PTSP sejak 2009, saat saya masuk saya satukan menjadi satu pintu. Tidak butuh waktu lama untuk membuatnya menjadi satu pintu. Kuncinya adalah niat baik. Kalau masih ada self interest, akan sulit. Itu yang harus dihilangkan. Untuk penerapannya bisa dikatakan 100%. Buktinya, ketika ada investor masuk, tidak ada satu pun yang mengeluh. Semua menyanjung. PTSP mulai jalan pada 2009 dan di situ memang ada semua SOP. Misalnya, mau mengurus apa sudah ada. Izin usaha tiga hari dan itu tepat waktu; akan kami beri mereka tanda terima, dan jam segini tanggal segini akan selesai. Itu selalu berjalan tepat waktu. Kalau ada yang telat, izin tersebut akan gratis. Kita harus konsisten membuat undang-undang, dan aturan untuk ditaati bukan untuk dilanggar.

Apa tantangan yang dihadapi dalam memajukan daerah yang Bapak pimpin? Bagaimana mengatasinya?

Pertama, kemampuan fiskal kami yang rendah, sementara kebutuhan masyarakat terus meningkat. Kedua, saya sangat berharap guru benar-benar di-upgrade kemampuannya. Makanya, tahun ini saya menandatangani MoU dengan LPDP untuk peningkatan kapasitas guru. Ada yang mengambil S-2 dan S-3. Kami bekerja sama dengan Universitas Hasanuddin dan Universitas Gadjah Mada. Siapa pun orang Bantaeng yang mau meningkatkan kemampuan Bahasa, tolong diterima. Ada pemberian beasiswa dari LPDP.

Terkait budaya masyarakat, di tahun pertama dan tahun kedua, manajemen konflik yang subur. Tahun ketiga, mulai melihat hasil dan menerima. Jadi, tantangan di tahun-tahun awal adalah pada pendekatan dengan masyarakat. Tantangan tahun pertama ketika saya terpilih adalah para pendukung kami saat pilkada. Pendukung ini tuntutannya terlalu banyak. Akhirnya tahun kedua, pendukung dan yang tidak mendukung bergabung untuk mengkritisi kami. Saya tidak peduli, yang penting saya harus bisa menemukan solusi untuk permasalahan yang ada. Pertama, masalah banjir. Banjir bisa diatasi lalu kami masuk ke pembenahan dan perbaikan infrastruktur jalan.

Bantaeng itu bukan hanya fisiknya yang berubah, tetapi pola pikir masyarakatnya juga berubah. Ini kan sebenarnya yang kita butuhkan. Semua daerah bisa terbangun kalau ada uang. Kalau ada uang, apa saja bisa kita bangun. Tetapi, mengubah pola pikir masyarakat bukanlah persoalan mudah.

Yang pertama yang kami lakukan adalah bagaimana mengubah lingkungan fisik mereka. Yang kedua, bagaimana kota itu dibangun dengan standar sebuah kota. Jadi, apa yang betul-betul dibutuhkan oleh masyarakat. Misalnya kalau banjir, sampah di mana-mana, lingkungan tidak sehat, akhirnya kalau seperti itu masyarakat dibangun dari sebuah lingkungan yang kumuh. Kalau dia berangkat dari lingkungan yang bersih, masyarakat akan menjadi bersih. Sebagai contoh, orang Indonesia kalau ke Singapura ikut bersih, tidak membuang sampah sembarangan karena memang lingkungannya bersih. Nah, hal seperti itu juga yang kami bangun di Bantaeng, kota yang bersih, indah, hijau. Sulu daerahnya panas, sekarang menjadi sejuk. Dan, masalah banjir sudah teratasi.

Pendekatan dilakukan oleh bupati bersama masyarakat. Makanya, yang saya bangun adalah semua elemen pemerintahan. Bukan hanya bupati yang mau, tetapi semuanya. Jadi, pertama yang saya bangun adalah karakter pemerintahan yang melayani. Kan selama ini kita hanya mendengar tidak boleh lagi menganut asas-asas yang lama bahwa pemerintahan itu harus dilayani, sekarang pemerintah yang harus melayani. Itu harus diaplikasikan.

Contohnya, soal izin, satu bulan sebelum berakhir sudah dikirimi perpanjangannya. Itu kan dirasakan sekali manfaatnya oleh masyarakat. Kedua, sebelum masyarakat bangun, kotanya sudah bersih. Ketika bangun, mereka tinggal melihat bersih. Dan, otomatis kini masyarakatnya sudah bersih. Yang membuang sampah sembarangan tidak ada lagi. Mereka masing-masing membuang sampah di tas mereka yang berkantong. Mengapa bisa? Karena, mereka merasa malu. Kita sudah mulai edukasi dari sekolah. Tetapi, orang-orang yang sudah dewasa kan sudah tidak sekolah dan sulit berubah. Tetapi alhamdulillah, itu bisa berubah dengan melihat kepedulian pemerintah untuk membersihkan dan menjaga kebersihan kotanya.

Adakah tantangan lain yang cukup signifikan dalam membangun Bantaeng?

Dua tahun lagi saya akan selesai. Salah satu persoalan besar yang akan kami hadapi adalah suksesi. Yang menggantikan saya harus jauh lebih baik. Karena, salah satu kekhawatiran Bantaeng adalah apabila nanti saya diganti, apakah pengganti saya ini bisa menjadi lebih baik daripada saya dan bisa meneruskan.

Jadi, sudah ditetapkan daerah mana yang bisa menjadi tempat untuk berinvestasi. Saya sangat dekat dengan masyarakat. Bagaimana tidak, setiap hari saya menerima mereka di rumah. Dari pukul 6 pagi mereka sudah berbondong-bondong ke rumah saya. Ada yang pakai sandal, ada hanya pakai celana, atau tidak pakai sandal, beraneka ragam. Mereka menyampaikan unek-unek: ada yang anaknya mau melanjutkan sekolah; ada keluarganya tentara yang mau pindah ke Bantaeng, minta tolong diurusi; ada lagi yang bercerita suaminya jatuh, sudah sebulan tidak bisa mencari nafkah, sehari-hari hanya dari tetangga untuk makan. Mereka bisa membicarakan apa saja dengan saya.

Apa saja kemajuan pesat yang terjadi dalam Pemerintahan Bapak?

Sebuah kawasan pantai yang kumuh tempat buang sampah disulap menjadi kawasan pantai yang ada hotelnya, kawasan wisata, ekowisata, jogging track, kawasan mancing, lengkap, dari tidak ada apa-apanya. Awalnya, kawasan itu penuh tumpukan sampah. Lalu kami bersihkan, gali pasirnya dan ternyata ada pasir putih. Sungainya dulu gersang, kami tanami bakau, jadi hasilnya bagus. Dulu di tahun 2008 penghasilan kami dari sektor wisata hanya Rp 34 juta per tahun. Sekarang Rp 3 miliar per tahun, dari sektor pariwisata saja. Kami gali potensi yang ada, kami mempunyai dua air terjun, ada pemandian alam, juga Pantai Marina yang dulu namanya Korong Batu, sekarang jadi Marina Beach Korong Batu. Kawasan wisata ini terus kami dorong untuk berkembang.

Dari sisi infrastruktur juga semakin terlihat. Sebanyak 97% jalan di Bantaeng sudah bagus. Hanya 3% lagi yang belum diperbaiki. Hingga 2017 kami targetkan 100% jalan di Bantaeng sudah baik.

Kota pun semakin terlihat asri dan tidak gersang lagi. Saat ini sudah ada mobil ambulans yang berjumlah 12 unit dan akan bertambah lagi sembilan unit. Itu semua merupakan hibah dari Jepang, hasil kerja sama saya dengan Toyota Jepang. Kerja sama dengan Toyota dari awal saya menjabat. Ketika saya dilantik, mereka dari Toyota Jepang datang ke pelantikan saya. Mereka mengatakan, “Kami siap mem-backup Pak Nurdin.”

Mereka merasa kasihan kepada saya. Melihat Bantaeng yang dulu gelap, mobil pemadam kebakarannya tua, manual, sirenenya juga tidak bagus. Toyota-lah yang membantu kami, selain ambulans, juga mobil damkar, sekolah, mobil sampah, tempat tidur rumah sakit, karena kami tidak punya uang. Ini bisa dengan mudah kami terima pasti karena ada trust, integritas, paling penting juga bagaimana silaturahmi itu tetap terjaga dan terjalin. Itu kuncinya.

Selain itu, juga dapat dilihat dari peningkatan PAD dari Rp 8 miliar di tahun 2008 hingga di tahun 2015 mencapai Rp 55 miliar.

Data Perkembangan APBD Kab. Bantaeng sejak 2009

(Sumber DPPKAD 2016): Tahun 2009: Rp 393,89 miliar Tahun 2010: Rp 422,81 miliar Tahun 2011: Rp 503,33 miliar Tahun 2012: Rp 495,48 miliar Tahun 2013: Rp 611,97 miliar Tahun 2014: Rp 660,43 miliar Tahun 2015: Rp 826,18 miliar

Data Perkembangan PAD Kab. Bantaeng 2009-2015

(Sumber DPPKAD 2016): Tahun 2009: Rp 14,69 miliar Tahun 2010: Rp 16,4 miliar Tahun 2011: Rp 21,6 miliar Tahun 2012: Rp 23,53 miliar Tahun 2013: Rp 30,56 miliar Tahun 2014: Rp 45,37 miliar Tahun 2015: Rp 54,91 miliar

Data PDRB Per Kapita Penduduk

(Sumber BPS dan Bidang Statistik Bappeda 2015):

Tahun 2008: Rp 5,5 juta

Tahun 2009: Rp 8,7 juta

Tahun 2010: Rp 10,3 juta

Tahun 2011: Rp 12,2 juta

Tahun 2012: Rp 14,1 juta

Tahun 2013: Rp 16,2 juta

Tahun 2014: Rp 18,4 juta

Tahun 2015: Rp 27 juta

Data Perkembangan Penduduk Miskin 2008-2015

(Sumber BPS dan Bidang Statistik Bappeda 2015):

Tahun 2008: 12,12%

Tahun 2009: 9,96%

Tahun 2010: 9,25%

Tahun 2011: 9,21%

Tahun 2012: 7,57%

Tahun 2013: 7,91%

Tahun 2014: 6,5%

Tahun 2015: 5,89%

Terobosan Nurdin di Bantaeng, di antaranya :

Penghargaan yang Diraih Nurdin dan Bantaeng, di antaranya:

2009 – Piagam Penghargaan dari Presiden RI Bidang Pertanian

terhadap Wajib Belajar 12 Tahun, Maret

2010 – Peniti Emas dari KTNA Provinsi Sulawesi Selatan terhadap Pengembangan

Produksi Hasil Pertanian, 2010

2014 – Tokoh Perubahan Republika

Reportase: Nerissa Arviana/Riset : Hana Bilqisthi


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved