Best Exporter zkumparan

Doellken Bintan, Pasarkan ABS Profile di 17 Negara Asia Pasifik

Johnny Tantra, Manajer Pabrik PT Doellken Bintan

PT Doellken Bintan (Surteco Asia) adalah perusahaan asal Jerman yang mendirikan cabangnya di Indonesia. Perusahaan ini memproduksi material pelapis furnitur bernama ABS Profile yang terbuat dari plastik tetapi digunakan untuk lapisan dekoratif kayu furnitur. Jadi, produknya seperti kayu tetapi plastik.

Di Indonesia, Doellken Bintan mengekspor produknya ke 17 negara di kawasan Asia Pasifik, antara lan Singapura, Jepang, Taiwan, China, Korea, Filipina, dan Vietnam. “Paling besar ke Singapura hampir S$ 3 juta atau menyumbang sekitar 30% dari total ekspor kami. Untuk China 20%, domestik 5%, dan sisanya negara lainnya. Adapun peningkatan bisnisnya 10% per tahun, termasuk target di 2019 ini,” kata Johnny Tantra, Manajer Pabrik PT Doellken Bintan.

Saat ini, kendati Doellken Bintan berdomisili di Batam (termasuk pabriknya), kantor penjualannya berada di Singapura. “Di seluruh Asia, hanya ada satu pabrik kami, yaitu di Batam,” ujar Johnny. Lalu, meski perusahaan ini pusatnya di Jerman, tim dari Indonesia memiliki andil dalam menembus pasar ekspor. Singapura, Filipina,Vietnam, dan China adalah pasar ekspor yang sukses ditembus tim dari Indonesia. “Yang ditentukan pusat memang Afrika Selatan dan Amerika. Tapi untuk pasar Asia sendiri, tim marketing kami yang inisiasi. China tidak pernah dimasuki dari pihak pusat. Itu inisiatif kami melalui sales office kami di Singapura,” ungkapnya.

Rencananya, pasar ekspor di Negeri Tirai Bambu akan diperluas lagi sejalan dengan membesarnya pasar di sana. Pihaknya pun akan terus membuat berbagai inovasi produk. “Jerman melakukan riset dan pengembangan. Ada ahli teknologi ke kami dan kami modifikasi. Di Jerman pakai mesin Jerman, namun kalau di kami kombinasi,” kata Johnny.

Lalu, apa tantangannya untuk menembus pasar ekspor? Menurut Johnny, tantangannya adalah masalah fleet cost (biaya armada) yang tinggi. “Fleet cost mahal sekali dari Batam ke Singapura. Meskipun kami hanya mengirimkan satu palet, mereka punya kuantitas minimal tiga kubik. Padahal kalau kirim kontainer dari Jerman, mungkin biayanya sama dengan fleet cost dari Batam ke Singapura,” katanya membandingkan.

Untuk menanggulangi masalah tersebut, pihaknya membuat inovasi agar biaya lainnya bisa menutupi fleet cost. Hal ini bisa dengan cara menekan biaya material untuk mengover fleet cost yang sangat mahal, tetapi tetap menjaga kualitas. “Kami turunkan kualitas tidak mungkin karena pembeli akan lari,” ujar Endang Triasih, Manajer Administrasi PT Doellken Bintan, menambahkan.

Masalah fleet cost yang tinggi juga dirasakan ketika akan mengirim produk di pasar domestik. Misalnya, mengirim barang langsung dari Batam ke Jakarta biayanya cukup mahal. Kemudian, pengurusan dokumennya juga perlu waktu. Sementara itu, pengiriman dari Singapura ke Jakarta lebih cepat dan lebih murah. Termasuk, pengiriman bahan baku dari Jerman ke Singapura harganya lebih murah daripada Singapura ke Batam. Tidak mengherankan, ada pelanggannya dari Jakarta yang meminta produknya dikirim dulu ke Singapura kemudian dikirim ke Jakarta karena biayanya lebih murah. “Ini memang tantangan yang harus diperbaiki,” ungkap Johnny sambil menambahkan, selain fleet cost, masalah regulasi juga jadi tantangan lainnya.

Tantangan lainnya untuk menembus pasar ekspor adalah adanya kompetisi. Misalnya, di China saja kompetitornya sangat banyak. “Harga kami memang lebih tinggi daripada mereka. Di mana-mana produk China asumsinya murah. Tapi, kami selalu kedepankan kualitas dan inovasi,” kata Johnny menandaskan.

Inovasinya itu lebih ke produk untuk teknologi permukaan dan layanan. Inovasi yang tidak dimiliki kompetitor antara lain hasil printing-nya lebih jelas atau inovasi perpaduan efek dan warna. “Kami harus membuat produk yang bisa bersaing. Mutu juga nomor satu,” ujar Endang menegaskan.

Dede Suyadi dan Nisrina Salma

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved