GCG Companies zkumparan

Pupuk Kaltim, Memacu Strategi di Tengah Era Disrupsi

Bakir Pasaman, Direktur Utama PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim)
Bakir Pasaman, Direktur Utama PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim)

Bisnis pupuk terus mendapat tantangan baru. Menurunnya pasokan gas bumi sebagai komponen penting proses produksi menjadi salah satu problem yang sedang dihadapi para pemain di industri pupuk, termasuk PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim).

Problem lainnya, tantangan untuk menghasilkan produk yang lebih green, pupuk nonkimia atau produk-produk pupuk hayati. Dan yang lebih gawat, belakangan ini persaingan semakin sengit seiring dengan makin banyaknya pemain swasta yang kini ikut bermain di produk pupuk nonsubsidi. Belum lagi, ada pergeseran dari keseimbangan supply-demand, tuntutan perubahan platform bisnis (digitalisasi), dan otomatisasi proses bisnis.

Manajemen Pupuk Kaltim tampaknya sudah mengantisipasi berbagai tantangan tersebut. Tak mengherankan, perusahaan ini aktif menjalankan program transformasi perusahaan yang dibarengi dengan implementasi nilai-nilai Good Corporate Governance (GCG). Dari sisi SDM, misalnya, Pupuk Kaltim mencoba menghilangkan budaya BUMN yang biasanya terlalu birokratis dan hierarkis. “Ini budaya yang menyulitkan kami dalam bersaing di pasar global. Agak sulit menciptakan inovasi di dalam perusahaan dengan struktur hierarkis. Seharusnya karyawan bisa menyampaikan unek-unek dan ide cemerlang hingga level atas. Karena itu, kami sedang menghapuskan hierarki, tidak terkecuali pada divisi produksi,” Bakir Pasaman, Direktur Utama Pupuk Kaltim, menjelaskan.

Adanya disrupsi produk kini telah mendorong Pupuk Kaltim untuk menggeser produk utamanya. Selain memproduksi pupuk untuk tanaman, juga memproduksi bahan lain untuk kebutuhan industri. “Shifting yang kami lakukan antara lain menggeser dari produsen pupuk menjadi industri petrokimia, dengan membangun pabrik methanol dan turunannya,” ungkap Bakir.

Selain itu, juga masuk ke industri oleochemical dengan mengolah minyak kelapa sawit. Pupuk Kaltim bahkan sudah punya kebun kelapa sawit sendiri di Sangatta, Kalimantan Timur, seluas 7.000 hektare. Juga, makin aktif menggarap pupuk hayati (bio-fertilizer) yang kini dalam tahap penelitian dan pengembangan, seiring makin banyaknya tekanan terhadap produk pupuk kimia. Untuk melahirkan produk pupuk organik/hayati, Pupuk Kaltim bekerjasama dengan praktisi pupuk hayati dan beberapa perguruan tinggi di Indonesia, seperti Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Untuk memastikan perusahaan bisa menjalankan strategi dengan baik, GCG diterapkan dan tim manajemen berkomitmen penuh terhadap nilai-nilai GCG. Kini, menjalankan pula Whistle Blowing System yang sejauh ini cukup aktif pemanfaatannya untuk pelaporan.

“Kami memiliki beberapa komitmen manajemen, yaitu komitmen GCG, kebijakan manajemen risiko, kebijakan teknologi informasi, dan kebijakan industri,” kata Bakir. Pupuk Kaltim sudah menerapkan keseimbangan people, profit, dan planet dalam menjalankan bisnisnya. Implementasinya dengan menjalankan perusahaan yang memiliki kinerja dan kualitas prima, ramah lingkungan, tumbuh berkelanjutan, adaptif, dan berstandar global.

Sejauh ini kinerja Pupuk Kaltim memang cukup kinclong. Tahun 2018 revenue mencapai Rp 18,97 triliun, EBT Rp 2,6 triliun, aset Rp 31,51 triliun, dan laba setelah pajak Rp 1,9 triliun. Target pada 2022, kapasitas produksi amoniak 2,8 juta ton per tahun dan NPK 770 ribu ton per tahun. Revenue diperkirakan di level Rp 24 triliun, EBT Rp 3,5 triliun, dan aset Rp 39 triliun. Kini Grup Pupuk Kaltim yang didukung 1.850 orang Indonesia ini punya lima pabrik urea berkapasitas 3,4 juta ton per tahun, lima pabrik amoniak berkapasitas 2,7 juta ton per tahun, dan tiga pabrik NPK berkapasitas 350 ribu ton per tahun. (*)

Sudarmadi & Andi Hana Mufidah Elmirasari

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved