GCG Companies Economic Issues zkumparan

Sertifikasi ISO 37001 Memacu Kualitas GCG dan Tangkal Korupsi di Korporasi

Majalah SWA dan Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG). menyerahkan penghargaan Indonesia Most Trusted Company kepada perusahaan pemenang

Pencegahan korupsi di perusahaan bisa dilakukan dengan meningkatkan budaya pencegahannya. ISO 37001 tentang sistem manajemen anti penyuapan dinilai mampu meningkatkan budaya pencegahan dan anti korupsi serta meningkatkan implementasi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) di korporasi.

Pahala Nainggolan, Deputi Pencegahan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengatakan budaya anti korupsi adalah hal yang paling efektif dalam pencegahan dan metode mencegah praktik rasuah harus ditopang budaya anti korupsi yang diterapkan bagi setiap karyawan atau pekerja di semua level.

“Kasus paling banyak dari tingkat pelaku usaha atau swasta biasanya soal penyuapan. Mereka menyuap pemerintah untuk pengurusan perizinan dan lain-lain. Maka dari itu, cara paling efektif adalah dengan membudayakan pencegahan dan anti korupsi. Karena apapun instrumen atau bentuk pencegahannya, tidak akan kuat tanpa budaya di tingkat pelaku usahanya,” kata Pahala di sela-sela diskusi webinar bertajuk Understanding How to Prevent Corruption in New Reality di Jakarta, Rabu (15/7/2020).

Dia berpendapat salah satu cara untuk melakukan pencegahan korupsi adalah dengan menerapkan standarisasi ISO 37001. “Silahkan saja para pelaku usaha mendapatkan ISO 37001 karena ini merupakan cara mencegah korupsi,” ucapnya.

Praktisi ISO 37001, Roni Ihram Maulana, mengatakan ISO 37001 membuat kultur pencegahan dan anti korupsi di perusahaan yang bisa diterapkan di tingkat komisaris, direksi, menajemen yang ada di seluruh perusahaan tersebut. “Banyak perusahaan yang menerapkan ISO 37001 menjadi perusahaan anti suap. Perusahaan ini sudah terbukti membudayakan pencegahan dan anti korupsi setelah menerapkan ISO 37001,” imbuh Roni.

Ketua Gugus Tugas CAC, Andi Ilham Said, menambahkan, budaya korupsi juga perlu dipantau dari sistem. Jika sistem yang diciptakan lebih baik, maka korupsi juga tidak akan terjadi. Misalnya ditingkat pengadaan atau lelang, hendaknya sistem yang diterapkan menerapkan sistem yang tanpa celah korupsi. “Memang menunjukkan komitmen merupakan tindakan yang nyata bagi perusahaan. Namun, hal ini juga perlu didukung oleh sistem. Misalnya, di penetapan lelang sudah punya sistem bagaimana penanganan sistem pencegahan korupsi. Contohnya, seperti ini, semakin berintegritas suatu perusahaan maka semakin tinggi peluang untuk menang lelang,” jelasnya.

Director of Anti-Corruption & Governance Center CIPE, Frank Brown, mencontohkan beberapa contoh penerapan pencegahan korupsi di setiap negara. Namun, bagi setiap negara, pola masing-masing masyarakat dan pemerintahnya memiliki perbedaan masing-masing. Dia juga senada dengan para panelis tentang bagaimana mencegah korupsi tersebut. “Setiap negara memiliki caranya masing-masing dalam mencegah korupsi. Tetapi, kami akan membantu pencegahan di Indonesia semampu kami dan selama dibutuhkan,” jelasnya yang juga merupakan konsultan pencegahan korupsi dari Amerika Serikat tersebut.

Erry Riyana Hardjapamekas sebagai Ketua Advisory Comitte CAC Indonesia dan Dewan Pembina Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD), menyatakan pemberantasan korupsi bukanlah suatu hal yang mudah. Menurutnya, perlu waktu bertahun-tahun untuk mencegah korupsi, meski di negara manu sekalipun. “Maka dari itu, korupsi bukan hanya tugas KPK, polisi dan jaksa. Tetapi, budaya pencegahan dan anti korupsi adalah tanggung jawab seluruh pihak,” ucap Erry yang didapuk sebagai moderator diskusi webinar ini. IICD adalah Institusi Pendidikan Kedirekturan di Indonesia yang berdiri sejak tahun 2000. IICD berupaya menginternalisasi GCG di Indonesia.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved