Corporate Transformation

Petrokimia Gresik, Transformasi dalam Empat Perspektif

Petrokimia Gresik, Transformasi dalam Empat Perspektif
Dwi Satriyo Annurogo, Direktur Utama PT Petrokimia Gresik (PG).
Dwi Satriyo Annurogo, Direktur Utama PT Petrokimia Gresik (PG).

Tiga tahun terakhir (2019-2022) adalah masa yang sibuk bagi PT Petrokimia Gresik (PG). Pasalnya, BUMN ini terus mengupayakan transformasi dari single industry firm menjadi related diversified industry. Tujuannya adalah menjadi perusahaan solusi agroindustri untuk pertanian berkelanjutan.

Transformasi ini merupakan keharusan bagi PG. Pasalnya, pilar bisnisnya bergeser sejalan dengan perubahan kebijakan pemerintah. Awal semester II/2022, pemerintah telah menetapkan alokasi pupuk subsidi hanya diperuntukkan bagi dua jenis pupuk: urea dan NPK. Sebelumnya, terdapat empat jenis pupuk lain yang masuk skema pupuk subsidi, yaitu SP-36, ZA, Pupuk Organik Granul Petroganik, dan Pupuk Organik Cair (POC).

Ini bukan persoalan main-main. Bahkan hingga tahun 2021, alarm terus berbunyi meminta perhatian. Tilik saja data berikut: penjualan sepanjang tahun 2021 mencapai Rp 28,5 triliun. Dari angka tersebut, 74% datang dari penjualan subsidi (Rp 20,9 triliun). Hanya 26% (Rp 7,5 triliun) yang didapatkan dari penjualan komersial.

Catatan yang kemudian membuat manajemen merasa transformasi semakin genting dieksekusi sepenuh hati adalah karena dari seluruh nilai penjualan pupuk bersubsidi, Rp 5,3 triliun datang dari SP-36, ZA, Petroganik, dan POC yang notabene tidak lagi disokong pemerintah. Tanpa transformasi yang serius, apalagi terlambat, keberlanjutan (sustainability) perusahaan patut dipertanyakan.

Melihat sepintas, PG jelas mesti melakukan pergeseran pada sisi produk. Mereka harus habis-habisan menggenjot produk nonsubsidi, seperti pupuk NPK Kebomas, NPK Phonska Plus, ZK, DAP, KCL, Rock Phosphate, Petronik, Petro Kalimas, Petro Biofertil, dan Kapur Pertanian. Begitu juga untuk kategori nonpupuk, yakni produk kimia untuk keperluan berbagai industri, seperti amoniak, asam sulfat, asam fosfat, cement retarder, aluminium flourida, CO2 cair, dry ice, asam klorida, oksigen, nitrogen, hidrogen, dan gypsum. Jenis ini juga mesti ditingkatkan.

Yang menarik, kendati pergeseran produk sangat vital, transformasi yang digelar PG ditempatkan dalam bingkai balanced scorecard, yakni dalam empat perspektif: learning and growth, internal business process, customer focus, dan financial result & achievement.

Di sisi learning and growth, PG menjalankan sejumlah inisiatif. Salah satu yang penting adalah mendorong inovasi di segala lini. Mereka menggelar Konvensi Inovasi Petrokimia Gresik (KIPG) yang digelar setiap tahun. KIPG tahun 2021 diikuti 82% karyawan yang tergabung dalam 1.158 Gugus Inovasi.

Saking pentingnya inovasi bagi transformasi, PG sampai membangun Rumah Transformasi. “Di sana kami tampung (ide) dari seluruh karyawan untuk melakukan inovasi,” ujar Dwi Satriyo Annurogo, Direktur Utama PG, dengan nada serius.

Di sisi ini, PG juga punya program Pengembangan Talenta Unggul sebagai Motor Penggerak Transformasi Bisnis Perusahaan. Bentuknya, talenta terbaik diberi kesempatan bersekolah di dalam ataupun luar negeri. “Hal ini dilakukan untuk memperkuat daya saing SDM perusahaan dalam menghadapi tantangan perusahaan yang bergerak secara cepat dan dinamis serta untuk menjalankan strategi proses transformasi bisnis perusahaan,” ungkap Dwi Satriyo.

Pada sisi internal business process, PG pun menggelar sederet program. Salah satunya, Transformasi Supply Chain Management: Digitalisasi Logistik. Bentuknya, PG membuat warehouse management system, aplikasi pergudangan terlengkap yang dapat meng-capture seluruh kegiatan yang terjadi di setiap shift. Ada pula digital transport management system, aplikasi digital yang terintegrasi secara online dan real time guna menunjang seluruh permasalahan dari transport internal, termasuk unschedule open storage.

Program menarik lainnya yaitu Transformasi Pemasaran: Program Makmur. Menurut Dwi Satriyo, program ini dilatarbelakangi rencana pemerintah mengalihkan subsidi pupuk.

Program Makmur merupakan komitmen PG untuk lebih mendekatkan diri kepada konsumen serta memperkenalkan produk-produk ritel yang berkualitas kepada petani. Di sini, lewat Program Makmur, PG ingin menciptakan suatu ekosistem yang dapat membantu petani dari hulu hingga hilir sehingga proses budidaya dan pemasaran hasil pertanian tidak terhambat. Program ini juga menjadi sarana edukasi bagi PG agar petani terbiasa menggunakan pupuk nonsubsidi.

Masih di sisi internal business process, langkah yang tak kalah penting adalah mentransformasi produk baru. Mereka mengeluarkan produk baru: Pupuk SP-26 PETRO, Petro Niphos, dan Phonska Alam. “Tiga produk ini akan bersaing di pasar nonsubsidi atau komersial,” Dwi Satriyo menjelaskan. Pupuk SP-26 PETRO, misalnya, berperan meningkatkan produktivitas dan kualitas panen pada komoditas pangan, hortikultura, serta perkebunan.

Transformasi dalam tiga perspektif ini pada gilirannya berdampingan dengan sisi financial result & achievement. Di sini, menurut Dwi Satriyo, apa yang telah diraih terbilang positif. Indikatornya: total innovation value creation tahun 2019-2021 mencapai Rp 1,67 triliun. Lalu, total cost reduction program tahun 2020-2021 sebesar Rp 210 miliar. Adapun laba bersih tumbuh dari Rp 1,42 triliun (2020) menjadi Rp 1,94 triliun (2021).

Hasil-hasil positif ini tentu patut diapresiasi dan menjadi pijakan untuk langkah selanjutnya. Kendati demikian, manajemen PG tampaknya tidak boleh berpuas diri. Maklum, seperti disinggung di atas, proporsi bisnis masih bertumpu pada nilai penjualan pupuk bersubsidi. Di tengah tepuk tangan, pekerjaan PG jelas belum selesai. Kerja keras dan kerja cerdas masih menanti demi keberlanjutan perusahaan. (*)

Teguh S. Pambudi dan Sri Niken Handayani

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved